30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Nah Lho! BPOM Sebut Vaksin Nusantara Justru Dominan Asing

PROKALTENG.CO – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny
Kusumastuti Lukito menyebut bahwa ternyata peneliti Indonesia tak banyak
berperan Vaksin Nusantara yang didengungkan oleh mantan Menteri Kesehatan
Terawan Agus Putranto. Justru sebaliknya, yang banyak berperan adalah peneliti
asing.

Padahal Vaksin Nusantara ini
digembor-gemborkan merupakan vaksin hasil karya anak bangsa. Namun kenyataannya
justru vaksin ini lebih banyak dikembangkan oleh AVITA Biomedical asal Amerika
Serikat.

Ucapan Kepala BPOM ini
disampaikan saat dua dalam rapat dengar dengan Komisi IX DPR RI yang disiarkan
secara daring, Kamis (8/4/2021). Menurut Penny, dalam hasil uji klinis vaksin I
ini, pembahasannya ternyata tim peneliti asinglah yang menjelaskan, yang
membela dan berdiskusi, yang memproses, pada saat kita hearing. Dan terbukti
proses pelaksanaan uji klinis, proses produksinya semua dilakukan tim peneliti
asing tersebut.

“Tim peneliti dari Rumah
Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang dan Universitas Diponegoro tak
banyak berperan dalam uji klinis I vaksin tersebut. Mereka disebut lebih banyak
menonton tim peneliti dari AS bekerja,” kata Penny dilansir ngopibareng.id.

Baca Juga :  Kunker Jokowi Bikin Kerumunan, PAN: Protokol Harus Bertanggung Jawab

Selain persoalan tenaga ahli yang
terlibat dalam menciptakan vaksin tersebut, Penny juga menyoroti soal komponen
yang digunakan dalam vaksin tersebut. Kata Penny, komponen yang dipakai dalam
Vaksin Nusantara itu sebagian besar masih harus impor dan harganya mahal.

Namun sayangnya, meski komponen
itu harus diimpor dengan harga yang mahal, namun kenyataannya antigen yang
digunakan dalam pengembangan vaksin tidak dalam kualitas mutu untuk masuk dalam
tubuh manusia.

Penny juga menilai janggal karena
konsep vaksinasi dendritik ini akan dilakukan di tempat terbuka. Ia mengatakan
aktivitas yang memanfaatkan dendritik seharusnya dilakukan steril dan tertutup.

Ia menjelaskan proses pemanfaatan
dendritik dilakukan dengan mengambil sampel darah setiap penerima vaksin untuk
kemudian dipaparkan dengan kit vaksin yang dibentuk dari sel dendritik.
Kemudian sel yang telah mengenal antigen akan diinkubasi selama 3-7 hari.

Baca Juga :  Ben Kasyafani Pengin Naik Haji Tahun Depan

Setelah itu, baru hasilnya
disuntik ke tubuh penerima vaksin. Sel dendritik tersebut diharapkan akan
memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap Sars
Cov-2.

“Artinya harus ada rentetan
validasi yang membuktikan bahwa produk tersebut sebelum dimasukkan ke subjek
benar-benar steril, tidak terkontaminasi, dan itu tidak dipenuhi,”
katanya.

Sebelumnya, BPOM tidak memberikan
izin kelanjutan proses pengembangan uji klinis tahap II pada Vaksin Nusantara.
Akibatnya, pengembangan vaksin tersebut dihentikan sementara.

Munculnya nama Vaksin Nusantara
ke muka publik pun banyak menuai pro dan kontra. Banyak klaim yang
digadang-gadang tim peneliti pada vaksin tersebut. Mulai dari antibodi vaksin
yang diklaim bertahan seumur hidup hingga vaksin aman untuk semua umur dengan
komorbid.

PROKALTENG.CO – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny
Kusumastuti Lukito menyebut bahwa ternyata peneliti Indonesia tak banyak
berperan Vaksin Nusantara yang didengungkan oleh mantan Menteri Kesehatan
Terawan Agus Putranto. Justru sebaliknya, yang banyak berperan adalah peneliti
asing.

Padahal Vaksin Nusantara ini
digembor-gemborkan merupakan vaksin hasil karya anak bangsa. Namun kenyataannya
justru vaksin ini lebih banyak dikembangkan oleh AVITA Biomedical asal Amerika
Serikat.

Ucapan Kepala BPOM ini
disampaikan saat dua dalam rapat dengar dengan Komisi IX DPR RI yang disiarkan
secara daring, Kamis (8/4/2021). Menurut Penny, dalam hasil uji klinis vaksin I
ini, pembahasannya ternyata tim peneliti asinglah yang menjelaskan, yang
membela dan berdiskusi, yang memproses, pada saat kita hearing. Dan terbukti
proses pelaksanaan uji klinis, proses produksinya semua dilakukan tim peneliti
asing tersebut.

“Tim peneliti dari Rumah
Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang dan Universitas Diponegoro tak
banyak berperan dalam uji klinis I vaksin tersebut. Mereka disebut lebih banyak
menonton tim peneliti dari AS bekerja,” kata Penny dilansir ngopibareng.id.

Baca Juga :  Kunker Jokowi Bikin Kerumunan, PAN: Protokol Harus Bertanggung Jawab

Selain persoalan tenaga ahli yang
terlibat dalam menciptakan vaksin tersebut, Penny juga menyoroti soal komponen
yang digunakan dalam vaksin tersebut. Kata Penny, komponen yang dipakai dalam
Vaksin Nusantara itu sebagian besar masih harus impor dan harganya mahal.

Namun sayangnya, meski komponen
itu harus diimpor dengan harga yang mahal, namun kenyataannya antigen yang
digunakan dalam pengembangan vaksin tidak dalam kualitas mutu untuk masuk dalam
tubuh manusia.

Penny juga menilai janggal karena
konsep vaksinasi dendritik ini akan dilakukan di tempat terbuka. Ia mengatakan
aktivitas yang memanfaatkan dendritik seharusnya dilakukan steril dan tertutup.

Ia menjelaskan proses pemanfaatan
dendritik dilakukan dengan mengambil sampel darah setiap penerima vaksin untuk
kemudian dipaparkan dengan kit vaksin yang dibentuk dari sel dendritik.
Kemudian sel yang telah mengenal antigen akan diinkubasi selama 3-7 hari.

Baca Juga :  Ben Kasyafani Pengin Naik Haji Tahun Depan

Setelah itu, baru hasilnya
disuntik ke tubuh penerima vaksin. Sel dendritik tersebut diharapkan akan
memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap Sars
Cov-2.

“Artinya harus ada rentetan
validasi yang membuktikan bahwa produk tersebut sebelum dimasukkan ke subjek
benar-benar steril, tidak terkontaminasi, dan itu tidak dipenuhi,”
katanya.

Sebelumnya, BPOM tidak memberikan
izin kelanjutan proses pengembangan uji klinis tahap II pada Vaksin Nusantara.
Akibatnya, pengembangan vaksin tersebut dihentikan sementara.

Munculnya nama Vaksin Nusantara
ke muka publik pun banyak menuai pro dan kontra. Banyak klaim yang
digadang-gadang tim peneliti pada vaksin tersebut. Mulai dari antibodi vaksin
yang diklaim bertahan seumur hidup hingga vaksin aman untuk semua umur dengan
komorbid.

Terpopuler

Artikel Terbaru