28.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Rayuan Mahar Politik

ESENSI dari istilah kalimat mahar politik sebenarnya adalah bagian
dari politik uang. Mahar politik ditujukan untuk mendapatkan dukungan dari
partai politik untuk mencalonkan diri, sedangkan politik uang dimaksudkan untuk
memperoleh dukungan dari pemilih. Selain berimplikasi terhadap tingginya biaya
politik, mahar politik akan menghasilkan pemimpin yang tersandera oleh
kepentingan segelintir elit yang menyediakan pendanaan politik uang.

Karena itu, penting untuk
mengawasi dan memastikan penegakan hukum terhadap pemberi dan penerima mahar
politik. Mahar Politik akan terjadi pada saat penyelenggaraan pesta demokrasi
dalam pemilihan kepala negara dan kepala daerah yaitu Pemilihan Umum

Pemilihan Umum menjadi salah satu
indikator berlangsung dan berkembangnya demokrasi yang diselenggarakan dari
rakyat oleh rakyat, dan untuk rakyat di negara Indonesia. Momentum Pemilu
dianggap sebagai jalan yang sangat strategis dalam menentukan arah pembangunan
negara yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat.

Hasil penyelenggaraan Pemilihan
Umum adalah suatu instrumen yang dapat dijadikan dasar untuk dapat melihat
corak demokrasi, berjalannya sistem politik dan ketatanegaraan di suatu negara.
Karena pemilu akan dapat membawa pengaruh pada tiga hal yakni, sistem
kepartaian, sistem pemerintahan, dan sistem perwakilan. Singkatnya, antara
ketiganya adalah satu kesatuan sistem yang tak dapat dipisahkan.

Namun demikian, penyelenggaraan
Pemilu masih kerap diwarnai perihal yang kusam hingga mencoreng kemurnian
demokrasi oleh tindakan kecurangan dan pelanggaran yang merugikan, mulai dari
penyebaran berita bohong, fitnah dan hasutan, sampai beberapa kecurangan dalam
penyelenggaraanya itu sendiri seperti penggelembungan suara, penyuapan, politik
uang, termasuk juga transaksi mahar politik.

Besaran sumbangan dana kampanye,
baik untuk partai politik maupun pasangan calon presiden dan wakil presiden
tidak boleh melampaui Rp 2,5 miliar untuk perseorangan, dan maksimal Rp 25
miliar bagi kalangan kelompok, perusahaan, atau badan usaha nonpemerintah.
Sementara aturan soal besaran dana kampanye untuk pasangan calon presiden dan
wakil presiden diatur dalam Pasal 327 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang pemilu. Besaran pembatasan sumbangan dana kampanye untuk
calon anggota DPR dan DPRD kabupaten/kota diatur dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 331 ayat (1) dan (2).

Baca Juga :  Senang Jadi Juara

Partai politik memiliki peran
yang penting dalam menciptakan Pemilu yang berintegritas dengan tetap berpegang
teguh pada peraturan yang berlaku, menghindari penyelewengan dan pelanggaran,
termasuk sekaligus aktif melakukan pengawalan atas beragam penanganan kasus
Pemilu. Partai politik pada hakikatnya memiliki peran strategis  dalam memperkuat kapasitas kadernya untuk
tetap mematuhi aturan Pemilu.

Secara faktual praktik mahar
politk cenderung menjadikan momentum Pemilu sebagai pembentukan koalisi yang
mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan golongan tertentu yang terlibat di
dalamnya daripada kepentingan publik. Hasilnya, demokrasi belum mampu
mewujudkan peningkatkan kehidupan politik pun dalam hal memperbaiki
kesejahteraan rakyat.

Model demokrasi dengan mahar
politik berdampak pada Integeritas Pemilu yang diragukan oleh masyarakat dapat
berimplikasi pada menurunnya animo masyarakat pada pelaksanaan Pemilu dan
Pilkada pada tahun-tahun yang akan datang.

Dinamika politik di Indonesia
ketika Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diwarnai dengan fenomena
yang merusak integritas dalam berpolitik, yang sepatutnya menumbuhkan sistem
kejujuran, ketertiban, dan keadilan sebagaimana ramai disampaikan melalui
pemberitaan oleh media pers.

Salah satu isu yang cukup krusial
adalah transaksi  mahar politik sebagai
bagian dari konstelasi politik demokrasi yang berkembang dewasa ini. Praktik
mahar politik dapat dipahami sebagai transaksi di bawah tangan yang melibatkan
pemberian sejumlah dana dari calon pejabat tertentu untuk jabatan tertentu
dalam Pemilu partai politik sebagai kendaraan politiknya.

Mungkin kita sebagai masyarakat
hanyalah mengikuti pesta demokrasi yang ada di negara kita, marilah bijaksana
dalam memilih pemimpin eksekutif dan legislatif karena mereka lah pemandu jalan
untuk rakyat agar dalam segala aspek bidang tidak kacau. Maka itu, hadirnya
eksekutif dan legislatif untuk mengantur dari semua itu.

Baca Juga :  Gubernur Cek Ketersedian Beras di Gudang Bulog

Intisari dari penulis adalah
disaat pencalonan untuk mendapatkan kursi jabatan pastinya memiliki suatu
konsekuensi dalam pencalonan kepala daerah termasuk dalam dana dan sebagainya,
maka jangan dijadikan asumsi berlebih akan mengakibatkan penyalahpahaman di masyarakat.
Akan tetapi kalau ada mahar politik tetap terjadi, sama saja akan mengakibatkan
cacatnya bentuk pemerintahan di Indonesia, sebab demokrasi mengizinkan warga
negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam
perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum di negara contohnya menjadi kepala
daerah.

Maka menurut penulis, mengenai
mahar politik harus dianggap hal yg serius dibahas oleh pemerintah, sebab
terjadinya mahar politik salah satu cikal bakal terjadinya korupsi.

Saat berlangsungnya pilkada, Komisi
Pemilihan Umum harusnya menekankan di lingkungan masyarakat bahwa terjadinya
politik uang akan melanggar peraturan undang-undang yang tertera di pasal 47 UU
NO. 8/2015 tentang Pilkada dengan jelas melarang partai atau gabungan partai
politik menerima imbalan dalam bentuk apapun selama proses pencalonan kepala
daerah.

Sebaliknya, pasal itu juga melarang
setiap orang memberikan imbalan kepada partai dalam proses pencalonan pilkada.
Jika pengadilan menyatakan suatu partai melanggar ketentuan itu, maka mereka
tidak diizinkan berpartisipasi dalam pilkada berikutnya di daerah tersebut.

Untuk itu, alangkah baiknya kita jangan
hanya menilai serius tentang material dimiliki seorang calon pemimpin daerah. Melainkan
menilai dari intelektual, memahami arti 4 pilar berbangsa bernegara, dan sifat
pemimpin yang ideal yaitu integritas, kapabilitas, otoritas dan kapasitas.

Pemerintah Provinsi Kalimantan
Tengah (Kalteng) siap menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak
tingkat provinsi maupun Kabupaten Kotawaringin Timur dengan mengikuti  protokol kesehatan. Harapaan kita bersama
semoga tidak ada terjadinya Mahar Politik diantara Pemilihan Kepala (Pilkada)
tingkat provinsi maupun daerah di Kalimantan Tengah dan kemurnian demokrasi
tetap terasa di masyarakat Kalteng.***

(Penulis adalah mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Palangka Raya)

ESENSI dari istilah kalimat mahar politik sebenarnya adalah bagian
dari politik uang. Mahar politik ditujukan untuk mendapatkan dukungan dari
partai politik untuk mencalonkan diri, sedangkan politik uang dimaksudkan untuk
memperoleh dukungan dari pemilih. Selain berimplikasi terhadap tingginya biaya
politik, mahar politik akan menghasilkan pemimpin yang tersandera oleh
kepentingan segelintir elit yang menyediakan pendanaan politik uang.

Karena itu, penting untuk
mengawasi dan memastikan penegakan hukum terhadap pemberi dan penerima mahar
politik. Mahar Politik akan terjadi pada saat penyelenggaraan pesta demokrasi
dalam pemilihan kepala negara dan kepala daerah yaitu Pemilihan Umum

Pemilihan Umum menjadi salah satu
indikator berlangsung dan berkembangnya demokrasi yang diselenggarakan dari
rakyat oleh rakyat, dan untuk rakyat di negara Indonesia. Momentum Pemilu
dianggap sebagai jalan yang sangat strategis dalam menentukan arah pembangunan
negara yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat.

Hasil penyelenggaraan Pemilihan
Umum adalah suatu instrumen yang dapat dijadikan dasar untuk dapat melihat
corak demokrasi, berjalannya sistem politik dan ketatanegaraan di suatu negara.
Karena pemilu akan dapat membawa pengaruh pada tiga hal yakni, sistem
kepartaian, sistem pemerintahan, dan sistem perwakilan. Singkatnya, antara
ketiganya adalah satu kesatuan sistem yang tak dapat dipisahkan.

Namun demikian, penyelenggaraan
Pemilu masih kerap diwarnai perihal yang kusam hingga mencoreng kemurnian
demokrasi oleh tindakan kecurangan dan pelanggaran yang merugikan, mulai dari
penyebaran berita bohong, fitnah dan hasutan, sampai beberapa kecurangan dalam
penyelenggaraanya itu sendiri seperti penggelembungan suara, penyuapan, politik
uang, termasuk juga transaksi mahar politik.

Besaran sumbangan dana kampanye,
baik untuk partai politik maupun pasangan calon presiden dan wakil presiden
tidak boleh melampaui Rp 2,5 miliar untuk perseorangan, dan maksimal Rp 25
miliar bagi kalangan kelompok, perusahaan, atau badan usaha nonpemerintah.
Sementara aturan soal besaran dana kampanye untuk pasangan calon presiden dan
wakil presiden diatur dalam Pasal 327 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang pemilu. Besaran pembatasan sumbangan dana kampanye untuk
calon anggota DPR dan DPRD kabupaten/kota diatur dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 331 ayat (1) dan (2).

Baca Juga :  Senang Jadi Juara

Partai politik memiliki peran
yang penting dalam menciptakan Pemilu yang berintegritas dengan tetap berpegang
teguh pada peraturan yang berlaku, menghindari penyelewengan dan pelanggaran,
termasuk sekaligus aktif melakukan pengawalan atas beragam penanganan kasus
Pemilu. Partai politik pada hakikatnya memiliki peran strategis  dalam memperkuat kapasitas kadernya untuk
tetap mematuhi aturan Pemilu.

Secara faktual praktik mahar
politk cenderung menjadikan momentum Pemilu sebagai pembentukan koalisi yang
mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan golongan tertentu yang terlibat di
dalamnya daripada kepentingan publik. Hasilnya, demokrasi belum mampu
mewujudkan peningkatkan kehidupan politik pun dalam hal memperbaiki
kesejahteraan rakyat.

Model demokrasi dengan mahar
politik berdampak pada Integeritas Pemilu yang diragukan oleh masyarakat dapat
berimplikasi pada menurunnya animo masyarakat pada pelaksanaan Pemilu dan
Pilkada pada tahun-tahun yang akan datang.

Dinamika politik di Indonesia
ketika Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diwarnai dengan fenomena
yang merusak integritas dalam berpolitik, yang sepatutnya menumbuhkan sistem
kejujuran, ketertiban, dan keadilan sebagaimana ramai disampaikan melalui
pemberitaan oleh media pers.

Salah satu isu yang cukup krusial
adalah transaksi  mahar politik sebagai
bagian dari konstelasi politik demokrasi yang berkembang dewasa ini. Praktik
mahar politik dapat dipahami sebagai transaksi di bawah tangan yang melibatkan
pemberian sejumlah dana dari calon pejabat tertentu untuk jabatan tertentu
dalam Pemilu partai politik sebagai kendaraan politiknya.

Mungkin kita sebagai masyarakat
hanyalah mengikuti pesta demokrasi yang ada di negara kita, marilah bijaksana
dalam memilih pemimpin eksekutif dan legislatif karena mereka lah pemandu jalan
untuk rakyat agar dalam segala aspek bidang tidak kacau. Maka itu, hadirnya
eksekutif dan legislatif untuk mengantur dari semua itu.

Baca Juga :  Gubernur Cek Ketersedian Beras di Gudang Bulog

Intisari dari penulis adalah
disaat pencalonan untuk mendapatkan kursi jabatan pastinya memiliki suatu
konsekuensi dalam pencalonan kepala daerah termasuk dalam dana dan sebagainya,
maka jangan dijadikan asumsi berlebih akan mengakibatkan penyalahpahaman di masyarakat.
Akan tetapi kalau ada mahar politik tetap terjadi, sama saja akan mengakibatkan
cacatnya bentuk pemerintahan di Indonesia, sebab demokrasi mengizinkan warga
negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam
perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum di negara contohnya menjadi kepala
daerah.

Maka menurut penulis, mengenai
mahar politik harus dianggap hal yg serius dibahas oleh pemerintah, sebab
terjadinya mahar politik salah satu cikal bakal terjadinya korupsi.

Saat berlangsungnya pilkada, Komisi
Pemilihan Umum harusnya menekankan di lingkungan masyarakat bahwa terjadinya
politik uang akan melanggar peraturan undang-undang yang tertera di pasal 47 UU
NO. 8/2015 tentang Pilkada dengan jelas melarang partai atau gabungan partai
politik menerima imbalan dalam bentuk apapun selama proses pencalonan kepala
daerah.

Sebaliknya, pasal itu juga melarang
setiap orang memberikan imbalan kepada partai dalam proses pencalonan pilkada.
Jika pengadilan menyatakan suatu partai melanggar ketentuan itu, maka mereka
tidak diizinkan berpartisipasi dalam pilkada berikutnya di daerah tersebut.

Untuk itu, alangkah baiknya kita jangan
hanya menilai serius tentang material dimiliki seorang calon pemimpin daerah. Melainkan
menilai dari intelektual, memahami arti 4 pilar berbangsa bernegara, dan sifat
pemimpin yang ideal yaitu integritas, kapabilitas, otoritas dan kapasitas.

Pemerintah Provinsi Kalimantan
Tengah (Kalteng) siap menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak
tingkat provinsi maupun Kabupaten Kotawaringin Timur dengan mengikuti  protokol kesehatan. Harapaan kita bersama
semoga tidak ada terjadinya Mahar Politik diantara Pemilihan Kepala (Pilkada)
tingkat provinsi maupun daerah di Kalimantan Tengah dan kemurnian demokrasi
tetap terasa di masyarakat Kalteng.***

(Penulis adalah mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Palangka Raya)

Terpopuler

Artikel Terbaru