30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Legislator Golkar Minta Menkeu Jaga Kredibilitas Jokowi

Para
menteri ekonomi harus berupaya keras mewujudkan target-target yang disampaikan
Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Juga menjaga kredibilitasnya.

Pernyataan itu diungkapkan oleh Anggota Komisi XI DPR Mukhamad
Misbakhun dalam rapat kerja (raker) Komisi XI DPR bersama Menteri Keuangan Sri
Mulyani, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Gubernur Bank
Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) Wimboh Santoso di Kompleks Parlemen Senayan.

“Kepada Menkeu, saya ingin pastikan bahwa pidato presiden
mengenai angka pertumbuhan tidak terkoreksi lagi di ruang ini,” ujar Misbakhun
saat berbicara dalam raker yang membahas kerangka asumsi makro dan pokok-pokok
kebijakan fiskal RAPBN 2020 itu.

Legislator Partai Golkar itu mencatat, target pertumbuhan
ekonomi nasional yang disampaikan Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan
tentang nota keuangan RAPBN 2017 dan 2018 telah dikoreksi oleh Menkeu.
Misbakhun menilai koreksi itu bisa berimbas pada kredibilitas Presiden Jokowi
dan pemerintah.

“Tugas kita bersama menjaga kredibilitas presiden. Menteri
adalah pembantu presiden dan kita politisi pendukung presiden,” tegasnya.

Baca Juga :  Presiden Sebut Airlangga Sukses ‘Motori’ Kartu Prakerja

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
itu juga menambahkan, nilai pernyataan presiden sangat tinggi. Terlebih, Jokowi
menyampaikan pidatonya dalam forum yang sangat tinggi, yakni pidato kenegaraan
di depan DPR.

“Saya tidak ingin 2019 ini apa yang menjadi isi pidato presiden
mengenai pertumbuhan ekonomi kemudian dikoreksi oleh menteri keuangan,”
tegasnya.

Misbakhun juga mendorong pemerintah memiliki angka pasti tentang
tax ratio. Dalam catatannya itu, angka tax ratio masih simpang
siur. Menurutnya, ia memerinci, produk domestik bruto (PDB) Indonesia
pada 2018  mencapai Rp 14.837,4 triliun. Adapun penerimaan pajak tahun
lalu di angka Rp 1.315 ,9 triliun, sehingga angka tax ratio di kisaran 8,8
persen.

Namun jika merujuk angka total penerimaan perpajakan (pajak dan
cukai) yang mencapai Rp 1.521,4 triliun, maka angka tax ratio di kisaran 10,25
persen.

“Jadi berapa tax ratio ini, jangan sampai simpang
siur. Selisih 0,1 persen pun angkanya tetap triliunan,” tegasnya.

Baca Juga :  Imam Besar Istiqlal Berharap Mantan Juru Runding Ini Jadi Menhan

Lebih lanjut, Misbakhun menambahkan, APBN mengalami tekanan
lantaran penerimaan pajak yang tidak optimal. Di sisi lain biaya penerbitan
surat utang beserta imbal baliknya bertambah.

“Biaya (utang, red) naik tetapi penerimaan tidak optimal. Ini
menimbulkan risiko yang sangat besar, karena terakhir lelang surat utang kita
tidak semua terserap,” katanya.

Sementara itu, hal lain yang disinggung Misbakhun adalah,
pentingnya pemerintah melakukan terobosan untuk mencapai target pertumbuhan
ekonomi. Dalam pengamatan Misbakhun, para pembantu Presiden Jokowi di bidang
ekonomi tidak memiliki strategi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi.

“Target pertumbuhan tujuh persen, tetapi terobosan apa yang
ditawarkan?” ulasnya.

Selain itu Misbakhun juga mengingatkan soal selisih kurs. Sebab,
antara asumsi makro dengan fakta di lapangan berbeda.

“Karena dampaknya adalah pada penerimaan. Kalau dampaknya pada
penerimaan, risikonya juga pada pembelanjaan yang menggunakan denominasi valuta
asing. Ini harus dimitigasi,” tegasnya.
(jpc)

 

Para
menteri ekonomi harus berupaya keras mewujudkan target-target yang disampaikan
Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Juga menjaga kredibilitasnya.

Pernyataan itu diungkapkan oleh Anggota Komisi XI DPR Mukhamad
Misbakhun dalam rapat kerja (raker) Komisi XI DPR bersama Menteri Keuangan Sri
Mulyani, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Gubernur Bank
Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) Wimboh Santoso di Kompleks Parlemen Senayan.

“Kepada Menkeu, saya ingin pastikan bahwa pidato presiden
mengenai angka pertumbuhan tidak terkoreksi lagi di ruang ini,” ujar Misbakhun
saat berbicara dalam raker yang membahas kerangka asumsi makro dan pokok-pokok
kebijakan fiskal RAPBN 2020 itu.

Legislator Partai Golkar itu mencatat, target pertumbuhan
ekonomi nasional yang disampaikan Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan
tentang nota keuangan RAPBN 2017 dan 2018 telah dikoreksi oleh Menkeu.
Misbakhun menilai koreksi itu bisa berimbas pada kredibilitas Presiden Jokowi
dan pemerintah.

“Tugas kita bersama menjaga kredibilitas presiden. Menteri
adalah pembantu presiden dan kita politisi pendukung presiden,” tegasnya.

Baca Juga :  Presiden Sebut Airlangga Sukses ‘Motori’ Kartu Prakerja

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
itu juga menambahkan, nilai pernyataan presiden sangat tinggi. Terlebih, Jokowi
menyampaikan pidatonya dalam forum yang sangat tinggi, yakni pidato kenegaraan
di depan DPR.

“Saya tidak ingin 2019 ini apa yang menjadi isi pidato presiden
mengenai pertumbuhan ekonomi kemudian dikoreksi oleh menteri keuangan,”
tegasnya.

Misbakhun juga mendorong pemerintah memiliki angka pasti tentang
tax ratio. Dalam catatannya itu, angka tax ratio masih simpang
siur. Menurutnya, ia memerinci, produk domestik bruto (PDB) Indonesia
pada 2018  mencapai Rp 14.837,4 triliun. Adapun penerimaan pajak tahun
lalu di angka Rp 1.315 ,9 triliun, sehingga angka tax ratio di kisaran 8,8
persen.

Namun jika merujuk angka total penerimaan perpajakan (pajak dan
cukai) yang mencapai Rp 1.521,4 triliun, maka angka tax ratio di kisaran 10,25
persen.

“Jadi berapa tax ratio ini, jangan sampai simpang
siur. Selisih 0,1 persen pun angkanya tetap triliunan,” tegasnya.

Baca Juga :  Imam Besar Istiqlal Berharap Mantan Juru Runding Ini Jadi Menhan

Lebih lanjut, Misbakhun menambahkan, APBN mengalami tekanan
lantaran penerimaan pajak yang tidak optimal. Di sisi lain biaya penerbitan
surat utang beserta imbal baliknya bertambah.

“Biaya (utang, red) naik tetapi penerimaan tidak optimal. Ini
menimbulkan risiko yang sangat besar, karena terakhir lelang surat utang kita
tidak semua terserap,” katanya.

Sementara itu, hal lain yang disinggung Misbakhun adalah,
pentingnya pemerintah melakukan terobosan untuk mencapai target pertumbuhan
ekonomi. Dalam pengamatan Misbakhun, para pembantu Presiden Jokowi di bidang
ekonomi tidak memiliki strategi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi.

“Target pertumbuhan tujuh persen, tetapi terobosan apa yang
ditawarkan?” ulasnya.

Selain itu Misbakhun juga mengingatkan soal selisih kurs. Sebab,
antara asumsi makro dengan fakta di lapangan berbeda.

“Karena dampaknya adalah pada penerimaan. Kalau dampaknya pada
penerimaan, risikonya juga pada pembelanjaan yang menggunakan denominasi valuta
asing. Ini harus dimitigasi,” tegasnya.
(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru