30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Selama Ini Sejumlah Daerah Diduga Manipulasi Data Penduduk Miskin, Ini

JAKARTA – Sejumlah daerah disebut telah memanipulasi data terkait
penduduk miskin di wilayahnya. Banyak pemerintah daerah yang tidak menyampaikan
secara jujur terkait data jumlah penduduk miskin. Salah satu alasannya karena
ingin dianggap sukses menurunkan tingkat kemiskinan.

“Lagi-lagi ini soal data kalau
terkait sistem perlindungan sosial. Banyak daerah ketika ditanya jumlah warga
miskinnya tidak jujur. Karena daerah ingin dicatat sukses menurunkan jumlah
orang miskin. Karena itu, jumlahnya dikurangi,” ujar Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso
Monoarfa dalam Rakorbangpus 2020 secara virtual di Jakarta, Selasa (12/5).

Dia menuturkan ketika pemerintah
pusat ingin membagikan bantuan sosial (bansos), tiba-tiba pemerintah daerah
menyebut jumlah penduduk miskinnya bertambah. “Bukan hanya saat masa pandemi
ini. Sebelumnya juga terjadi,” imbuhnya.

Padahal, akurasi dan kelengkapan
data terkait jumlah penduduk miskin sangat penting dalam menentukan langkah dan
kebijakan pemerintah. “Akurasi dan kelengkapan data kemudian memperbarui data
itu sedemikian rupa itu penting,” tegasnya.

Suharso meminta agar data
mengenai jumlah penduduk miskin dapat terus diperbaharui dan menjadi perhatian
utama oleh setiap pemerintah daerah. Tujuannya agar dapat disesuaikan dengan
penyaluran bansos.

Dia berharap pemerintah pusat
maupun daerah dapat berkoordinasi baik dalam menghadapi berbagai macam
persoalan. Terutama terkait data jumlah penduduk miskin. “Kita harus
bersama-sama membasmi kemiskinan mendekati nol pada 2024. Ini yang harus
ditekan bahkan sampai dengan nol,” terangnya.

Baca Juga :  Keputusan Pembukaan Sekolah Tergantung Gugus Tugas Daerah

Pemerintah, lanjutnya, memiliki
target menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia hingga mendekati nol pada
2024 mendatang. Di sisi lain, adanya pandemi COVID-19 menyebabkan potensi
terjadinya pertambahan jumlah penduduk miskin sebanyak 2 juta orang pada akhir
2020 dibandingkan 2019.

Suharso menyebutkan outlook
tingkat kemiskinan pada tahun ini sebesar 9,7 persen sampai 10,2 persen dengan
target penurunan tingkat kemiskinan di level 9,2 persen hingga 9,7 persen untuk
2021. ”Tahun ini kita berharap bisa menekannya menjadi 9 persen bahkan 8,5
persen. Tetapi mungkin ada penambahan. Mudah-mudahan tidak kembali ke dua
digit. Karena itu benar-benar pekerjaan yang berat pada 2021,” urainya.

Selain itu, jumlah masyarakat
yang dirumahkan dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi
COVID-19 mencapai 2 juta hingga 3,7 juta orang. Angka tersebut jauh lebih besar
dibandingkan dengan catatan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Yaitu
1,7 juta orang. Sementara Kadin mencatat terdapat 6 juta orang menganggur
akibat pandemi COVID-19. “Kemnaker mencatat 1,7 juta tenaga kerja yang di-PHK
dan Bappenas sendiri menghitungnya sekitar 2 juta sampai 3,7 juta orang,” tuturnya.

Baca Juga :  Merasa Berat Divonis 5 Tahun Penjara, Edhy Prabowo Ajukan Banding

Bappenas juga memprediksi jumlah
pengangguran di Indonesia pada tahun ini akan bertambah 4,22 juta orang dengan
outlook Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 2020 sebesar 7,8 persen sampai 8,5
persen. “Hitungan kita perkirakan 2,3 juta sampai 2,8 juta terjadi penciptaan
lapangan pekerjaan pada 2021 berhadapan dengan pengangguran yang akan bertambah
4,22 juta pada 2020 dibandingkan 2019,” bebernya.

Prediksi tersebut lebih tinggi
dibandingkan target tingkat pengangguran terbuka dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) 2020 yaitu sebesar 4,8 persen sampai 5 persen atau
realisasi 2019 sebesar 5,28 persen. Peningkatan jumlah pengangguran sejalan
dengan peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Diprediksi jumlahnya
bertambah dua juta orang pada akhir 2020. “Bersama dengan itu akan memunculkan
barisan baru terkait kemiskinan yang diakibatkan oleh orang yang kehilangan lapangan
pekerjaan,” lanjutnya.

Pemerintah, kata Suharso, akan
segera melakukan pemulihan ekonomi. Yakni dimulai pada sektor yang memiliki
banyak lapangan pekerjaan. Sseperti pariwisata, industri manufaktur, dan
perdagangan. “Investasi juga kita pulihkan utamanya yang padat karya dan
pariwisata. Kita tahu mereka mengalami keterpurukan yang luar biasa. Sehingga
penyerapannya terhadap tenaga kerja juga luar biasa besar,” terang Suharso.

JAKARTA – Sejumlah daerah disebut telah memanipulasi data terkait
penduduk miskin di wilayahnya. Banyak pemerintah daerah yang tidak menyampaikan
secara jujur terkait data jumlah penduduk miskin. Salah satu alasannya karena
ingin dianggap sukses menurunkan tingkat kemiskinan.

“Lagi-lagi ini soal data kalau
terkait sistem perlindungan sosial. Banyak daerah ketika ditanya jumlah warga
miskinnya tidak jujur. Karena daerah ingin dicatat sukses menurunkan jumlah
orang miskin. Karena itu, jumlahnya dikurangi,” ujar Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso
Monoarfa dalam Rakorbangpus 2020 secara virtual di Jakarta, Selasa (12/5).

Dia menuturkan ketika pemerintah
pusat ingin membagikan bantuan sosial (bansos), tiba-tiba pemerintah daerah
menyebut jumlah penduduk miskinnya bertambah. “Bukan hanya saat masa pandemi
ini. Sebelumnya juga terjadi,” imbuhnya.

Padahal, akurasi dan kelengkapan
data terkait jumlah penduduk miskin sangat penting dalam menentukan langkah dan
kebijakan pemerintah. “Akurasi dan kelengkapan data kemudian memperbarui data
itu sedemikian rupa itu penting,” tegasnya.

Suharso meminta agar data
mengenai jumlah penduduk miskin dapat terus diperbaharui dan menjadi perhatian
utama oleh setiap pemerintah daerah. Tujuannya agar dapat disesuaikan dengan
penyaluran bansos.

Dia berharap pemerintah pusat
maupun daerah dapat berkoordinasi baik dalam menghadapi berbagai macam
persoalan. Terutama terkait data jumlah penduduk miskin. “Kita harus
bersama-sama membasmi kemiskinan mendekati nol pada 2024. Ini yang harus
ditekan bahkan sampai dengan nol,” terangnya.

Baca Juga :  Keputusan Pembukaan Sekolah Tergantung Gugus Tugas Daerah

Pemerintah, lanjutnya, memiliki
target menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia hingga mendekati nol pada
2024 mendatang. Di sisi lain, adanya pandemi COVID-19 menyebabkan potensi
terjadinya pertambahan jumlah penduduk miskin sebanyak 2 juta orang pada akhir
2020 dibandingkan 2019.

Suharso menyebutkan outlook
tingkat kemiskinan pada tahun ini sebesar 9,7 persen sampai 10,2 persen dengan
target penurunan tingkat kemiskinan di level 9,2 persen hingga 9,7 persen untuk
2021. ”Tahun ini kita berharap bisa menekannya menjadi 9 persen bahkan 8,5
persen. Tetapi mungkin ada penambahan. Mudah-mudahan tidak kembali ke dua
digit. Karena itu benar-benar pekerjaan yang berat pada 2021,” urainya.

Selain itu, jumlah masyarakat
yang dirumahkan dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi
COVID-19 mencapai 2 juta hingga 3,7 juta orang. Angka tersebut jauh lebih besar
dibandingkan dengan catatan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Yaitu
1,7 juta orang. Sementara Kadin mencatat terdapat 6 juta orang menganggur
akibat pandemi COVID-19. “Kemnaker mencatat 1,7 juta tenaga kerja yang di-PHK
dan Bappenas sendiri menghitungnya sekitar 2 juta sampai 3,7 juta orang,” tuturnya.

Baca Juga :  Merasa Berat Divonis 5 Tahun Penjara, Edhy Prabowo Ajukan Banding

Bappenas juga memprediksi jumlah
pengangguran di Indonesia pada tahun ini akan bertambah 4,22 juta orang dengan
outlook Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 2020 sebesar 7,8 persen sampai 8,5
persen. “Hitungan kita perkirakan 2,3 juta sampai 2,8 juta terjadi penciptaan
lapangan pekerjaan pada 2021 berhadapan dengan pengangguran yang akan bertambah
4,22 juta pada 2020 dibandingkan 2019,” bebernya.

Prediksi tersebut lebih tinggi
dibandingkan target tingkat pengangguran terbuka dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) 2020 yaitu sebesar 4,8 persen sampai 5 persen atau
realisasi 2019 sebesar 5,28 persen. Peningkatan jumlah pengangguran sejalan
dengan peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Diprediksi jumlahnya
bertambah dua juta orang pada akhir 2020. “Bersama dengan itu akan memunculkan
barisan baru terkait kemiskinan yang diakibatkan oleh orang yang kehilangan lapangan
pekerjaan,” lanjutnya.

Pemerintah, kata Suharso, akan
segera melakukan pemulihan ekonomi. Yakni dimulai pada sektor yang memiliki
banyak lapangan pekerjaan. Sseperti pariwisata, industri manufaktur, dan
perdagangan. “Investasi juga kita pulihkan utamanya yang padat karya dan
pariwisata. Kita tahu mereka mengalami keterpurukan yang luar biasa. Sehingga
penyerapannya terhadap tenaga kerja juga luar biasa besar,” terang Suharso.

Terpopuler

Artikel Terbaru