30.7 C
Jakarta
Tuesday, April 23, 2024

Desentralisasi Pasar, Solusi Sirkulasi Ekonomi di Tengah Pandemi

SAYA termasuk orang yang tidak setuju dengan pengurangan jam
operasional pasar. Semula yang beroperasi dari subuh hingga sore. Menjadi hanya
dari pagi sampai siang. Terutama di daerah yang menerapkan pembatasan sosial
berskala besar (PSBB) seperti Kapuas dan Palangka Raya.

Menurut saya hal ini tidak
solutif dan menjawab permasalahan. Kalau kita urai ada 2 masalah utama hari ini
yang timbul karena Covid-19 dan penyelesaiannya tidak boleh kontra-produktif.

Yang pertama adalah public need (kebutuhan publik) dan yang
kedua public health (kesehatan dan
keselamatan publik).

PUBLIC NEED

Kita bisa menangkap bahwa upaya
yang dilakukan oleh pemerintah hari-hari ini termasuk pemda adalah ikhtiar
kolektif yang dimaksudkan agar penyebaran COVID-19 melandai dan lambat.

Tapi pemerintah juga harus peka
dalam melihat kebutuhan masyarakat. Bahwa berjualan bagi pedagang adalah
keharusan, karena itu adalah sumber penghasilan utama. Nah, pemberlakuan
pemangkasan waktu operasi pasar bisa membebani pedagang dan UMKM dalam hal ini.

Ditambah lagi bahwa pasokan
kebutuhan dapur emak-emak juga harus terpenuhi. Dengan hanya pembatasan jam
operasional pasar maka tingkat kepanikan emak-emak juga meningkat. Konsumsi
masyarakat juga bisa terganggu, karena waktu supply yang terbatas sementara
demand-nya tinggi.

Baca Juga :  Pengusaha Terseret

Singkatnya sirkulasi ekonomi jadi
terganggu!

PUBLIC HEALTH

Kalau kita amati dengan cermat,
kira-kira apa yang terjadi dipasar dengan pembatasan waktu operasional. Penumpukan
massa. Iya, inilah yang terjadi. Masyarakat justru berjubel karena tidak ingin
kehabisan barang dan time-out (kehabisan waktu) dengan pembatasan jam operasi
tadi.

Sehingga tujuan agar protokol
kesehatan dijalankan semisal; memakai masker dan physical distancing, justru
tidak tercapai.

Harapan dan fakta dilapangan
lagi-lagi saling ber-negasi (berlawanan)

Seyogyanya kebijakan yang dibuat
pemerintah daerah dalam hal ini haruslah saling mempertemukan antara Public
Need dan Public Health.

Untuk itulah kami dari Menara
Insan Cita menginginkan agar pemerintah daerah berkenan mengkaji soal
desentralisasi pasar. Jangan berpatokan bahwa pasar yang ada sudah cukup untuk
meng-cover kebutuhan masyarakat.

Baca Juga :  Bahasa dan Emotikon

Hadirkan pasar-pasar mini ke
kelurahan-kelurahan, syukur-syukur bisa sampai ke tingkat RT. Meskipun hanya
dengan bangunan dan lapak seadanya, ini cukup. Yang penting nafas sirkulasi
ekonomi tetap jalan dan longgar. UMKM baru juga akan tumbuh dan terbuka
lapangan kerja baru.

Selain juga dari sisi kesehatan
publik-nya bisa mudah dipantau. Karena pembeli dan penjual berapa pada lokal
yang sama. Tidak boleh misal orang kalampangan justru beli sayur ke wilayah
menteng. Harus dilokalnya masing-masing.

Lantas bagaimana dengan pasar
utama ditengah kota semisal pasar besar Palangka Raya dan pasar besar Kuala
Kapuas. Jadikan fungsi pasar-pasar utama ini sebagai distributor bagi
pasar-pasar kecil yang berdiri. Sehingga tidak ada masyarakat yang kehilangan
lapangan pekerjaan.

Kita harus menyadari bahwa kajian
dari berbagai pakar epidemologi mengatakan bahwa krisis wabah ini mungkin akan
berkepanjangan. Sehingga terobosan-terobosan serupa hari ini bukan lagi sebagai
opsi tapi memang keharusan***

(Penulis adalah Direktur
Eksekutif Menara Insan Cita(MIC))

SAYA termasuk orang yang tidak setuju dengan pengurangan jam
operasional pasar. Semula yang beroperasi dari subuh hingga sore. Menjadi hanya
dari pagi sampai siang. Terutama di daerah yang menerapkan pembatasan sosial
berskala besar (PSBB) seperti Kapuas dan Palangka Raya.

Menurut saya hal ini tidak
solutif dan menjawab permasalahan. Kalau kita urai ada 2 masalah utama hari ini
yang timbul karena Covid-19 dan penyelesaiannya tidak boleh kontra-produktif.

Yang pertama adalah public need (kebutuhan publik) dan yang
kedua public health (kesehatan dan
keselamatan publik).

PUBLIC NEED

Kita bisa menangkap bahwa upaya
yang dilakukan oleh pemerintah hari-hari ini termasuk pemda adalah ikhtiar
kolektif yang dimaksudkan agar penyebaran COVID-19 melandai dan lambat.

Tapi pemerintah juga harus peka
dalam melihat kebutuhan masyarakat. Bahwa berjualan bagi pedagang adalah
keharusan, karena itu adalah sumber penghasilan utama. Nah, pemberlakuan
pemangkasan waktu operasi pasar bisa membebani pedagang dan UMKM dalam hal ini.

Ditambah lagi bahwa pasokan
kebutuhan dapur emak-emak juga harus terpenuhi. Dengan hanya pembatasan jam
operasional pasar maka tingkat kepanikan emak-emak juga meningkat. Konsumsi
masyarakat juga bisa terganggu, karena waktu supply yang terbatas sementara
demand-nya tinggi.

Baca Juga :  Pengusaha Terseret

Singkatnya sirkulasi ekonomi jadi
terganggu!

PUBLIC HEALTH

Kalau kita amati dengan cermat,
kira-kira apa yang terjadi dipasar dengan pembatasan waktu operasional. Penumpukan
massa. Iya, inilah yang terjadi. Masyarakat justru berjubel karena tidak ingin
kehabisan barang dan time-out (kehabisan waktu) dengan pembatasan jam operasi
tadi.

Sehingga tujuan agar protokol
kesehatan dijalankan semisal; memakai masker dan physical distancing, justru
tidak tercapai.

Harapan dan fakta dilapangan
lagi-lagi saling ber-negasi (berlawanan)

Seyogyanya kebijakan yang dibuat
pemerintah daerah dalam hal ini haruslah saling mempertemukan antara Public
Need dan Public Health.

Untuk itulah kami dari Menara
Insan Cita menginginkan agar pemerintah daerah berkenan mengkaji soal
desentralisasi pasar. Jangan berpatokan bahwa pasar yang ada sudah cukup untuk
meng-cover kebutuhan masyarakat.

Baca Juga :  Bahasa dan Emotikon

Hadirkan pasar-pasar mini ke
kelurahan-kelurahan, syukur-syukur bisa sampai ke tingkat RT. Meskipun hanya
dengan bangunan dan lapak seadanya, ini cukup. Yang penting nafas sirkulasi
ekonomi tetap jalan dan longgar. UMKM baru juga akan tumbuh dan terbuka
lapangan kerja baru.

Selain juga dari sisi kesehatan
publik-nya bisa mudah dipantau. Karena pembeli dan penjual berapa pada lokal
yang sama. Tidak boleh misal orang kalampangan justru beli sayur ke wilayah
menteng. Harus dilokalnya masing-masing.

Lantas bagaimana dengan pasar
utama ditengah kota semisal pasar besar Palangka Raya dan pasar besar Kuala
Kapuas. Jadikan fungsi pasar-pasar utama ini sebagai distributor bagi
pasar-pasar kecil yang berdiri. Sehingga tidak ada masyarakat yang kehilangan
lapangan pekerjaan.

Kita harus menyadari bahwa kajian
dari berbagai pakar epidemologi mengatakan bahwa krisis wabah ini mungkin akan
berkepanjangan. Sehingga terobosan-terobosan serupa hari ini bukan lagi sebagai
opsi tapi memang keharusan***

(Penulis adalah Direktur
Eksekutif Menara Insan Cita(MIC))

Terpopuler

Artikel Terbaru