26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Suap Masih jadi Modus Utama Pelaku Usaha

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diwakili
Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) menyebutkan, perilaku suap masih
menjadi modus utama pelaku usaha di Indonesia.

“Berdasarkan data perkara tindak pidana korupsi
ditangani KPK yang melibatkan pelaku usaha, baik itu yang dilakukan pihak
swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), sebagian besar perilaku korupsi dari pelaku usaha itu berupa
penyuapan,” kata Direktur AKBU KPK Aminudin dalam acara bertajuk “Directorship
Program: No Corruption and No Gratification Sebagai Wujud Nilai Amanah IPC”,
yang diselenggarakan oleh Indonesia Port Corporation (IPC) atau PT Pelabuhan
Indonesia (Pelindo) II, di salah satu hotel di Jakarta, Jumat (16/4).

Berdasarkan data tindak pidana korupsi yang
ditangani KPK sejak 2004 sampai Desember 2020 tercatat total 1.071 perkara
terdiri atas perilaku penyuapan sebanyak 704 perkara, Pengadaan Barang dan Jasa
(PBJ) 224 perkara, penyalahgunaan anggaran 48 perkara, Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU) 36 perkara, perizinan 23 perkara, pemerasan 26 perkara, dan
merintangi proses penindakan KPK 10 perkara.

Baca Juga :  Jiwasraya Rugikan Negara Rp 13 Triliun

Aminudin mengatakan, sesuai Pasal 12B ayat 1
Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor
20 Tahun 2001, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatan dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugas mereka.

Sementara, kata dia, pada Pasal 12B ayat 2
pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap adalah
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan
paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling
banyak Rp1 miliar.

“Suap merupakan tindak pidana bagi pemberi
maupun penerima tetapi sanksi hukum tidak berlaku jika penerima melaporkan
kepada KPK,” ujar Aminudin.

Ia juga mengingatkan terkait pertanggungjawaban
pidana korupsi oleh korporasi atau pelaku usaha, sejak lebih lebih empat tahun
lalu sudah terbit Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2016 mengenai Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.

Oleh karena itu, ucap dia, KPK mendorong pelaku
usaha mengikuti sertifikasi Ahli Pembangun Integritas (API) yang diadakan oleh
KPK, serta mengaplikasikan sistem manajemen antisuap di internal perusahaan
dengan menggunakan prinsip ISO 37001 atau mengikuti pedoman KPK dalam Panduan
Pencegahan Korupsi (CEK) untuk dunia usaha.

Baca Juga :  Soal Ini, FPI, Polisi dan Mahfud MD Satu Suara

Sementara saat membuka acara, Direktur Utama
Indonesia Port Corporation (IPC) atau PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Arif
Suhartono menegaskan, pihaknya selalu berusaha agar dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari tak ada aturan yang ditabrak.

“Kami ingin berperan lebih banyak dalam
perbaikan sistem logistik di Indonesia. Dalam setiap proses harus melalui
aturan yang benar. Kami harus menerapkan ‘Good Corporate Governance’ (GCG)
secara tepat. Di sini lah pentingnya berkomunikasi dan meminta masukan dari KPK
sehingga apa yang kami lakukan meskipun tujuannya baik bila ada proses yang tak
baik hasilnya akan tak baik,” tutur Arif.

Sedangkan Komisaris
Utama IPC Moermahadi Soerja Djanegara meminta semua jajaran PT Pelindo II untuk
mencegah korupsi dan kecurangan atau “fraud” di internal perusahaannya dengan
komitmen semua pemangku-kepentingan PT Pelindo II.

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diwakili
Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) menyebutkan, perilaku suap masih
menjadi modus utama pelaku usaha di Indonesia.

“Berdasarkan data perkara tindak pidana korupsi
ditangani KPK yang melibatkan pelaku usaha, baik itu yang dilakukan pihak
swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), sebagian besar perilaku korupsi dari pelaku usaha itu berupa
penyuapan,” kata Direktur AKBU KPK Aminudin dalam acara bertajuk “Directorship
Program: No Corruption and No Gratification Sebagai Wujud Nilai Amanah IPC”,
yang diselenggarakan oleh Indonesia Port Corporation (IPC) atau PT Pelabuhan
Indonesia (Pelindo) II, di salah satu hotel di Jakarta, Jumat (16/4).

Berdasarkan data tindak pidana korupsi yang
ditangani KPK sejak 2004 sampai Desember 2020 tercatat total 1.071 perkara
terdiri atas perilaku penyuapan sebanyak 704 perkara, Pengadaan Barang dan Jasa
(PBJ) 224 perkara, penyalahgunaan anggaran 48 perkara, Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU) 36 perkara, perizinan 23 perkara, pemerasan 26 perkara, dan
merintangi proses penindakan KPK 10 perkara.

Baca Juga :  Jiwasraya Rugikan Negara Rp 13 Triliun

Aminudin mengatakan, sesuai Pasal 12B ayat 1
Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor
20 Tahun 2001, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatan dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugas mereka.

Sementara, kata dia, pada Pasal 12B ayat 2
pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap adalah
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan
paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling
banyak Rp1 miliar.

“Suap merupakan tindak pidana bagi pemberi
maupun penerima tetapi sanksi hukum tidak berlaku jika penerima melaporkan
kepada KPK,” ujar Aminudin.

Ia juga mengingatkan terkait pertanggungjawaban
pidana korupsi oleh korporasi atau pelaku usaha, sejak lebih lebih empat tahun
lalu sudah terbit Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2016 mengenai Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.

Oleh karena itu, ucap dia, KPK mendorong pelaku
usaha mengikuti sertifikasi Ahli Pembangun Integritas (API) yang diadakan oleh
KPK, serta mengaplikasikan sistem manajemen antisuap di internal perusahaan
dengan menggunakan prinsip ISO 37001 atau mengikuti pedoman KPK dalam Panduan
Pencegahan Korupsi (CEK) untuk dunia usaha.

Baca Juga :  Soal Ini, FPI, Polisi dan Mahfud MD Satu Suara

Sementara saat membuka acara, Direktur Utama
Indonesia Port Corporation (IPC) atau PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Arif
Suhartono menegaskan, pihaknya selalu berusaha agar dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari tak ada aturan yang ditabrak.

“Kami ingin berperan lebih banyak dalam
perbaikan sistem logistik di Indonesia. Dalam setiap proses harus melalui
aturan yang benar. Kami harus menerapkan ‘Good Corporate Governance’ (GCG)
secara tepat. Di sini lah pentingnya berkomunikasi dan meminta masukan dari KPK
sehingga apa yang kami lakukan meskipun tujuannya baik bila ada proses yang tak
baik hasilnya akan tak baik,” tutur Arif.

Sedangkan Komisaris
Utama IPC Moermahadi Soerja Djanegara meminta semua jajaran PT Pelindo II untuk
mencegah korupsi dan kecurangan atau “fraud” di internal perusahaannya dengan
komitmen semua pemangku-kepentingan PT Pelindo II.

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru