27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Bawaslu Tunggu Putusan MK

PALANGKA RAYA-Tahapan
pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan dilaksanakan pada 2020 sudah di
depan mata. Sebanyak 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten akan melaksanakan pesta
demokrasi pemilihan kepala daerah. Tahapan program dan jadwal pilkada telah
ditetapkan dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2019.

Ketua Badan Pengawas
Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Palangka Raya, Endrawati SH MH menuturkan, dengan
semakin mendekatnya pilkada ini, Bawaslu perlu segera merevisi Undang-Undang  Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Hal yang paling mendasar adalah mengenai status
lembaga pengawas berdasarkan peraturan yang tertuang dalam undang-undang itu. Di
dalamnya disebutkan bahwa yang berwenang mengawasi penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah adalah panwaslu, yang menurut UU tersebut masih bersifat ad hoc
dan belum permanen.

Sementara menurut UU Nomor
7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, lembaga penyelenggara pemilihan umum di
tingkat kabupaten sudah bersifat permanen.

Baca Juga :  Sekda Kota Palangka Raya Lantik Satu Pejabat Fungsional

“Dalam UU No 10 Tahun
2016 Pasal 1  angka 17 disebutkan bahwa
penyelenggara pilkada adalah panwaslu kabupaten/kota yang masih bersifat ad hoc
atau sementara. Selain itu, dalam pasal 23 juga tertera bahwa jumlah anggota
adalah sebanyak tiga orang. Pada pasal 24 disebutkan bahwa untuk memilih
anggota panwaslu, maka harus diseleksi oleh Bawaslu provinsi,” beber Endrawati kepada
Kalteng Pos, Senin (26/8).

Lebih jauh
diterangkannya, hal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017. Menurut
UU Nomor 7 Tahun 2017, saat ini panwaslu kabupate/kota sudah bersifat permanen
dan dengan jumlah anggota tiga orang atau lima orang dengan masa bakti selama
lima tahun, sejak dilantik dan diambil sumpah pada tanggal 15 Agustus 2018 oleh
ketua Bawaslu RI di Jakarta tahun lalu.

Baca Juga :  Dishub Lakukan Pengawasan Pada Jukir Nakal

Endra juga mengatakan,
ada 14 isu krusial yang sudah dipetakan. Di antara isu tersebut, yang paling
mendesak adalah terkait status kelembagaan. Karena prinsip penyelenggaraan pilkada
adalah berkepastian hukum. Saat ini pihaknya berharap agar putusan MK terkait
judicial review terhadap UU Nomor 10 Tahun 2016 segera keluar.

“Ini sangat urgen agar penyelenggara pilkada di tingkat
kabupaten/kota memiliki kewenangan dalam mengawasi, menerima, dan menangani
pelanggaran pilkada tahun 2020. Kami mengapresiasi teman-teman Bawaslu Makassar,
Ponorogo, dan Sumetera Barat, meskipun menggunakan nama pribadi mengajukan
permohonan ke MK. Saat ini kami masih menantikan putusan MK untuk mendapat kepastian
hukum jajaran penyelenggara pilkada di tingkat kabupaten/kota,” tutupnya. (*/ce/abe)

PALANGKA RAYA-Tahapan
pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan dilaksanakan pada 2020 sudah di
depan mata. Sebanyak 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten akan melaksanakan pesta
demokrasi pemilihan kepala daerah. Tahapan program dan jadwal pilkada telah
ditetapkan dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2019.

Ketua Badan Pengawas
Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Palangka Raya, Endrawati SH MH menuturkan, dengan
semakin mendekatnya pilkada ini, Bawaslu perlu segera merevisi Undang-Undang  Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Hal yang paling mendasar adalah mengenai status
lembaga pengawas berdasarkan peraturan yang tertuang dalam undang-undang itu. Di
dalamnya disebutkan bahwa yang berwenang mengawasi penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah adalah panwaslu, yang menurut UU tersebut masih bersifat ad hoc
dan belum permanen.

Sementara menurut UU Nomor
7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, lembaga penyelenggara pemilihan umum di
tingkat kabupaten sudah bersifat permanen.

Baca Juga :  Sekda Kota Palangka Raya Lantik Satu Pejabat Fungsional

“Dalam UU No 10 Tahun
2016 Pasal 1  angka 17 disebutkan bahwa
penyelenggara pilkada adalah panwaslu kabupaten/kota yang masih bersifat ad hoc
atau sementara. Selain itu, dalam pasal 23 juga tertera bahwa jumlah anggota
adalah sebanyak tiga orang. Pada pasal 24 disebutkan bahwa untuk memilih
anggota panwaslu, maka harus diseleksi oleh Bawaslu provinsi,” beber Endrawati kepada
Kalteng Pos, Senin (26/8).

Lebih jauh
diterangkannya, hal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017. Menurut
UU Nomor 7 Tahun 2017, saat ini panwaslu kabupate/kota sudah bersifat permanen
dan dengan jumlah anggota tiga orang atau lima orang dengan masa bakti selama
lima tahun, sejak dilantik dan diambil sumpah pada tanggal 15 Agustus 2018 oleh
ketua Bawaslu RI di Jakarta tahun lalu.

Baca Juga :  Dishub Lakukan Pengawasan Pada Jukir Nakal

Endra juga mengatakan,
ada 14 isu krusial yang sudah dipetakan. Di antara isu tersebut, yang paling
mendesak adalah terkait status kelembagaan. Karena prinsip penyelenggaraan pilkada
adalah berkepastian hukum. Saat ini pihaknya berharap agar putusan MK terkait
judicial review terhadap UU Nomor 10 Tahun 2016 segera keluar.

“Ini sangat urgen agar penyelenggara pilkada di tingkat
kabupaten/kota memiliki kewenangan dalam mengawasi, menerima, dan menangani
pelanggaran pilkada tahun 2020. Kami mengapresiasi teman-teman Bawaslu Makassar,
Ponorogo, dan Sumetera Barat, meskipun menggunakan nama pribadi mengajukan
permohonan ke MK. Saat ini kami masih menantikan putusan MK untuk mendapat kepastian
hukum jajaran penyelenggara pilkada di tingkat kabupaten/kota,” tutupnya. (*/ce/abe)

Terpopuler

Artikel Terbaru