26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

RS Kilat

Besok pagi, tanggal 3 Februari,
rumah sakit yang baru mulai dibangun seminggu lalu itu sudah bisa dioperasikan.
Luasnya 2,5 hektar. Berkapasitas 1.300 tempat tidur.

Satunya lagi, 25 km dari yang
pertama, juga mulai bisa dipakai lusa. Kapasitasnya 1.000 tempat tidur.

Inilah rumah sakit besar yang
dibangun hanya dalam tujuh hari. Lokasinya di pinggiran kota Wuhan, ibu kota
Provinsi Hubei.

Wuhan adalah juga ”ibu kota”
wabah virus Corona. Yang dimulai akhir Desember 2019. Yang sampai kemarin sudah
membunuh 259 orang. 

Berita baiknya: jumlah yang
sembuh juga kian banyak. Sudah dua hari terakhir ini pertambahan yang sembuh
lebih banyak dari pertambahan yang mati.

Sebelum itu yang mati selalu
lebih banyak. Tapi tanggal 30 Januari lalu pertambahan yang meninggal 43 orang.
Sedang yang sembuh 47 orang.

Sehari kemudian jumlah yang
meninggal bertambah 46 orang. Sedang yang sembuh bertambah 72 orang.

Coba kita lihat hari ini: apakah
tren positif seperti itu terus terjadi. Atau justru berbalik lagi.

Yang jelas, jumlah yang
terjangkit bertambah luar biasa. Sudah melebihi 11.000 orang. Sudah jauh lebih
besar dari yang terkena virus SARS 18 tahun lalu.

Memang ada yang mengkritik
pembangunan rumah sakit darurat itu telat sekali. Tapi ada juga yang memuji:
mana ada yang bisa membangun rumah sakit besar hanya dalam tujuh hari.

Semula banyak yang pesimistis
rumah sakit itu bisa jadi tepat waktu. Ada juga yang mengatakan itu hanya omong
besar.

Maka untuk memberikan optimisme,
proses pembangunan rumah sakit ini disiarkan secara langsung. Yang bisa diikuti
perkembangannya lewat live streaming. Dari atas
lokasi. Menggunakan drone.

Nama rumah sakit itu pun dibuat
”serem”. Yang satu diberi nama huoshenshan (Gunung Tuhan Api). Satunya lagi
diberi nama Leishenshan (Gunung Tuhan Petir).

Baca Juga :  Wali Kota Serahkan Bantuan Hibah Rp35 Juta

Nama-nama itu dianggap nama yang
sakti untuk melawan virus Wuhan. Si Corona akan dilawan dengan Tuhannya gunung
api dan Tuhannya gunung petir.

Lewat live streaming itulah
seminggu lalu orang melihat lokasi tersebut masih berupa tanah kosong. Keesokan
harinya lebih 100 belalai alat berat seperti menari di atasnya. Seperti penari
balet kolosal yang meratakan tanah itu.

Keesoknya lagi berdatanganlah
kotak-kotak seperti kontainer 40 feet. Dijejer-jejer. Lalu ditumpuk. Menjadi
bangunan dua lantai.

Tentu jangan diharap bangunan ini
seperti rumah sakit permanen. Ini adalah rumah sakit darurat. 

Sebuah rumah sakit permanen
dirancang bisa berumur 75 tahun. Rumah sakit jenis ini akan ditinggalkan begitu
saja setelah wabah berakhir.

Pembangunan itu bisa begitu cepat
karena tidak perlu ada pekerjaan desain. Gambarnya ikut sepenuhnya Rumah Sakit
Xiaotangshan. Yakni rumah sakit darurat 1.000 kamar di luar kota Beijing. Yang
dibangun tahun 2003 –ketika terjadi wabah virus SARS.

Pun kelengkapan peralatan dan
materialnya sangat mendukung kecepatan itu.

Kecepatan membangun seperti itu
tidak baru sama sekali.

Di Provinsi Hunan itu pula pernah
terjadi: membangun gedung pencakar langit hanya dalam 19 hari. Padahal gedung
itu tingginya 57 tingkat.

Di Provinsi Fujian juga pernah dibangun
satu stasiun kereta cepat hanya dalam waktu 9 jam. Dimulai pukul 18.30, selesai
pukul 03.00.

Jumlah yang bekerja 1.500 orang.
Terbagi dalam 7 unit kerja, yang sistemnya seperti ban berjalan.

Baca Juga :  Dua Anggota Positif Covid, Seluruh Legislator DPRD Kota Bakal Jalani S

Elon Musk, boss Tesla, juga
geleng kepala. Giga pabrik milik Tesla di Shanghai dibangun hanya 12 bulan.
Padahal pabrik mobil listrik itu luasnya 86 hektar. Januari dibangun, Desember
selesai. Januari berikutnya (2020) sudah memproduksi Tesla baru.

Di Indonesia, rekor yang
membanggakan pernah terjadi saat membangun Hotel Mulia, Senayan. Saya juga
terkagum saat itu. Tapi saya harus membuka catatan lama untuk menyebutkan
rekor-rekor capaian proyek Hotel Mulia.

Dan catatan saya itu hilang.

Demikian juga jalan tol di atas
laut di Bali: dibangun dalam 13 bulan oleh kontraktor Indonesia sendiri.

Tapi kecepatan menyembuhkan orang
sakit tidak bisa dihitung secara teknik seperti membangun fisik.

Setidaknya kian banyaknya yang
sembuh sedikit memberikan harapan. Apalagi kian banyak juga rumor yang
terbantahkan.

Sepanjang hari kemarin beredar
luas video meluasnya wabah Corona di Singapura. Sampai mal besar di sana
ditutup.

Saya bergegas menghubungi Robert
Lai di Singapura. Untuk memastikan apakah video viral seperti itu benar
adanya. 

Robert pun menghubungi manajemen
mal itu. Sang manajemen heran atas video vital itu. Kenyataannya mal yang
dimaksud berjalan normal.

Wabah virus Corona ini memang
menakutkan. Lebih-lebih kalau berita yang beredar dipercaya begitu saja.

Ketika naskah ini selesai saya
tulis jam 9 tadi malam, saya ingat Julinten. Saya hubungi dia. Apakah benar
mahasiswa Indonesia dipulangkan.

“Saya sudah di bandara
Wuhan,” jawab Julinten, mahasiswa kedokteran semester 5 asal Tana Toraja
itu.

“Bagaimana cara Anda pergi
dari asrama mahasiswa ke bandara?” tanya saya.

“Dijemput bus yang disewa
KBRI kita,” jawabnyi.

Alhamdulillah. Puji Tuhan.
Amitohu!(dahlan iskan)

 

Besok pagi, tanggal 3 Februari,
rumah sakit yang baru mulai dibangun seminggu lalu itu sudah bisa dioperasikan.
Luasnya 2,5 hektar. Berkapasitas 1.300 tempat tidur.

Satunya lagi, 25 km dari yang
pertama, juga mulai bisa dipakai lusa. Kapasitasnya 1.000 tempat tidur.

Inilah rumah sakit besar yang
dibangun hanya dalam tujuh hari. Lokasinya di pinggiran kota Wuhan, ibu kota
Provinsi Hubei.

Wuhan adalah juga ”ibu kota”
wabah virus Corona. Yang dimulai akhir Desember 2019. Yang sampai kemarin sudah
membunuh 259 orang. 

Berita baiknya: jumlah yang
sembuh juga kian banyak. Sudah dua hari terakhir ini pertambahan yang sembuh
lebih banyak dari pertambahan yang mati.

Sebelum itu yang mati selalu
lebih banyak. Tapi tanggal 30 Januari lalu pertambahan yang meninggal 43 orang.
Sedang yang sembuh 47 orang.

Sehari kemudian jumlah yang
meninggal bertambah 46 orang. Sedang yang sembuh bertambah 72 orang.

Coba kita lihat hari ini: apakah
tren positif seperti itu terus terjadi. Atau justru berbalik lagi.

Yang jelas, jumlah yang
terjangkit bertambah luar biasa. Sudah melebihi 11.000 orang. Sudah jauh lebih
besar dari yang terkena virus SARS 18 tahun lalu.

Memang ada yang mengkritik
pembangunan rumah sakit darurat itu telat sekali. Tapi ada juga yang memuji:
mana ada yang bisa membangun rumah sakit besar hanya dalam tujuh hari.

Semula banyak yang pesimistis
rumah sakit itu bisa jadi tepat waktu. Ada juga yang mengatakan itu hanya omong
besar.

Maka untuk memberikan optimisme,
proses pembangunan rumah sakit ini disiarkan secara langsung. Yang bisa diikuti
perkembangannya lewat live streaming. Dari atas
lokasi. Menggunakan drone.

Nama rumah sakit itu pun dibuat
”serem”. Yang satu diberi nama huoshenshan (Gunung Tuhan Api). Satunya lagi
diberi nama Leishenshan (Gunung Tuhan Petir).

Baca Juga :  Wali Kota Serahkan Bantuan Hibah Rp35 Juta

Nama-nama itu dianggap nama yang
sakti untuk melawan virus Wuhan. Si Corona akan dilawan dengan Tuhannya gunung
api dan Tuhannya gunung petir.

Lewat live streaming itulah
seminggu lalu orang melihat lokasi tersebut masih berupa tanah kosong. Keesokan
harinya lebih 100 belalai alat berat seperti menari di atasnya. Seperti penari
balet kolosal yang meratakan tanah itu.

Keesoknya lagi berdatanganlah
kotak-kotak seperti kontainer 40 feet. Dijejer-jejer. Lalu ditumpuk. Menjadi
bangunan dua lantai.

Tentu jangan diharap bangunan ini
seperti rumah sakit permanen. Ini adalah rumah sakit darurat. 

Sebuah rumah sakit permanen
dirancang bisa berumur 75 tahun. Rumah sakit jenis ini akan ditinggalkan begitu
saja setelah wabah berakhir.

Pembangunan itu bisa begitu cepat
karena tidak perlu ada pekerjaan desain. Gambarnya ikut sepenuhnya Rumah Sakit
Xiaotangshan. Yakni rumah sakit darurat 1.000 kamar di luar kota Beijing. Yang
dibangun tahun 2003 –ketika terjadi wabah virus SARS.

Pun kelengkapan peralatan dan
materialnya sangat mendukung kecepatan itu.

Kecepatan membangun seperti itu
tidak baru sama sekali.

Di Provinsi Hunan itu pula pernah
terjadi: membangun gedung pencakar langit hanya dalam 19 hari. Padahal gedung
itu tingginya 57 tingkat.

Di Provinsi Fujian juga pernah dibangun
satu stasiun kereta cepat hanya dalam waktu 9 jam. Dimulai pukul 18.30, selesai
pukul 03.00.

Jumlah yang bekerja 1.500 orang.
Terbagi dalam 7 unit kerja, yang sistemnya seperti ban berjalan.

Baca Juga :  Dua Anggota Positif Covid, Seluruh Legislator DPRD Kota Bakal Jalani S

Elon Musk, boss Tesla, juga
geleng kepala. Giga pabrik milik Tesla di Shanghai dibangun hanya 12 bulan.
Padahal pabrik mobil listrik itu luasnya 86 hektar. Januari dibangun, Desember
selesai. Januari berikutnya (2020) sudah memproduksi Tesla baru.

Di Indonesia, rekor yang
membanggakan pernah terjadi saat membangun Hotel Mulia, Senayan. Saya juga
terkagum saat itu. Tapi saya harus membuka catatan lama untuk menyebutkan
rekor-rekor capaian proyek Hotel Mulia.

Dan catatan saya itu hilang.

Demikian juga jalan tol di atas
laut di Bali: dibangun dalam 13 bulan oleh kontraktor Indonesia sendiri.

Tapi kecepatan menyembuhkan orang
sakit tidak bisa dihitung secara teknik seperti membangun fisik.

Setidaknya kian banyaknya yang
sembuh sedikit memberikan harapan. Apalagi kian banyak juga rumor yang
terbantahkan.

Sepanjang hari kemarin beredar
luas video meluasnya wabah Corona di Singapura. Sampai mal besar di sana
ditutup.

Saya bergegas menghubungi Robert
Lai di Singapura. Untuk memastikan apakah video viral seperti itu benar
adanya. 

Robert pun menghubungi manajemen
mal itu. Sang manajemen heran atas video vital itu. Kenyataannya mal yang
dimaksud berjalan normal.

Wabah virus Corona ini memang
menakutkan. Lebih-lebih kalau berita yang beredar dipercaya begitu saja.

Ketika naskah ini selesai saya
tulis jam 9 tadi malam, saya ingat Julinten. Saya hubungi dia. Apakah benar
mahasiswa Indonesia dipulangkan.

“Saya sudah di bandara
Wuhan,” jawab Julinten, mahasiswa kedokteran semester 5 asal Tana Toraja
itu.

“Bagaimana cara Anda pergi
dari asrama mahasiswa ke bandara?” tanya saya.

“Dijemput bus yang disewa
KBRI kita,” jawabnyi.

Alhamdulillah. Puji Tuhan.
Amitohu!(dahlan iskan)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru