30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Ikatan Dokter Anak Tolak Relaksasi Pembukaan Sekolah

KALTENGPOS.CO – Niat pemerintah membuka kembali sekolah di zona
nonhijau ditentang keras. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bersikukuh, anak
harus tetap di rumah selama masa pandemi Covid-19 karena berisiko tinggi
tertular dan menularkan.

Ketua Umum IDAI dr Aman Pulungan
SpA (K) menyampaikan, ada sejumlah alasan mengapa anak harus tetap belajar dari
rumah. Salah satunya, kematian anak Indonesia akibat Covid-19 saat ini paling
tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia-Pasifik.

Merujuk pada data IDAI, jumlah
anak terpapar Covid-19 mencapai angka ribuan. Sementara itu, yang meninggal
akibat Covid-19 sekitar 60 anak.

Jumlah meninggal diakuinya sudah
tak sebanyak sebelumnya, tetapi kasus positif terus bertambah. ”Ini bukan untuk
menakut-nakuti. Ini bukan hoaks, karena kami yang merawat,” tutur dia dalam
diskusi Perlindungan Anak di Masa Pandemi secara daring, Senin (3/8).

Dia menegaskan, rasa bosan di
rumah tidak sebanding dengan kesehatan anak. Mengingat, hingga kini nyaris setiap
pekan ada kasus anak terpapar virus baru tersebut. Karena itu, orang tua bisa
membayangkan ketika anak harus dirawat karena Covid-19 sebelum meminta sekolah
kembali dibuka. Apalagi jika sampai meregang nyawa.

Penanganan anak terpapar Covid-19
itu pun tidak mudah. Sebagai langkah awal saja, tim dokter kerap kesusahan
mencari kamar untuk anak-anak positif Covid-19.

”Bagi orang tua yang mau anak
sekolah hari ini, coba dipikirkan kalau anak sakit, siapa yang periksa PCR, di
mana mau dirawat? Apa sekolah yang merujuknya?” papar alumnus Universitas
Indonesia (UI) tersebut.

Baca Juga :  Kemenperin Siapkan Penghargaan untuk Optimalkan Produk Dalam Negeri

Belum lagi, ketika anak diisolasi
yang tidak mungkin dilakukan seorang diri. Harus ada orang tua yang ikut dalam
perawatan. Artinya, orang tua bakal ikut terpapar. Sebab, anak juga memiliki
potensi untuk menularkan, tidak hanya tertular.

Selain itu, pemerintah diminta
tak memberikan angin surga. Mengumumkan suatu daerah sudah zona hijau, padahal
masih ada kasus baru yang terjadi di sana. ”Ini kan sangat dinamis. Bisa jadi
itu hasil 2-3 minggu lalu,” katanya.

Aman juga meminta Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk segera memilah kurikulum darurat
yang diberikan kepada anak. Dengan demikian, tidak semua materi diberikan yang
akhirnya membuat anak stres.

Menurut dia, tak jadi soal proses
pembelajaran dilakukan jarak jauh (PJJ) tanpa harus ada tuntutan pemenuhan
target. Bahkan, jika proses belajar mengajar di sekolah dimundurkan hingga satu
tahun. Sebab, saat ini yang harus diutamakan adalah hak hidup dan hak sehat.
Setelahnya, baru hak pendidikan.

”Tunda dulu sampai 2020. Nanti
mendekati Desember kita nilai,” ungkapnya.

Apabila kondisi masih sama dengan
saat ini, sebaiknya tahun 2021 pun masih full PJJ. ”Kami tidak bisa melihat
satu orang anak lagi meninggal,” tegasnya.

Baca Juga :  Aturan Baru, Umrah Kini Dikelola PPIU

Ketua Lembaga Perlindungan Anak
Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi turut mengamini. Dia meminta seluruh masyarakat
untuk bersabar dan bertahan di rumah.

Diakui, pada masa belajar dari
rumah ini, banyak aduan yang masuk. Ada orang tua yang kebingungan hingga menimbulkan
tekanan-tekanan. ”Amat sangat dipahami. Reaksi wajar ketika kondisi darurat dan
ini bukan lokal, melainkan global,” ungkapnya.

Kendati demikian, pria yang akrab
disapa Kak Seto itu meminta semua pihak memikirkan hak-hak anak. Saat ini hak
paling mendasar adalah hak hidup, hak mendapat perlindungan, hak tumbuh
kembang, dan hak berpartisipasi. ”Kalau buka sekolah, jelas melanggar keras hak
hidup,” tegasnya.

Selain itu, Kemendikbud dituntut
agar segera mengeluarkan kurikulum darurat untuk menyikapi proses pembelajaran
saat ini. Termasuk pengawasan atas implementasi Surat Edaran Mendikbud 4/2020.
Isinya tentang siswa yang tidak boleh dibebani menuntaskan seluruh capaian
kurikulum di masa pandemi.

Dia juga meminta agar ada jaminan
anak naik kelas selama masa pandemi ini sehingga tidak ada beban. ”Jangan
sampai ada kasus anak diancam tidak naik kelas karena tidak mau tatap muka atau
capaian kurikulum tadi,” tuturnya.

Pendidikan saat ini, lanjut dia,
sebaiknya lebih mengajarkan soal kecakapan hidup. Salah satunya, bagaimana
menghadapi Covid-19.

KALTENGPOS.CO – Niat pemerintah membuka kembali sekolah di zona
nonhijau ditentang keras. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bersikukuh, anak
harus tetap di rumah selama masa pandemi Covid-19 karena berisiko tinggi
tertular dan menularkan.

Ketua Umum IDAI dr Aman Pulungan
SpA (K) menyampaikan, ada sejumlah alasan mengapa anak harus tetap belajar dari
rumah. Salah satunya, kematian anak Indonesia akibat Covid-19 saat ini paling
tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia-Pasifik.

Merujuk pada data IDAI, jumlah
anak terpapar Covid-19 mencapai angka ribuan. Sementara itu, yang meninggal
akibat Covid-19 sekitar 60 anak.

Jumlah meninggal diakuinya sudah
tak sebanyak sebelumnya, tetapi kasus positif terus bertambah. ”Ini bukan untuk
menakut-nakuti. Ini bukan hoaks, karena kami yang merawat,” tutur dia dalam
diskusi Perlindungan Anak di Masa Pandemi secara daring, Senin (3/8).

Dia menegaskan, rasa bosan di
rumah tidak sebanding dengan kesehatan anak. Mengingat, hingga kini nyaris setiap
pekan ada kasus anak terpapar virus baru tersebut. Karena itu, orang tua bisa
membayangkan ketika anak harus dirawat karena Covid-19 sebelum meminta sekolah
kembali dibuka. Apalagi jika sampai meregang nyawa.

Penanganan anak terpapar Covid-19
itu pun tidak mudah. Sebagai langkah awal saja, tim dokter kerap kesusahan
mencari kamar untuk anak-anak positif Covid-19.

”Bagi orang tua yang mau anak
sekolah hari ini, coba dipikirkan kalau anak sakit, siapa yang periksa PCR, di
mana mau dirawat? Apa sekolah yang merujuknya?” papar alumnus Universitas
Indonesia (UI) tersebut.

Baca Juga :  Kemenperin Siapkan Penghargaan untuk Optimalkan Produk Dalam Negeri

Belum lagi, ketika anak diisolasi
yang tidak mungkin dilakukan seorang diri. Harus ada orang tua yang ikut dalam
perawatan. Artinya, orang tua bakal ikut terpapar. Sebab, anak juga memiliki
potensi untuk menularkan, tidak hanya tertular.

Selain itu, pemerintah diminta
tak memberikan angin surga. Mengumumkan suatu daerah sudah zona hijau, padahal
masih ada kasus baru yang terjadi di sana. ”Ini kan sangat dinamis. Bisa jadi
itu hasil 2-3 minggu lalu,” katanya.

Aman juga meminta Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk segera memilah kurikulum darurat
yang diberikan kepada anak. Dengan demikian, tidak semua materi diberikan yang
akhirnya membuat anak stres.

Menurut dia, tak jadi soal proses
pembelajaran dilakukan jarak jauh (PJJ) tanpa harus ada tuntutan pemenuhan
target. Bahkan, jika proses belajar mengajar di sekolah dimundurkan hingga satu
tahun. Sebab, saat ini yang harus diutamakan adalah hak hidup dan hak sehat.
Setelahnya, baru hak pendidikan.

”Tunda dulu sampai 2020. Nanti
mendekati Desember kita nilai,” ungkapnya.

Apabila kondisi masih sama dengan
saat ini, sebaiknya tahun 2021 pun masih full PJJ. ”Kami tidak bisa melihat
satu orang anak lagi meninggal,” tegasnya.

Baca Juga :  Aturan Baru, Umrah Kini Dikelola PPIU

Ketua Lembaga Perlindungan Anak
Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi turut mengamini. Dia meminta seluruh masyarakat
untuk bersabar dan bertahan di rumah.

Diakui, pada masa belajar dari
rumah ini, banyak aduan yang masuk. Ada orang tua yang kebingungan hingga menimbulkan
tekanan-tekanan. ”Amat sangat dipahami. Reaksi wajar ketika kondisi darurat dan
ini bukan lokal, melainkan global,” ungkapnya.

Kendati demikian, pria yang akrab
disapa Kak Seto itu meminta semua pihak memikirkan hak-hak anak. Saat ini hak
paling mendasar adalah hak hidup, hak mendapat perlindungan, hak tumbuh
kembang, dan hak berpartisipasi. ”Kalau buka sekolah, jelas melanggar keras hak
hidup,” tegasnya.

Selain itu, Kemendikbud dituntut
agar segera mengeluarkan kurikulum darurat untuk menyikapi proses pembelajaran
saat ini. Termasuk pengawasan atas implementasi Surat Edaran Mendikbud 4/2020.
Isinya tentang siswa yang tidak boleh dibebani menuntaskan seluruh capaian
kurikulum di masa pandemi.

Dia juga meminta agar ada jaminan
anak naik kelas selama masa pandemi ini sehingga tidak ada beban. ”Jangan
sampai ada kasus anak diancam tidak naik kelas karena tidak mau tatap muka atau
capaian kurikulum tadi,” tuturnya.

Pendidikan saat ini, lanjut dia,
sebaiknya lebih mengajarkan soal kecakapan hidup. Salah satunya, bagaimana
menghadapi Covid-19.

Terpopuler

Artikel Terbaru