27.3 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Bangkitkan Kewirausahaan Sadar Halal 2019

JIWA kewirausahaan (entrepreneurship)
seirama dan inheren dengan jiwa Islam yang notabene agama kaum pedagang. Islam
dan perdagangan ibarat dua sisi dari satu keping mata uang. Sejarah mencatat
dengan tinta emas bagaimana Nabi Muhammad SAW menjadi seorang praktisi ekonomi
termasyur yang merintis bisnis dan berdagang dari Arab hingga Syam sejak usia
muda. Rasulullah bersama
istri dan sebagian besar sahabatnya adalah pedagang dan wirausahawan
mancanegara yang handal.

Islam betul-betul tidak hanya
sekadar berbicara tentang kerja keras, kemandirian dan kewirausahaan tetapi
juga mempraktikkannya dalam kehidupan yang riil. Orang Hulu Sungai di Kalimantan menjadi
refleksi nyata tentang bakat dagang pemeluk Islam sebagaimana halnya dengan
masyarakat di wilayah Pantura yang terkenal dengan jargon jigang (ngaji dan
dagang).

Hal yang perlu menjadi perhatian
serius dalam hal ini adalah Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim
terbesar di dunia dengan keterbatasan suplai bahan baku yang memenuhi kriteria
halal tentu diperlukan sosialisasi yang masif dan inklusif bagi para pedagang,
wirausahawan dan masyarakat. Nabi Muhammad mengatakan bahwa makanan yang
dimakan seseorang akan berpengaruh pada diterima dan tidaknya amal saleh
seseorang dan siapa saja hamba yang dalam dagingnya tumbuh dari (makanan) haram
maka neraka lebih pantas baginya.  Allah
mengutus beliau untuk menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk dan
jelek bagi manusia. Barangkali karena itulah maka tren permintaan terhadap
produk halal semakin tinggi dan fenomena kebutuhan industri halal menjadi
menjadi meningkat.

Membangun usaha adalah tentang
bagaimana cara membuat sebuah sistem. Penerapan sistem mutu, standarisasi dan
kehalalan produk sangat berguna untuk meningkatkan daya saing produk dalam
kancah Masyarakat Ekonomi ASEAN saat ini. 
Produk-produk yang dipasarkan, baik di pasar domestik maupun yang
menembus pasar luar negeri wajib bersertifikasi halal. Sejatinya, label
halallah yang mampu menjadi diferensiasi yang memperkuat daya saing produk di
Indonesia.  Kuliner halal, fashion halal, hotel halal dan
serba-serbi dengan label halal kini tengah menjadi trend dan naik daun di
kawasan ASEAN.

Baca Juga :  Wali Kota Inginkan Harga Sembako Stabil

Ini juga merupakan peluang bagi
generasi salaf dan milenial untuk menciptakan lapangan kerja atau terjun di
dunia kewirausahaan di tengah ketidakseimbangan lapangan kerja dan jumlah
tenaga kerja sekarang ini. Bermodal kualitas halal untuk memperkuat keunggulan
kompetitif maupun komparatif bisa menjadi modal untuk membangun kemitraan dan
kepercayaan (trust). Bagi para
wirausaha muda perlu disadari bahwa dalam membangun usaha modal utamanya adalah
kepercayaan.

Mitos bahwa menjadi wirausaha
harus memiliki modal materi yang besar akan menjadi “mental blocks”. Lebih-lebih memulai usaha yang bergerak di bidang
jasa tentu tidak terlalu membutuhkan modal materi. Persoalan finansial dan
materi justru  akan rentan terjadi jika
kemampuan analisa, kondisi mental dalam menghadapi resiko, kejujuran dan keprofesionalan
seorang wirausaha lemah. Seorang ilmuwan bernama Samuel Philips Huntington
mengatakan bahwa dalam hukum insani: “yang mampu bertahan adalah mereka yang
berkualitas dan bukan yang kuat”.

Muara dari banyak kesalahan dalam
beriwirausaha dapat pula ditangkal dengan pendekatan yang lebih syar’i. Contonya
dalam hal kepemimpinan, dengan pondasi agama yang baik seyogyanya menjadi tiang
utama dalam model proses kewirausahaan selain proses manajerial. Membangun
literasi halal di masyarakat bersinergi dengan para ulama yang saat ini banyak
menjadi rujukan masyarakat. Hasil survey yang diadakan oleh Pew Research Center pada bulan Oktober
2017 menunjukkan bahwa ulama menempati urutan pertama yang paling dipercaya
oleh orang Indonesia dengan persentase 93 persen. Ini menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia masih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap ulama,
tentu termasuk fatwa-fatwa mereka.

Pada tahun 2017,  Pemerintah Republik Indonesia melalui
Kementerian Agama telah meresmikan sebuah badan penjamin produk halal bagi
masyarakat bernama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai
pelaksanaan amanat UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. BPJPH
mengemban tugas dalam mengeluarkan sertifikasi halal dan melakukan pengawasan.
Pengusaha makanan dan minuman misalnya, perlu melabeli produk mereka dengan
serifikasi halal dalam mengembangkan industri halal di tanah air.  Faktanya di lapangan, masih banyak perusahaan
yang belum mengurus sertifikasi halal ke Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan
dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia 
(LPPOM MUI).

Baca Juga :  Kantor Pemko dan Rujab Wali Kota di Siram Desinfektan

Wirausaha muda perlu menyadari
bahwa produk halal dapat menjadi motor penggerak pasar, membangun jaringan
pasar dan merangsang pasokan bahan baku halal. Riset dan pengembangan produk
halal lebih lanjut akan mendorong sejumlah produsen pangan maupun kosmetika
untuk menghasilkan produk halal yang memiliki permintaan tinggi di pasar dalam
negeri maupun luar negeri.  Indonesia
adalah negara yang kaya dengan sumber daya alam (SDA) yang membutuhkan tangan-tangan
dingin dan otak cemerlang para wirausaha muda untuk mengolahnya menjadi
produk-produk  halal yang diminati
masyarakat. Produk halal adalah produk-produk yang dijalankan dalam sistem
usaha yang syar’i, jauh dari riba dan menggunakan seluruh sumber daya yang
halal menurut ketentuan syariat Islam.

Wirausaha muda perlu berpegang
teguh pada prinsip bahwa, keuntungan sedikit tapi halal itu lebih baik daripada
 keuntungan banyak tapi haram. Tulisan
ini penulis tutup dengan sebuah kisah dari Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan
seorang laki-laki dengan penampilan yang berwarna kusut seperti debu
mengulurkan kedua tangannya ke langit sambil berdoa:  “Yaa…Rabb, yaa…Rabb.” Sedangkan makanan yang
dia makan adalah makanan haram, minuman yang dia minum  adalah minuman haram, pakaian yang dia
kenakan adalah pakaian yang haram dan dia telah kenyang dengan hal-hal yang
haram. Maka bagaimana mungkin orang tersebut akan dikabulkan doa dan
permohonannya?

Kewirausahaan dalam masyarakat
adalah salah satu pilar dalam konteks Good
Governance
yang menopang jalannya proses pembangunan oleh karena itu perlu
kepedulian tinggi pemerintah dalam ikut serta memberdayakan dan mendorong
lahirnya para wirausaha muda. Wirausahawan muda yang sadar halal berjibaku
untuk Indonesia Sadar Halal 2019. Ganbate!

(Penulis adalah Pendidik
dan Peminat Masalah Sosial-Keagamaan
)

JIWA kewirausahaan (entrepreneurship)
seirama dan inheren dengan jiwa Islam yang notabene agama kaum pedagang. Islam
dan perdagangan ibarat dua sisi dari satu keping mata uang. Sejarah mencatat
dengan tinta emas bagaimana Nabi Muhammad SAW menjadi seorang praktisi ekonomi
termasyur yang merintis bisnis dan berdagang dari Arab hingga Syam sejak usia
muda. Rasulullah bersama
istri dan sebagian besar sahabatnya adalah pedagang dan wirausahawan
mancanegara yang handal.

Islam betul-betul tidak hanya
sekadar berbicara tentang kerja keras, kemandirian dan kewirausahaan tetapi
juga mempraktikkannya dalam kehidupan yang riil. Orang Hulu Sungai di Kalimantan menjadi
refleksi nyata tentang bakat dagang pemeluk Islam sebagaimana halnya dengan
masyarakat di wilayah Pantura yang terkenal dengan jargon jigang (ngaji dan
dagang).

Hal yang perlu menjadi perhatian
serius dalam hal ini adalah Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim
terbesar di dunia dengan keterbatasan suplai bahan baku yang memenuhi kriteria
halal tentu diperlukan sosialisasi yang masif dan inklusif bagi para pedagang,
wirausahawan dan masyarakat. Nabi Muhammad mengatakan bahwa makanan yang
dimakan seseorang akan berpengaruh pada diterima dan tidaknya amal saleh
seseorang dan siapa saja hamba yang dalam dagingnya tumbuh dari (makanan) haram
maka neraka lebih pantas baginya.  Allah
mengutus beliau untuk menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk dan
jelek bagi manusia. Barangkali karena itulah maka tren permintaan terhadap
produk halal semakin tinggi dan fenomena kebutuhan industri halal menjadi
menjadi meningkat.

Membangun usaha adalah tentang
bagaimana cara membuat sebuah sistem. Penerapan sistem mutu, standarisasi dan
kehalalan produk sangat berguna untuk meningkatkan daya saing produk dalam
kancah Masyarakat Ekonomi ASEAN saat ini. 
Produk-produk yang dipasarkan, baik di pasar domestik maupun yang
menembus pasar luar negeri wajib bersertifikasi halal. Sejatinya, label
halallah yang mampu menjadi diferensiasi yang memperkuat daya saing produk di
Indonesia.  Kuliner halal, fashion halal, hotel halal dan
serba-serbi dengan label halal kini tengah menjadi trend dan naik daun di
kawasan ASEAN.

Baca Juga :  Wali Kota Inginkan Harga Sembako Stabil

Ini juga merupakan peluang bagi
generasi salaf dan milenial untuk menciptakan lapangan kerja atau terjun di
dunia kewirausahaan di tengah ketidakseimbangan lapangan kerja dan jumlah
tenaga kerja sekarang ini. Bermodal kualitas halal untuk memperkuat keunggulan
kompetitif maupun komparatif bisa menjadi modal untuk membangun kemitraan dan
kepercayaan (trust). Bagi para
wirausaha muda perlu disadari bahwa dalam membangun usaha modal utamanya adalah
kepercayaan.

Mitos bahwa menjadi wirausaha
harus memiliki modal materi yang besar akan menjadi “mental blocks”. Lebih-lebih memulai usaha yang bergerak di bidang
jasa tentu tidak terlalu membutuhkan modal materi. Persoalan finansial dan
materi justru  akan rentan terjadi jika
kemampuan analisa, kondisi mental dalam menghadapi resiko, kejujuran dan keprofesionalan
seorang wirausaha lemah. Seorang ilmuwan bernama Samuel Philips Huntington
mengatakan bahwa dalam hukum insani: “yang mampu bertahan adalah mereka yang
berkualitas dan bukan yang kuat”.

Muara dari banyak kesalahan dalam
beriwirausaha dapat pula ditangkal dengan pendekatan yang lebih syar’i. Contonya
dalam hal kepemimpinan, dengan pondasi agama yang baik seyogyanya menjadi tiang
utama dalam model proses kewirausahaan selain proses manajerial. Membangun
literasi halal di masyarakat bersinergi dengan para ulama yang saat ini banyak
menjadi rujukan masyarakat. Hasil survey yang diadakan oleh Pew Research Center pada bulan Oktober
2017 menunjukkan bahwa ulama menempati urutan pertama yang paling dipercaya
oleh orang Indonesia dengan persentase 93 persen. Ini menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia masih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap ulama,
tentu termasuk fatwa-fatwa mereka.

Pada tahun 2017,  Pemerintah Republik Indonesia melalui
Kementerian Agama telah meresmikan sebuah badan penjamin produk halal bagi
masyarakat bernama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai
pelaksanaan amanat UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. BPJPH
mengemban tugas dalam mengeluarkan sertifikasi halal dan melakukan pengawasan.
Pengusaha makanan dan minuman misalnya, perlu melabeli produk mereka dengan
serifikasi halal dalam mengembangkan industri halal di tanah air.  Faktanya di lapangan, masih banyak perusahaan
yang belum mengurus sertifikasi halal ke Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan
dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia 
(LPPOM MUI).

Baca Juga :  Kantor Pemko dan Rujab Wali Kota di Siram Desinfektan

Wirausaha muda perlu menyadari
bahwa produk halal dapat menjadi motor penggerak pasar, membangun jaringan
pasar dan merangsang pasokan bahan baku halal. Riset dan pengembangan produk
halal lebih lanjut akan mendorong sejumlah produsen pangan maupun kosmetika
untuk menghasilkan produk halal yang memiliki permintaan tinggi di pasar dalam
negeri maupun luar negeri.  Indonesia
adalah negara yang kaya dengan sumber daya alam (SDA) yang membutuhkan tangan-tangan
dingin dan otak cemerlang para wirausaha muda untuk mengolahnya menjadi
produk-produk  halal yang diminati
masyarakat. Produk halal adalah produk-produk yang dijalankan dalam sistem
usaha yang syar’i, jauh dari riba dan menggunakan seluruh sumber daya yang
halal menurut ketentuan syariat Islam.

Wirausaha muda perlu berpegang
teguh pada prinsip bahwa, keuntungan sedikit tapi halal itu lebih baik daripada
 keuntungan banyak tapi haram. Tulisan
ini penulis tutup dengan sebuah kisah dari Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan
seorang laki-laki dengan penampilan yang berwarna kusut seperti debu
mengulurkan kedua tangannya ke langit sambil berdoa:  “Yaa…Rabb, yaa…Rabb.” Sedangkan makanan yang
dia makan adalah makanan haram, minuman yang dia minum  adalah minuman haram, pakaian yang dia
kenakan adalah pakaian yang haram dan dia telah kenyang dengan hal-hal yang
haram. Maka bagaimana mungkin orang tersebut akan dikabulkan doa dan
permohonannya?

Kewirausahaan dalam masyarakat
adalah salah satu pilar dalam konteks Good
Governance
yang menopang jalannya proses pembangunan oleh karena itu perlu
kepedulian tinggi pemerintah dalam ikut serta memberdayakan dan mendorong
lahirnya para wirausaha muda. Wirausahawan muda yang sadar halal berjibaku
untuk Indonesia Sadar Halal 2019. Ganbate!

(Penulis adalah Pendidik
dan Peminat Masalah Sosial-Keagamaan
)

Terpopuler

Artikel Terbaru