26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Wapres Akui Manajemen Kesehatan Indonesia Lemah, Ma’ruf Amin: Tampak B

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Tata kelola sistem kesehatan di Indonesia
masih sangat lemah. Begitu juga dengan dunia. Sebagai buktinya, pandemi
COVID-19 mengakibatkan krisis kesehatan yang belum pernah ada sebelumnya.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin
mengatakan adanya pandemi COVID-19 membuka fakta bahwa tata kelola kesehatan,
baik di Indonesia maupun negara lain, masih sangat lemah. Seluruh negara tak
mampu mengatasi krisis kesehatan yang berdampak luas ini.

“Belajar dari krisis kesehatan
ini pula, tampak benderang di depan mata kita, betapa lemahnya tata kelola
kesehatan, baik di tingkat nasional maupun global,” tegasnya saat memberi
sambutan pada Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU) Tahun 2020 secara
virtual, Rabu (23/9).

Dilanjutkannya, pandemi COVID-19
telah menyebabkan terjadinya krisis kesehatan yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya. Jadi menurutnya, sangat wajar bila Dana Moneter Internasional atau
IMF menyebut pandemi ini sebagai krisis yang tidak ada bandingannya.

Menurutnya untuk menghadapi dan
mengatasi krisis kesehatan global, diperlukan kerja sama antarnegara dan
berbagai pihak. Sebab setiap negara termasuk Indonesia tak mampu menyelesaikan
persoalan pandemi COVID-19 sendirian.

“Pemerintah menyadari tidak
mungkin bisa mengatasi pandemi ini sendirian. Kerja sama atau gotong royong
antara unsur-unsur negara dan seluruh lapisan, menjadi kata kunci kesuksesan
mengatasi pandemi ini,” jelasnya.

Baca Juga :  Dua Menteri Beda Pendapat soal Lokasi Ibu Kota Baru

Ma’ruf Amin juga mengingatkan
dalam mengatasi krisis akibat pandemi ini keselamatan jiwa masyarakat harus
menjadi prioritas. Diakuinya, kesehatan masyarakat dan keberlangsungan ekonomi
harus memang harus berjalan seimbang. Namun tetap harus ada yang lebih
diutamakan.

“Bahkan, umpamanya diambil skala
prioritas yang mana harus didahulukan jika dalam keadaan darurat? Jawabannya
jelas dan tegas, dahulukan untuk menyelamatkan jiwa,” katanya.

Perlindungan terhadap
keberlangsungan hidup manusia atau hifdzun
nafs
harus menjadi hal utama yang diberikan oleh pemimpin di masa pandemi
saat ini.

“Sesuai dengan prinsip taqdimu daf’il addhararil a’la ‘ala dhararil
adna
, mendahulukan penangkalan bahaya yang lebih besar daripada bahaya yang
lebih kecil,” tambahnya.

Terpisah, Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan untuk menangani dan mengatasi
pademi COVID-19 pemerintah terus bersinergi dengan berbagai pihak. Salah
satunya dengan para akademisi dari Universitas Indonesia (UI) dan para ahli
kedokteran.

“Pemerintah mengintensifkan pertemuan
rutin dengan UI dan mengharapkan masukan guna percepatan penanganan COVID-19
dan pemulihan ekonomi nasional (PEN),” ujarnya.

Terlebih, berdasarkan kajian dan
penelitian para peneliti dan akademisi UI peningkatan kasus COVID-19 berkaitan
dengan pergerakan masyarakat yang tinggi. Terlebih masih banyak kebijakan
kebijakan bervariasi, belum terkoneksi, terintegrasi, dan tersinkronisasi
sehingga belum mewakili kondisi yang sesungguhnya.

Baca Juga :  Wabah Virus Korona Meluas, Harus Pikir-Pikir Ulang Pergi ke Singapura

“Tim tersebut juga mengangkat isu
3M dan tes-lacak-isolasi (TLI) yang belum konsisten, peningkatan kasus COVID-19
berdampak terhadap kondisi sosial ekonomi (ketahanan pangan dan
ketenagakerjaan), dan desain kebijakan produk hukum pusat dan daerah belum
sinergis,” ungkapnya.

“Karenanya diperlukan pembangunan
sistem informasi data dan pusat data yang terkoneksi, terintegrasi dan
tersinkronisasi, mengefektifkan TLI, akselerasi efektivitas penyaluran stimulus
fiskal dan perlindungan sosial,” ujarnya.

Ketua Tim Mitigasi Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), M Adib Khumaidi menyebut, pemerintah juga menjalin komunikasi
yang inten dengan pihaknya. Bahkan IDI mengusulkan agar kebijakan-kebijakan
pemerintah harus seimbah antara pendekatan ekonomi dan kesehatan. Menurutnya,
jika ada salah satu yang dikorbankan akan berdampak bagi kemaslahatan seluruh
rakyat.

“Tenaga medis dan tenaga
kesehatan harus menjadi perhatian serius dari pemerintah karena berkurangnya
satu tenaga medis atau tenaga kesehatan akan berpengaruh terhadap pelayanan
kesehatan yang saat ini dibutuhkan oleh negara,” kata Adib.

Ditegaskannya, IDI akan
memberikan masukan yang konstruktif bagi pemerintah untuk mempercepat penanggulangan
COVID di Indonesia. “Dan yang terpenting dibutuhkan kesadaran dan kedisiplinan
masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan,” katanya.

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Tata kelola sistem kesehatan di Indonesia
masih sangat lemah. Begitu juga dengan dunia. Sebagai buktinya, pandemi
COVID-19 mengakibatkan krisis kesehatan yang belum pernah ada sebelumnya.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin
mengatakan adanya pandemi COVID-19 membuka fakta bahwa tata kelola kesehatan,
baik di Indonesia maupun negara lain, masih sangat lemah. Seluruh negara tak
mampu mengatasi krisis kesehatan yang berdampak luas ini.

“Belajar dari krisis kesehatan
ini pula, tampak benderang di depan mata kita, betapa lemahnya tata kelola
kesehatan, baik di tingkat nasional maupun global,” tegasnya saat memberi
sambutan pada Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU) Tahun 2020 secara
virtual, Rabu (23/9).

Dilanjutkannya, pandemi COVID-19
telah menyebabkan terjadinya krisis kesehatan yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya. Jadi menurutnya, sangat wajar bila Dana Moneter Internasional atau
IMF menyebut pandemi ini sebagai krisis yang tidak ada bandingannya.

Menurutnya untuk menghadapi dan
mengatasi krisis kesehatan global, diperlukan kerja sama antarnegara dan
berbagai pihak. Sebab setiap negara termasuk Indonesia tak mampu menyelesaikan
persoalan pandemi COVID-19 sendirian.

“Pemerintah menyadari tidak
mungkin bisa mengatasi pandemi ini sendirian. Kerja sama atau gotong royong
antara unsur-unsur negara dan seluruh lapisan, menjadi kata kunci kesuksesan
mengatasi pandemi ini,” jelasnya.

Baca Juga :  Dua Menteri Beda Pendapat soal Lokasi Ibu Kota Baru

Ma’ruf Amin juga mengingatkan
dalam mengatasi krisis akibat pandemi ini keselamatan jiwa masyarakat harus
menjadi prioritas. Diakuinya, kesehatan masyarakat dan keberlangsungan ekonomi
harus memang harus berjalan seimbang. Namun tetap harus ada yang lebih
diutamakan.

“Bahkan, umpamanya diambil skala
prioritas yang mana harus didahulukan jika dalam keadaan darurat? Jawabannya
jelas dan tegas, dahulukan untuk menyelamatkan jiwa,” katanya.

Perlindungan terhadap
keberlangsungan hidup manusia atau hifdzun
nafs
harus menjadi hal utama yang diberikan oleh pemimpin di masa pandemi
saat ini.

“Sesuai dengan prinsip taqdimu daf’il addhararil a’la ‘ala dhararil
adna
, mendahulukan penangkalan bahaya yang lebih besar daripada bahaya yang
lebih kecil,” tambahnya.

Terpisah, Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan untuk menangani dan mengatasi
pademi COVID-19 pemerintah terus bersinergi dengan berbagai pihak. Salah
satunya dengan para akademisi dari Universitas Indonesia (UI) dan para ahli
kedokteran.

“Pemerintah mengintensifkan pertemuan
rutin dengan UI dan mengharapkan masukan guna percepatan penanganan COVID-19
dan pemulihan ekonomi nasional (PEN),” ujarnya.

Terlebih, berdasarkan kajian dan
penelitian para peneliti dan akademisi UI peningkatan kasus COVID-19 berkaitan
dengan pergerakan masyarakat yang tinggi. Terlebih masih banyak kebijakan
kebijakan bervariasi, belum terkoneksi, terintegrasi, dan tersinkronisasi
sehingga belum mewakili kondisi yang sesungguhnya.

Baca Juga :  Wabah Virus Korona Meluas, Harus Pikir-Pikir Ulang Pergi ke Singapura

“Tim tersebut juga mengangkat isu
3M dan tes-lacak-isolasi (TLI) yang belum konsisten, peningkatan kasus COVID-19
berdampak terhadap kondisi sosial ekonomi (ketahanan pangan dan
ketenagakerjaan), dan desain kebijakan produk hukum pusat dan daerah belum
sinergis,” ungkapnya.

“Karenanya diperlukan pembangunan
sistem informasi data dan pusat data yang terkoneksi, terintegrasi dan
tersinkronisasi, mengefektifkan TLI, akselerasi efektivitas penyaluran stimulus
fiskal dan perlindungan sosial,” ujarnya.

Ketua Tim Mitigasi Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), M Adib Khumaidi menyebut, pemerintah juga menjalin komunikasi
yang inten dengan pihaknya. Bahkan IDI mengusulkan agar kebijakan-kebijakan
pemerintah harus seimbah antara pendekatan ekonomi dan kesehatan. Menurutnya,
jika ada salah satu yang dikorbankan akan berdampak bagi kemaslahatan seluruh
rakyat.

“Tenaga medis dan tenaga
kesehatan harus menjadi perhatian serius dari pemerintah karena berkurangnya
satu tenaga medis atau tenaga kesehatan akan berpengaruh terhadap pelayanan
kesehatan yang saat ini dibutuhkan oleh negara,” kata Adib.

Ditegaskannya, IDI akan
memberikan masukan yang konstruktif bagi pemerintah untuk mempercepat penanggulangan
COVID di Indonesia. “Dan yang terpenting dibutuhkan kesadaran dan kedisiplinan
masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan,” katanya.

Terpopuler

Artikel Terbaru