30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Penundaan DAU Hambat Kinerja Daerah

JAKARTA – Penundaan pencairan sebagian Dana Alokasi Umum (DAU) ke
daerah mendapat sorotan anggota DPR RI. Pasalnya penundaan tersebut bisa menghambat
kinerja keuangan daerah.

“Apalagi bila sampai tidak bisa
disalurkan, tentu ini dapat mengganggu kinerja keuangan di daerah.
Program-program yang telah disusun bisa saja terbengkalai bahkan mangkrak sama
sekali,” kata Anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan di Jakarta, kemarin (11/5).

Penundaan DAU itu berdasarkan PMK
No.35/PMK.07/2020. Disebutkan, DAU dan DBH bagi pemerintah daerah (pemda) yang
tidak memenuhi ketentuan Laporan APBD TA 2020 ditunda.

Pun demikian bagi pemda yang
telah menyampaikan laporan APBN, namun belum sesuai ketentuan SKB Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Keuangan serta PMK No.35/2020, juga mendapat penundaan DAU.
Penundaan ini hanya bersifat sementara sampai pemda menyesuaikan laporan
APBN-nya.

“Kalau sampai 10 hari sebelum
berakhirnya tahun anggaran 2020 laporan belum diserahkan, DAU atau DBH itu
tidak bisa disalurkan lagi ke pemda bersangkutan,” kata Heri.

Baca Juga :  Naik 496 Kasus Baru, Sudah 18.010 Orang Terinfeksi Covid-19

Ia juga meminta Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD) bergerak cepat melakukan penyesuaian laporan APB-nya,
sehingga program-programnya bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Selain itu, menurut dia,
seharusnya pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tak
mempersulit DAU untuk 380 pemda di tengah pandemi Covid-19. Kata dia, banyak
daerah yang terpaksa ditunda penyaluran DAU-nya sebesar 35 persen dari total
DAU atau DBH setiap bulannya, mulai bulan Mei. Dari 380 kabupaten atau kota
itu, ada 18 propinsi di dalamnya. Dan dari kegiatan refocusing dan realokasi
APBD tersebut terkumpul anggaran sebesar Rp63,88 triliun.

“Segera cairkan DAU untuk semua
pemda, terutama pemda yg sudah menyelesaikan laporan di atas 50 persen.
Intinya, sudah ada iktikad baik dari pemda, namun memang membutuhkan waktu
dalam prosesnya. Ini yang harus dipahami oleh menkeu,” tegas dia.

Baca Juga :  Tantangan Olivia Jensen Jadi Pengisi Suara Serial Animasi

Terpisah, ekonom dari Institute
for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna berpandangan
lain, ia setuju dengan kebijakan Menteri Sri Mulyani yang menunda Dana Alokasi
Khusus (DAU) bagi pemda yang tak memenuhi ketentuan Laporan APBD 2020.

“DAU perlu ditunda bahkan ada
sebagian yang harus direalokasi untuk DAK kesehatan demi meningkatkan kapasitas
fasilitas kesehatan dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga miskin,” ujar
Ariyo kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (11/5).

Menurutnya, kebijakan tersebut
sangat wajar mengingat penerimaan pajak pada bulan Maret 220 mengalami
penurunan 2,5 persen dibandingkan periode tahun lalu. “Tentu ini masuk akal,
karena otomatis penerimaan pajak tahun ini akan turun drastis,” pungkasnya.

JAKARTA – Penundaan pencairan sebagian Dana Alokasi Umum (DAU) ke
daerah mendapat sorotan anggota DPR RI. Pasalnya penundaan tersebut bisa menghambat
kinerja keuangan daerah.

“Apalagi bila sampai tidak bisa
disalurkan, tentu ini dapat mengganggu kinerja keuangan di daerah.
Program-program yang telah disusun bisa saja terbengkalai bahkan mangkrak sama
sekali,” kata Anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan di Jakarta, kemarin (11/5).

Penundaan DAU itu berdasarkan PMK
No.35/PMK.07/2020. Disebutkan, DAU dan DBH bagi pemerintah daerah (pemda) yang
tidak memenuhi ketentuan Laporan APBD TA 2020 ditunda.

Pun demikian bagi pemda yang
telah menyampaikan laporan APBN, namun belum sesuai ketentuan SKB Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Keuangan serta PMK No.35/2020, juga mendapat penundaan DAU.
Penundaan ini hanya bersifat sementara sampai pemda menyesuaikan laporan
APBN-nya.

“Kalau sampai 10 hari sebelum
berakhirnya tahun anggaran 2020 laporan belum diserahkan, DAU atau DBH itu
tidak bisa disalurkan lagi ke pemda bersangkutan,” kata Heri.

Baca Juga :  Naik 496 Kasus Baru, Sudah 18.010 Orang Terinfeksi Covid-19

Ia juga meminta Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD) bergerak cepat melakukan penyesuaian laporan APB-nya,
sehingga program-programnya bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Selain itu, menurut dia,
seharusnya pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tak
mempersulit DAU untuk 380 pemda di tengah pandemi Covid-19. Kata dia, banyak
daerah yang terpaksa ditunda penyaluran DAU-nya sebesar 35 persen dari total
DAU atau DBH setiap bulannya, mulai bulan Mei. Dari 380 kabupaten atau kota
itu, ada 18 propinsi di dalamnya. Dan dari kegiatan refocusing dan realokasi
APBD tersebut terkumpul anggaran sebesar Rp63,88 triliun.

“Segera cairkan DAU untuk semua
pemda, terutama pemda yg sudah menyelesaikan laporan di atas 50 persen.
Intinya, sudah ada iktikad baik dari pemda, namun memang membutuhkan waktu
dalam prosesnya. Ini yang harus dipahami oleh menkeu,” tegas dia.

Baca Juga :  Tantangan Olivia Jensen Jadi Pengisi Suara Serial Animasi

Terpisah, ekonom dari Institute
for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna berpandangan
lain, ia setuju dengan kebijakan Menteri Sri Mulyani yang menunda Dana Alokasi
Khusus (DAU) bagi pemda yang tak memenuhi ketentuan Laporan APBD 2020.

“DAU perlu ditunda bahkan ada
sebagian yang harus direalokasi untuk DAK kesehatan demi meningkatkan kapasitas
fasilitas kesehatan dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga miskin,” ujar
Ariyo kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (11/5).

Menurutnya, kebijakan tersebut
sangat wajar mengingat penerimaan pajak pada bulan Maret 220 mengalami
penurunan 2,5 persen dibandingkan periode tahun lalu. “Tentu ini masuk akal,
karena otomatis penerimaan pajak tahun ini akan turun drastis,” pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru