33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Jangan Kotori Laut, Ini Cara Bijak Atasi Sampah Tekstil dan Fashion

PROKALTENG.CO
– Industri mode sudah mulai menyadari beberapa tahun belakangan ini bahwa
konsep fashion ramah lingkungan atau sustainable fashion bisa mengatasi masalah
limbah tekstil. Tak sedikit limbah fashion selama ini sudah mengotori alam
terutama laut

Sejauh
Mata Memandang (SMM) sebagai label fashin dan agen perubahan berkomitmen untuk
menjadi label yang lebih bertanggung jawab. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
kesadaran konsumen, bersama TACO dan Ashta District 8, SMM, mereka pameran yang
bercerita tentang darurat sampah tekstil dengan tajuk ‘Sayang Sandang, Sayang
Alam’.

Pasar
untuk industri fashion terus berkembang dan dinamis, hal ini juga dipengaruhi
oleh pergerakan tren yang sangat cepat. Fakta secara global, industri fast
fashion memberikan pilihan kepada konsumen untuk dapat membeli lebih banyak
pakaian dengan harga yang terjangkau sehingga mengakibatkan akumulasi limbah
fashion terus meningkat.

Hal
ini juga ditambah dengan penggunaan serat sintetis seperti poliester yang
merupakan serat plastik dan tidak dapat terurai secara hayati. Bahkan
membutuhkan waktu hingga 200 tahun untuk dapat terurai. Terlebih lagi, sekitar
85 persen dari sampah tekstil dibuang ke tempat sampah dan laut.

Menyikapi
hal ini, #sejauhmanakamupeduli menghadirkan beberapa solusi untuk dapat
berkontribusi dalam menyelamatkan bumi dari limbah fashion. Salah satu caranya
adalah dengan meningkatkan kesadaran akan kerusakan lingkungan yang telah
terjadi, memilih serat alami untuk tekstil, berbelanja lebih sedikit, membeli
kualitas yang baik sehingga tahan lama, dan membeli produk dengan konsep daur
ulang.

Baca Juga :  PMI Kalteng Gelar Buka Puasa Bersama

“Fakta
menunjukan bahwa fashion merupakan salah satu penyumbang polutan sampah
terbesar. 95 persen sampah tekstil yang terbuang sebenarnya masih bisa didaur
ulang (recycle) atau didayagunakan kembali menjadi benda berfungsi lain
(upcycle),” kata Pendiri dan Direktur Kreatif SMM Chitra Subyakto, dalam
webinar, Selasa (9/3).

Sebagai
label dengan konsep slow fashion, salah satu cara mengurangi sampah tekstil
adalah dengan menciptakan sandang dari bahan yang dapat terurai. Lalu
memanfaatkan sisa kain produksi, melakukan program daur ulang dan modifikasi
nilai guna dari kain.

“Komitmen
ini merupakan langkah nyata untuk mengajak konsumen membantu menyelamatkan
lingkungan kita,” tegasnya.

Bekerja
sama dengan Felix Tjahyadi selaku konseptor, pameran ini juga didukung oleh
Lynx Films, Mata Studio, Magnifique, Davy Linggar, Wardah, Pable Indonesia,
Syah Establishment, dan Greenpeace sebagai NGO partner. Dengan mengutamakan
protokol kesehatan; memakai masker, menjaga jarak, membatasi interaksi, dan
menjaga kebersihan tangan pengunjung diberikan berbagai edukasi dan informasi
terkait fakta mengenai sampah tekstil.

Baca Juga :  Demi Keselamatan Anak dan Perempuan

Pameran
‘Sayang Sandang, Sayang Alam’ terdiri dari beberapa area antara lain; area
fakta mengenai sampah tekstil, video informative dan visual hasil kolaborasi
dengan Greenpeace, Davy Linggar, Dian Sastrowardoyo, Tulus, Gustika Hatta, dan
Mesty Artiariotedjo. Tersedia juga area kotak penyaluran (dropbox) sampah
tekstil. Terdapat juga Kios Sejauh menjual produk-produk daur ulang dari sisa
bahan produksi dan pakaian bekas. Produk-produk daur ulang SMM cukup beragam
seperti; selop, tas serba guna dan kondangan, aneka bantal, masker kain, topi,
dan koleksi pakaian daur.

Menurut
Chitra, industri fashion merupakan salah satu kunci pembangunan ekonomi namun
juga penyumbang mikrofiber plastik yang dibuang ke laut. Tentunya hal ini menjadi
menjadi tantangan mulai dari produsen, desainer, hingga konsumen. Melalui
pameran ini pihaknya mengharapkan dukungan konsumen agar terjadi perubahan yang
kita inginkan.

“Mewujudkan
perubahan ini, kami berkomitmen sebagian dari penjualan akan disumbangkan untuk
mendukung beberapa organisasi melalui kemitraan kolaboratif. Memperkuat dampak
dana pada skala global sambil mendukung komunitas lokal di daerah rawan,” tutup
Chitra.

PROKALTENG.CO
– Industri mode sudah mulai menyadari beberapa tahun belakangan ini bahwa
konsep fashion ramah lingkungan atau sustainable fashion bisa mengatasi masalah
limbah tekstil. Tak sedikit limbah fashion selama ini sudah mengotori alam
terutama laut

Sejauh
Mata Memandang (SMM) sebagai label fashin dan agen perubahan berkomitmen untuk
menjadi label yang lebih bertanggung jawab. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
kesadaran konsumen, bersama TACO dan Ashta District 8, SMM, mereka pameran yang
bercerita tentang darurat sampah tekstil dengan tajuk ‘Sayang Sandang, Sayang
Alam’.

Pasar
untuk industri fashion terus berkembang dan dinamis, hal ini juga dipengaruhi
oleh pergerakan tren yang sangat cepat. Fakta secara global, industri fast
fashion memberikan pilihan kepada konsumen untuk dapat membeli lebih banyak
pakaian dengan harga yang terjangkau sehingga mengakibatkan akumulasi limbah
fashion terus meningkat.

Hal
ini juga ditambah dengan penggunaan serat sintetis seperti poliester yang
merupakan serat plastik dan tidak dapat terurai secara hayati. Bahkan
membutuhkan waktu hingga 200 tahun untuk dapat terurai. Terlebih lagi, sekitar
85 persen dari sampah tekstil dibuang ke tempat sampah dan laut.

Menyikapi
hal ini, #sejauhmanakamupeduli menghadirkan beberapa solusi untuk dapat
berkontribusi dalam menyelamatkan bumi dari limbah fashion. Salah satu caranya
adalah dengan meningkatkan kesadaran akan kerusakan lingkungan yang telah
terjadi, memilih serat alami untuk tekstil, berbelanja lebih sedikit, membeli
kualitas yang baik sehingga tahan lama, dan membeli produk dengan konsep daur
ulang.

Baca Juga :  PMI Kalteng Gelar Buka Puasa Bersama

“Fakta
menunjukan bahwa fashion merupakan salah satu penyumbang polutan sampah
terbesar. 95 persen sampah tekstil yang terbuang sebenarnya masih bisa didaur
ulang (recycle) atau didayagunakan kembali menjadi benda berfungsi lain
(upcycle),” kata Pendiri dan Direktur Kreatif SMM Chitra Subyakto, dalam
webinar, Selasa (9/3).

Sebagai
label dengan konsep slow fashion, salah satu cara mengurangi sampah tekstil
adalah dengan menciptakan sandang dari bahan yang dapat terurai. Lalu
memanfaatkan sisa kain produksi, melakukan program daur ulang dan modifikasi
nilai guna dari kain.

“Komitmen
ini merupakan langkah nyata untuk mengajak konsumen membantu menyelamatkan
lingkungan kita,” tegasnya.

Bekerja
sama dengan Felix Tjahyadi selaku konseptor, pameran ini juga didukung oleh
Lynx Films, Mata Studio, Magnifique, Davy Linggar, Wardah, Pable Indonesia,
Syah Establishment, dan Greenpeace sebagai NGO partner. Dengan mengutamakan
protokol kesehatan; memakai masker, menjaga jarak, membatasi interaksi, dan
menjaga kebersihan tangan pengunjung diberikan berbagai edukasi dan informasi
terkait fakta mengenai sampah tekstil.

Baca Juga :  Demi Keselamatan Anak dan Perempuan

Pameran
‘Sayang Sandang, Sayang Alam’ terdiri dari beberapa area antara lain; area
fakta mengenai sampah tekstil, video informative dan visual hasil kolaborasi
dengan Greenpeace, Davy Linggar, Dian Sastrowardoyo, Tulus, Gustika Hatta, dan
Mesty Artiariotedjo. Tersedia juga area kotak penyaluran (dropbox) sampah
tekstil. Terdapat juga Kios Sejauh menjual produk-produk daur ulang dari sisa
bahan produksi dan pakaian bekas. Produk-produk daur ulang SMM cukup beragam
seperti; selop, tas serba guna dan kondangan, aneka bantal, masker kain, topi,
dan koleksi pakaian daur.

Menurut
Chitra, industri fashion merupakan salah satu kunci pembangunan ekonomi namun
juga penyumbang mikrofiber plastik yang dibuang ke laut. Tentunya hal ini menjadi
menjadi tantangan mulai dari produsen, desainer, hingga konsumen. Melalui
pameran ini pihaknya mengharapkan dukungan konsumen agar terjadi perubahan yang
kita inginkan.

“Mewujudkan
perubahan ini, kami berkomitmen sebagian dari penjualan akan disumbangkan untuk
mendukung beberapa organisasi melalui kemitraan kolaboratif. Memperkuat dampak
dana pada skala global sambil mendukung komunitas lokal di daerah rawan,” tutup
Chitra.

Terpopuler

Artikel Terbaru