30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Rektor Asing Solusi Instan

Suara penolakan
terhadap program rektor asing semakin kencang. Mantan rektor, guru besar,
hingga pengamat pendidikan berharap kebijakan itu tidak diterapkan.

Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember/ITS (periode
2015-2019) Joni Hermana menyebutkan, usulan program itu muncul karena
pemerintah malu dengan peringkat perguruan tinggi negeri (PTN) dalam daftar QS
World University Ranking (QS-WUR). Selama ini peringkat tersebut menjadi acuan
kualitas oleh Kemenristekdikti. “Malu dengan posisi yang kedodoran, lalu
keluarlah ide mengimpor rektor dan dosen asing,” katanya kemarin (3/8).

Seharusnya, lanjut Joni, pemerintah justru angkat topi atas
kerja keras para rektor dan dosen PTN saat ini. Mereka telah produktif
menghasilkan publikasi internasional di tengah segala keterbatasan yang ada.
Terutama support anggaran
dari pemerintah. Bisa dibilang, para akademisi Indonesia saat ini dituntut
untuk ikhlas mengabdi di tengah berbagai keterbatasan. Sesuatu yang mungkin
tidak terjadi pada akademisi di negara lain.

Baca Juga :  Mahasiswa Halangi Deklarasi KAMI Ngaku Dibayar Rp100 Ribu

Total publikasi jurnal dan prosiding internasional berbasis
Scopus Indonesia per Januari 2019 adalah 17.593. Sedangkan Malaysia yang ada di
peringkat pertama Scopus mempunyai jumlah publikasi 17.821 di Asia Tenggara.
Lebih dari separo jumlah publikasi ilmiah internasional itu dihasilkan dalam
tiga tahun terakhir.

“Artinya, kita harus sabar untuk menunggu beberapa tahun ke
depan. Semuanya ini butuh proses. Karena hasilnya tidak bisa diperoleh secara
instan,” tutur pria yang juga menjabat wakil ketua I Lembaga Tes Masuk
Perguruan Tinggi itu.

Di sisi lain, Universitas Indonesia (UI) menegaskan, tidak ada
WNA yang menjadi kandidat rektor dalam pilrek yang sedang berlangsung. Total
ada 39 orang pelamar calon rektor UI hingga pendaftaran ditutup Jumat (2/8).

Baca Juga :  Bakal Hidup Lama dengan Covid-19, Menkes Atur Cara Makan di Restoran

“Sebanyak 26 orang pendaftar berasal dari lingkungan UI,
sedangkan 13 orang berasal dari luar. Seluruhnya WNI (warga negara Indonesia,
Red),” terang Kepala Kantor Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI Rifelly
Dewi Astuti.

Dalam statuta UI, lanjut Rifelly, syarat menjadi calon rektor UI
adalah harus WNI. Kemudian belum berusia 60 tahun per 4 Desember 2019 serta
sehat jasmani dan jiwa. Secara akademis, carek harus berpendidikan minimal S-3
(doktor).(jpg)

 

Suara penolakan
terhadap program rektor asing semakin kencang. Mantan rektor, guru besar,
hingga pengamat pendidikan berharap kebijakan itu tidak diterapkan.

Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember/ITS (periode
2015-2019) Joni Hermana menyebutkan, usulan program itu muncul karena
pemerintah malu dengan peringkat perguruan tinggi negeri (PTN) dalam daftar QS
World University Ranking (QS-WUR). Selama ini peringkat tersebut menjadi acuan
kualitas oleh Kemenristekdikti. “Malu dengan posisi yang kedodoran, lalu
keluarlah ide mengimpor rektor dan dosen asing,” katanya kemarin (3/8).

Seharusnya, lanjut Joni, pemerintah justru angkat topi atas
kerja keras para rektor dan dosen PTN saat ini. Mereka telah produktif
menghasilkan publikasi internasional di tengah segala keterbatasan yang ada.
Terutama support anggaran
dari pemerintah. Bisa dibilang, para akademisi Indonesia saat ini dituntut
untuk ikhlas mengabdi di tengah berbagai keterbatasan. Sesuatu yang mungkin
tidak terjadi pada akademisi di negara lain.

Baca Juga :  Mahasiswa Halangi Deklarasi KAMI Ngaku Dibayar Rp100 Ribu

Total publikasi jurnal dan prosiding internasional berbasis
Scopus Indonesia per Januari 2019 adalah 17.593. Sedangkan Malaysia yang ada di
peringkat pertama Scopus mempunyai jumlah publikasi 17.821 di Asia Tenggara.
Lebih dari separo jumlah publikasi ilmiah internasional itu dihasilkan dalam
tiga tahun terakhir.

“Artinya, kita harus sabar untuk menunggu beberapa tahun ke
depan. Semuanya ini butuh proses. Karena hasilnya tidak bisa diperoleh secara
instan,” tutur pria yang juga menjabat wakil ketua I Lembaga Tes Masuk
Perguruan Tinggi itu.

Di sisi lain, Universitas Indonesia (UI) menegaskan, tidak ada
WNA yang menjadi kandidat rektor dalam pilrek yang sedang berlangsung. Total
ada 39 orang pelamar calon rektor UI hingga pendaftaran ditutup Jumat (2/8).

Baca Juga :  Bakal Hidup Lama dengan Covid-19, Menkes Atur Cara Makan di Restoran

“Sebanyak 26 orang pendaftar berasal dari lingkungan UI,
sedangkan 13 orang berasal dari luar. Seluruhnya WNI (warga negara Indonesia,
Red),” terang Kepala Kantor Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI Rifelly
Dewi Astuti.

Dalam statuta UI, lanjut Rifelly, syarat menjadi calon rektor UI
adalah harus WNI. Kemudian belum berusia 60 tahun per 4 Desember 2019 serta
sehat jasmani dan jiwa. Secara akademis, carek harus berpendidikan minimal S-3
(doktor).(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru