33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Tinjauan Aspek Lingkungan Pengembangan Ketahanan Pangan Nasional Berk

EKS proyek lahan gambut (PLG) memang perlu mendapat perhatian dari
Pemerintah untuk digunakan menjadi area yang produktif. Perlu diubah dari
sumber bencana, menjadi sumber berkah.

Selama ini yang telah banyak
menggunakan area dimaksud adalah Perkebunan Kelapa Sawit. Hal ini kurang
selaras dengan tujuan awal dari proyek PLG yaitu untuk pengembangan sawah
sebagai substitusi dari banyaknya area sawah di pulau Jawa yang beralih fungsi
menjadi bukan lagi sawah.

Produksi beras harus terus
ditingkatkan mengingat perkembangan jumlah penduduk yang semakin meningkat.
Issue terkini, dengan warning dari FAO, Covid-19 juga akan berdampak kepada
ketahanan pangan dunia dan negara-negara, disamping karena ancaman perubahan
iklim, juga disebabkan adanya kebijakan larangan ekspor negara-negara
pengekspor pangan terutama beras untuk kasus Indonesia. Diketahui bahwa kita
selalu mengimpor beras, dan untuk itu harus ada upaya terobosan untuk ketahanan
pangan Nasional, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, menuju kepada
kedaulatan pangan nasional.

Eks PLG adalah sebuah pilihan
tepat karena masih banyaknya area yang bisa dimanfaatkan untuk Pengembangan
Produksi Pangan, dan pangan tersebut terutama adalah berupa padi/beras.  Penggunaan area ini untuk pangan cukup
menjanjikan namun juga dalam pengembangannya perlu kehati-hatian karena akan
mempunyai dampak lingkungan, baik secara biofisik (terutama air dan tanah) dan
juga aspek sosial humaniora.

Aspek Biofisik

Pada kesempatan ini yang menjadi
sorotan utama kami untuk aspek Biofisik adalah aspek kecukupan air tawar untuk
irigasi dan juga perubahan fisik kimia tanah.

Aspek kecukupan air sangat
penting untuk keberlanjutan sawah mengingat adanya contoh area Transmigrasi
Basarang Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah (ditempati pada tahun 1969) yang
dulunya adalah area sawah, sekarang berubah menjadi area tanah yang tinggi
(pematang). Sehingga memicu perubahan fungsi kawasan menjadi area
perkebunan.  Harus diperhitungkan dengan
seksama kecukupan air tawar dari sungai utama sumber air tawar untuk mengairi
area sawah yang dikembangkan.

Hal ini penting sekali untuk
memastikan bahwa air tawar masuk ke area sawah, bukan malah sebaliknya
mengeluarkan air dari kawasan kubah gambut atau air tanah, sehingga tanah sawah
berubah menjadi pematang.

Desain irigasi menjadi kunci
untuk aspek ini. Survei dan analisis keairan sangat dibutuhkan untuk dilakukan
dengan super teliti, karena inilah kunci keberlanjutan, yaitu ketersediaan air.

Baca Juga :  Simak Empat Manfaat Luar Biasa dari Berpegangan Tangan

Aspek tanah juga sangat perlu
menjadi perhatian mengingat adanya unsur pirit (Ferum Sulfida) yang hampir selalu ada diarea lahan yang punya jejak
gambut yang diketahui menjadi momok utama dalam pengembangan sawah. Oleh
karenanya harus direncanakan dengan seksama bahwa pirit bisa dikendalikan
dengan berbagai teknik baik melalui pengembangan jaringan irigasi dan juga olah
tanah, misalnya yang umum adalah dengan memberikan kapur.

Dalam menjaga keberlanjutan
sangat diharapkan dapat ditemukan atau dikembangkan bahan lain non kimiawi
untuk mengatasi masalah pirit ini. Pupuk kimiawi juga perlu menjadi perhatian
untuk dialihkan kepada pupuk ramah lingkungan, mengingat adanya pengalaman
pahit dari revolusi hijau yang menyebabkan tanah menjadi kering karena
kelebihan unsur kimiawi dari pupuk. Jangan mengulangi kesalahan yang sama
dengan alasan peningkatan produktivitas dengan mengabaikan keberlanjutan.

Aspek Sosial Humaniora

Aspek sosial humaniora yang perlu
menjadi perhatian adalah aspek Tenurial/Pertanahan, Tenaga Kerja dan Kemitraan
antara petani dengan lembaga bisnis, misalnya BUMN yang akan menjadi mitra
petani dalam pengembangan usahanya.

Masalah tenurial sangat penting
untuk diselesaikan dengan seksama, mengingat beberapa area sangat mungkin sudah
mempunyai klaim kepemilikan sah secara hukum (nasional maupun adat), karena
dulunya sudah ada transmigran atau merupakan area kelola masyarakat adat.

Untuk itu, maka setelah semua ini
selesai dilakukan, sangat perlu untuk menetapkan kawasan ini menjadi area untuk
Kawasan Pangan Berkelanjutan. Sehingga Indonesia mempunyai area yang permanen
untuk pangan. Misalnya, dengan menjadikannya sebagai kawasan Vital Nasional
(objek vital nasional) atau kawasan Strategis Nasional atau nama lainnya sesuai
dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Hal lainnya adalah berhubungan
dengan tenaga kerja. Petani perlu regenerasi, para pemuda lokal Kalimantan
harus diberdayakan untuk menjadi petani baru dengan melalui pelatihan. Sangat
diharapkan bahwa dalam pengembangan sawah ini, diaplikasikan teknologi
mekanisasi pertanian, sehingga setiap petani bisa mengolah lahan hingga 5 (lima)
hektare atau lebih seperti di negara-negara yang sudah menerapkan mekanisasi
pertanian  (untuk mencapai skala
keekonomian).

Kawasan ini harus dijadikan
contoh pertanian modern dengan produktivitas tinggi untuk menjadi kebanggan
Nasional Petani Indonesia dari generasi baru Petani Muda Indonesia.

Baca Juga :  Desentralisasi Pasar, Solusi Sirkulasi Ekonomi di Tengah Pandemi

Untuk menjamin pasokan pupuk, obat-obatan,
dan penjualan hasil panen, hendaknya usaha sawah/pangan ini dapat dikawal
dengan membentuk kemitraan. Adalah sebuah langkah maju apabila BUMN dapat
menjadi mitra utama para petani dengan pola kemitraan yang mengutamakan
kesamaan hak dan keuntungan bersama.

Pola kemitraan ini juga harus
dapat menjadi contoh Nasionalisme Indonesia untuk mengatasi berbagai problem
yang dihadapi para petani, seperti kelangkaan pupuk dan obat-obatan serta harga
panen yang dipermainkan oleh para tengkulak. Mari jadikan proyek sawah atau
ketahanan pangan  ini, menjadi contoh
nasional Indonesia untuk membuat petani dan sektor pertanian adalah pondasi
utama kestabilan perekonomian dan kekokohan rasa kebangsaan serta penghormatan
akan jasa para Petani Indonesia. Tak ada Negara Kuat Tanpa Petani yang Kuat
Sejahtera. Tak ada Ekonomi dan Politik Stabil tanpa Ketahanan Pangan.

Pertanian pangan yang
berkelanjutan, secara ekologi dan ekonomi sangat perlu dimiliki Indonesia
sebagai sebuah bukti kemajuan sebuah negara. Berdaulat secara pangan akan
menjadi pondasi kokoh untuk NKRI yang kuat baik secara Ekonomi dan Politik.
Tingkat pengetahuan dan teknologi yang diterapkan oleh para petani dalam sebuah
negara, adalah salah satu gambaran kemajuan sebuah bangsa. Indonesia yang
mengklaim sebagai negara agraris, harus mampu menunjukan bahwa petaninya adalah
petani moderen yang paham kerberlanjutan secara Ekologi dan Ekonomi.

Mari tunjukan itu kepada dunia cara
kita bekerja untuk sukses, maka berbagai kritik bahkan penolakan akan hilang
bersamaan dengan kesuksesan yang diraih.

Karena hanya cerita sukses yang
mampu untuk meredam dan menghilangkan kritik bahkan penolakan para pihak. Mari
bersama bekerja; Universitas Palangka Raya yang merupakan gudang para pakar
Gambut baik biofisik maupun sosial humaniora 
siap mendukung dan bekerjasama.

Mari jadikan kegagalan masa lalu
untuk meraih sukses gilang- gemilang dengan kerja Cerdas, Kerja Tuntas dan
Kerja Iklas. (*)

(Penulis adalah Rektor Universitas Palangka Raya.
Tulisan adalah presentasi pada acara Pertemuan Video conference  Pembahasan Tinjauan Keilmuan Dalam
Pengembangan Ketahanan Pangan Berkelanjutan di Lahan Eks PLG Proinsi Kalimantan
Tengah, diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Republik Indonesia,  18 Juni 2020)

EKS proyek lahan gambut (PLG) memang perlu mendapat perhatian dari
Pemerintah untuk digunakan menjadi area yang produktif. Perlu diubah dari
sumber bencana, menjadi sumber berkah.

Selama ini yang telah banyak
menggunakan area dimaksud adalah Perkebunan Kelapa Sawit. Hal ini kurang
selaras dengan tujuan awal dari proyek PLG yaitu untuk pengembangan sawah
sebagai substitusi dari banyaknya area sawah di pulau Jawa yang beralih fungsi
menjadi bukan lagi sawah.

Produksi beras harus terus
ditingkatkan mengingat perkembangan jumlah penduduk yang semakin meningkat.
Issue terkini, dengan warning dari FAO, Covid-19 juga akan berdampak kepada
ketahanan pangan dunia dan negara-negara, disamping karena ancaman perubahan
iklim, juga disebabkan adanya kebijakan larangan ekspor negara-negara
pengekspor pangan terutama beras untuk kasus Indonesia. Diketahui bahwa kita
selalu mengimpor beras, dan untuk itu harus ada upaya terobosan untuk ketahanan
pangan Nasional, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, menuju kepada
kedaulatan pangan nasional.

Eks PLG adalah sebuah pilihan
tepat karena masih banyaknya area yang bisa dimanfaatkan untuk Pengembangan
Produksi Pangan, dan pangan tersebut terutama adalah berupa padi/beras.  Penggunaan area ini untuk pangan cukup
menjanjikan namun juga dalam pengembangannya perlu kehati-hatian karena akan
mempunyai dampak lingkungan, baik secara biofisik (terutama air dan tanah) dan
juga aspek sosial humaniora.

Aspek Biofisik

Pada kesempatan ini yang menjadi
sorotan utama kami untuk aspek Biofisik adalah aspek kecukupan air tawar untuk
irigasi dan juga perubahan fisik kimia tanah.

Aspek kecukupan air sangat
penting untuk keberlanjutan sawah mengingat adanya contoh area Transmigrasi
Basarang Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah (ditempati pada tahun 1969) yang
dulunya adalah area sawah, sekarang berubah menjadi area tanah yang tinggi
(pematang). Sehingga memicu perubahan fungsi kawasan menjadi area
perkebunan.  Harus diperhitungkan dengan
seksama kecukupan air tawar dari sungai utama sumber air tawar untuk mengairi
area sawah yang dikembangkan.

Hal ini penting sekali untuk
memastikan bahwa air tawar masuk ke area sawah, bukan malah sebaliknya
mengeluarkan air dari kawasan kubah gambut atau air tanah, sehingga tanah sawah
berubah menjadi pematang.

Desain irigasi menjadi kunci
untuk aspek ini. Survei dan analisis keairan sangat dibutuhkan untuk dilakukan
dengan super teliti, karena inilah kunci keberlanjutan, yaitu ketersediaan air.

Baca Juga :  Simak Empat Manfaat Luar Biasa dari Berpegangan Tangan

Aspek tanah juga sangat perlu
menjadi perhatian mengingat adanya unsur pirit (Ferum Sulfida) yang hampir selalu ada diarea lahan yang punya jejak
gambut yang diketahui menjadi momok utama dalam pengembangan sawah. Oleh
karenanya harus direncanakan dengan seksama bahwa pirit bisa dikendalikan
dengan berbagai teknik baik melalui pengembangan jaringan irigasi dan juga olah
tanah, misalnya yang umum adalah dengan memberikan kapur.

Dalam menjaga keberlanjutan
sangat diharapkan dapat ditemukan atau dikembangkan bahan lain non kimiawi
untuk mengatasi masalah pirit ini. Pupuk kimiawi juga perlu menjadi perhatian
untuk dialihkan kepada pupuk ramah lingkungan, mengingat adanya pengalaman
pahit dari revolusi hijau yang menyebabkan tanah menjadi kering karena
kelebihan unsur kimiawi dari pupuk. Jangan mengulangi kesalahan yang sama
dengan alasan peningkatan produktivitas dengan mengabaikan keberlanjutan.

Aspek Sosial Humaniora

Aspek sosial humaniora yang perlu
menjadi perhatian adalah aspek Tenurial/Pertanahan, Tenaga Kerja dan Kemitraan
antara petani dengan lembaga bisnis, misalnya BUMN yang akan menjadi mitra
petani dalam pengembangan usahanya.

Masalah tenurial sangat penting
untuk diselesaikan dengan seksama, mengingat beberapa area sangat mungkin sudah
mempunyai klaim kepemilikan sah secara hukum (nasional maupun adat), karena
dulunya sudah ada transmigran atau merupakan area kelola masyarakat adat.

Untuk itu, maka setelah semua ini
selesai dilakukan, sangat perlu untuk menetapkan kawasan ini menjadi area untuk
Kawasan Pangan Berkelanjutan. Sehingga Indonesia mempunyai area yang permanen
untuk pangan. Misalnya, dengan menjadikannya sebagai kawasan Vital Nasional
(objek vital nasional) atau kawasan Strategis Nasional atau nama lainnya sesuai
dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Hal lainnya adalah berhubungan
dengan tenaga kerja. Petani perlu regenerasi, para pemuda lokal Kalimantan
harus diberdayakan untuk menjadi petani baru dengan melalui pelatihan. Sangat
diharapkan bahwa dalam pengembangan sawah ini, diaplikasikan teknologi
mekanisasi pertanian, sehingga setiap petani bisa mengolah lahan hingga 5 (lima)
hektare atau lebih seperti di negara-negara yang sudah menerapkan mekanisasi
pertanian  (untuk mencapai skala
keekonomian).

Kawasan ini harus dijadikan
contoh pertanian modern dengan produktivitas tinggi untuk menjadi kebanggan
Nasional Petani Indonesia dari generasi baru Petani Muda Indonesia.

Baca Juga :  Desentralisasi Pasar, Solusi Sirkulasi Ekonomi di Tengah Pandemi

Untuk menjamin pasokan pupuk, obat-obatan,
dan penjualan hasil panen, hendaknya usaha sawah/pangan ini dapat dikawal
dengan membentuk kemitraan. Adalah sebuah langkah maju apabila BUMN dapat
menjadi mitra utama para petani dengan pola kemitraan yang mengutamakan
kesamaan hak dan keuntungan bersama.

Pola kemitraan ini juga harus
dapat menjadi contoh Nasionalisme Indonesia untuk mengatasi berbagai problem
yang dihadapi para petani, seperti kelangkaan pupuk dan obat-obatan serta harga
panen yang dipermainkan oleh para tengkulak. Mari jadikan proyek sawah atau
ketahanan pangan  ini, menjadi contoh
nasional Indonesia untuk membuat petani dan sektor pertanian adalah pondasi
utama kestabilan perekonomian dan kekokohan rasa kebangsaan serta penghormatan
akan jasa para Petani Indonesia. Tak ada Negara Kuat Tanpa Petani yang Kuat
Sejahtera. Tak ada Ekonomi dan Politik Stabil tanpa Ketahanan Pangan.

Pertanian pangan yang
berkelanjutan, secara ekologi dan ekonomi sangat perlu dimiliki Indonesia
sebagai sebuah bukti kemajuan sebuah negara. Berdaulat secara pangan akan
menjadi pondasi kokoh untuk NKRI yang kuat baik secara Ekonomi dan Politik.
Tingkat pengetahuan dan teknologi yang diterapkan oleh para petani dalam sebuah
negara, adalah salah satu gambaran kemajuan sebuah bangsa. Indonesia yang
mengklaim sebagai negara agraris, harus mampu menunjukan bahwa petaninya adalah
petani moderen yang paham kerberlanjutan secara Ekologi dan Ekonomi.

Mari tunjukan itu kepada dunia cara
kita bekerja untuk sukses, maka berbagai kritik bahkan penolakan akan hilang
bersamaan dengan kesuksesan yang diraih.

Karena hanya cerita sukses yang
mampu untuk meredam dan menghilangkan kritik bahkan penolakan para pihak. Mari
bersama bekerja; Universitas Palangka Raya yang merupakan gudang para pakar
Gambut baik biofisik maupun sosial humaniora 
siap mendukung dan bekerjasama.

Mari jadikan kegagalan masa lalu
untuk meraih sukses gilang- gemilang dengan kerja Cerdas, Kerja Tuntas dan
Kerja Iklas. (*)

(Penulis adalah Rektor Universitas Palangka Raya.
Tulisan adalah presentasi pada acara Pertemuan Video conference  Pembahasan Tinjauan Keilmuan Dalam
Pengembangan Ketahanan Pangan Berkelanjutan di Lahan Eks PLG Proinsi Kalimantan
Tengah, diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Republik Indonesia,  18 Juni 2020)

Terpopuler

Artikel Terbaru