30.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Jokowi Bolehkan Demo saat Pelantikan, Kapolri Tito Tak Mau Kecolongan

Presiden RI Joko
Widodo (Jokowi) telah menegaskan masyarakat boleh menggelar unjuk rasa saat
pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih 20 Oktober 2019. Hal ini
bertentangan dengan pernyataan Polda Metro Jaya yang tidak akan menerbitkan
Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) unjuk rasa.

Kapolri Jenderal Pol
Tito Karnavian mengatakan, keputusan diskresi ini diambil karena mencegah
terjadinya kerusuhan saat hari pelantikan. Terlebih pada hari tersebut,
Indonesia akan menjadi sorotan dunia. Tamu-tamu negara dalam dan luar negeri
akan turut hadir.

“Kita tidak ingin
kecolongan, kita tidak ingin menanggung resiko bahwa bangsa kita dicap buruk
meskipun tidak istilah perizinan maka yang pertama kita ingin memberikan
himbauan kepada masyarakat untuk sebaiknya tidak melakukan mobilisasi massa,”
kata Tito di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Kamis (17/10).

Keputusan ini diambil
Polri setelah berkaca pada sejumlah unjuk rasa yang pernah terjadi. Kebanyakan
berakhir rusuh, terutama jelang malam hari. Demo hanya berjalan saat siang
hari.

Baca Juga :  Perokok Dianggap Penyebab Defisit BPJS Kesehatan

“Kalau seandainya selama
ini demonya aman-aman saja kita no problem, tapi ini demonya yang belakangan
mohon maaf ada yang idealisme, ada juga pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan
ini untuk kepentingan sendiri,” imbuh Tito.

Mantan Kepala BNPT itu
menjelaskan, diskresi kepolisian tersebut sudah tertuang dalam pasal 6
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum.
Dalam pasal 6 termuat batasan dari unjuk rasa.

Diantaranya tidak
boleh mengganggu kepentingan publik ketertiban umum, tidak boleh mengganggu hak
asasi orang lain, harus sesuai dengan aturan, mengindahkan etika dan moral, dan
harus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Meski begitu, polri
menegaskan tidak melarang aksi unjuk rasa. Dengan catatan tidak anarkis. Namun,
polri tetap mengerahkan intelijen guna mencegah terjadinya unjuk rasa yang
berpotensi anarkis. Untuk demo tersebut polri akan tetap pada pendiriannya
tidak akan menerbitkan STTP.

Baca Juga :  Proses Ekonomi Indonesia Makin Cerah

“Kalau aksi unras itu
berpotensi akan damai, aman seperti disampaikan pak presiden kita nggak ngelarang
sepanjang aman damai,” kata Tito.

“Kita akan bergerak
duluan. Kita lihat ini akan potensinya akann tidak aman, tidak akan kita
terbitkan (STTP), kita akan bubarkan dulu, sebelum berubah jadi crowd,” pungkas
Tito.

Sebelumnya, Presiden
Joko Widodo alias Jokowi tidak melarang masyarakat untuk melaksanakan aksi
demonstrasi pada hari pelantikan presiden dan wakil presiden pada Minggu
(20/10). Jokowi menegaskan demo merupakan hak konstitusi warga negara.

“Namanya demo dijamin
konstitusi,” kata Jokowi usai menerima pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (16/10).

Jokowi juga
menegaskan, dirinya tidak pernah menginstruksikan aparat untuk melarang demo di
hari pelantikan. “Ndak ada (perintah),” imbuhnya.(jpg)

 

Presiden RI Joko
Widodo (Jokowi) telah menegaskan masyarakat boleh menggelar unjuk rasa saat
pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih 20 Oktober 2019. Hal ini
bertentangan dengan pernyataan Polda Metro Jaya yang tidak akan menerbitkan
Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) unjuk rasa.

Kapolri Jenderal Pol
Tito Karnavian mengatakan, keputusan diskresi ini diambil karena mencegah
terjadinya kerusuhan saat hari pelantikan. Terlebih pada hari tersebut,
Indonesia akan menjadi sorotan dunia. Tamu-tamu negara dalam dan luar negeri
akan turut hadir.

“Kita tidak ingin
kecolongan, kita tidak ingin menanggung resiko bahwa bangsa kita dicap buruk
meskipun tidak istilah perizinan maka yang pertama kita ingin memberikan
himbauan kepada masyarakat untuk sebaiknya tidak melakukan mobilisasi massa,”
kata Tito di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Kamis (17/10).

Keputusan ini diambil
Polri setelah berkaca pada sejumlah unjuk rasa yang pernah terjadi. Kebanyakan
berakhir rusuh, terutama jelang malam hari. Demo hanya berjalan saat siang
hari.

Baca Juga :  Perokok Dianggap Penyebab Defisit BPJS Kesehatan

“Kalau seandainya selama
ini demonya aman-aman saja kita no problem, tapi ini demonya yang belakangan
mohon maaf ada yang idealisme, ada juga pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan
ini untuk kepentingan sendiri,” imbuh Tito.

Mantan Kepala BNPT itu
menjelaskan, diskresi kepolisian tersebut sudah tertuang dalam pasal 6
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum.
Dalam pasal 6 termuat batasan dari unjuk rasa.

Diantaranya tidak
boleh mengganggu kepentingan publik ketertiban umum, tidak boleh mengganggu hak
asasi orang lain, harus sesuai dengan aturan, mengindahkan etika dan moral, dan
harus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Meski begitu, polri
menegaskan tidak melarang aksi unjuk rasa. Dengan catatan tidak anarkis. Namun,
polri tetap mengerahkan intelijen guna mencegah terjadinya unjuk rasa yang
berpotensi anarkis. Untuk demo tersebut polri akan tetap pada pendiriannya
tidak akan menerbitkan STTP.

Baca Juga :  Proses Ekonomi Indonesia Makin Cerah

“Kalau aksi unras itu
berpotensi akan damai, aman seperti disampaikan pak presiden kita nggak ngelarang
sepanjang aman damai,” kata Tito.

“Kita akan bergerak
duluan. Kita lihat ini akan potensinya akann tidak aman, tidak akan kita
terbitkan (STTP), kita akan bubarkan dulu, sebelum berubah jadi crowd,” pungkas
Tito.

Sebelumnya, Presiden
Joko Widodo alias Jokowi tidak melarang masyarakat untuk melaksanakan aksi
demonstrasi pada hari pelantikan presiden dan wakil presiden pada Minggu
(20/10). Jokowi menegaskan demo merupakan hak konstitusi warga negara.

“Namanya demo dijamin
konstitusi,” kata Jokowi usai menerima pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (16/10).

Jokowi juga
menegaskan, dirinya tidak pernah menginstruksikan aparat untuk melarang demo di
hari pelantikan. “Ndak ada (perintah),” imbuhnya.(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru