30.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Maleficent: Mistress of Evil: Peri Kegelapan yang Kian Tak Menyeramkan

Beberapa bulan lalu,
Disney dibanjiri kritik lantaran dianggap telah ‘membunuh’ penokohan yang
sangat kuat dari para karakter di film 
remake Lion King yang,
ironisnya, sukses besar di pasaran. Kritik membangun tersebut nampaknya tidak
didengar oleh mereka, karena ‘dosa’ yang sama kembali mereka ulangi di
film 
Maleficent: Mistress of Evil.

Maleficent: Mistress
of Evil 
merupakan sekuel dari
film Maleficent yang tayang pada 2014. Diperankan oleh
Angelina Jolie, Maleficent mengadaptasi kisah salah satu
penjahat terbesar ciptaan Disney yang pertama kali tampil di film animasi
legendaris Sleeping Beauty yang rilis pada 1959 silam.

Di film tersebut,
Disney melakukan perombakan cerita di mana sosok Maleficent digambarkan sebagai
seorang peri baik hati yang tersakiti oleh ulah pria yang dicintainya sebelum
kemudian ia menjelma menjadi seorang peri kegelapan dengan kekuatan sihir yang
tiada tara.

Berbeda dengan versi
animasinya di mana Maleficent tewas dibunuh Pangeran Phillip setelah mengutuk
Putri Aurora hingga tertidur akibat menyentuh jarum pemintal benang yang
dimantrai, Disney menjadikan Maleficent versi Jolie sebagai pahlawan. Alih-alih
dibangunkan oleh Phillip melalui kecupan di bibir, Aurora justru tersadar dari
tidur abadinya setelah Maleficent, yang dalam film ini dikisahkan sempat
membesarkan dan merawat dirinya sejak orok, mencium keningnya.

Film ini pun sontak
mengundang pro dan kontra. Di tengah banyaknya pujian dan pundi-pundi uang yang
masuk, para penonton yang lain mengaku cukup kecewa dengan pelintiran kisah
ini. Alasannya cukup sederhana: Maleficent tidak lagi digambarkan sebagai sosok
yang menyeramkan. Reputasinya sebagai sosok antagonis yang sangat ikonik
menjadi ternoda dengan keberadaan film tersebut.

Baca Juga :  Joko Anwar Kaget Film Gundala Dapat Ulasan Positif Golden Globe Awards

Status penjahat yang
melekat pada diri Maleficent semakin pudar di film Maleficent:
Mistress of Evil
. Bertolak belakang dengan judulnya, Maleficent boleh
dibilang hampir sama sekali tidak menunjukkan sisi evil-nya di film
ini.

Maleficent: Mistress
of Evil 
secara garis besar
berkutat pada ketegangan hubungan Maleficent dan Aurora (Elle Fanning) yang
dilamar oleh Phillip (Harris Dickinson). Untuk diketahui, Phillip merupakan
anak dari Raja John (Robert Lindsay) dan Ratu Ingrith (Michelle Pfeiffer) dari
Kerajaan Ulstead yang notabene membenci Maleficent. Maleficent, yang
merupakan ibu tiri Aurora dan punya sifat sangat protektif, menentang keras
keinginan Aurora.

Lewat proses negosiasi
yang cukup singkat, Maleficent akhirnya setuju menemani Aurora menemui Phillip
dan orangtuanya di Kerajaan Ulstead. Aurora sendiri berharap pernikahannya
dengan Phillip bisa membuat Kerajaan Ulstead dan Moors, kerajaan di dalam hutan
tempat Aurora dan Maleficent tinggal, bisa bersatu.

Bisa ditebak,
pertemuan tidak berjalan lancar. Ratu Ingrith, antagonis utama film ini,
berhasil memprovokasi Maleficent hingga ia melepaskan kekuatan sihirnya hingga
Raja John jatuh tak sadarkan diri. Maleficent pun pergi dari Kerajaan Ulstead,
meninggalkan Aurora yang kecewa berat dengan dirinya.

Rangkaian kejadian
berikutnya kemudian memperlihatkan bahwa Maleficent, yang merupakan peri dari
kaum Fey, bukanlah satu-satunya Fey yang tersisa. Tanpa sengaja, ia bertemu
dengan koloni ras Fey lain yang tengah menyiapkan rencana menyerang Kerajaan
Ulstead untuk balas dendam kepada umat manusia yang nyaris memunahkan mereka
dari muka bumi.

Baca Juga :  Ikut Demo RKUHP, Andovi da Lopez Pertanyakan 2 Pasal Ini

Seperti
film-film live action mereka belakangan, Disney juga
mempersenjatai Maleficent: Mistress of Evil dengan suguhan GCI
yang memukau mata. Sayang, hal ini tidak dibarengi dengan cerita yang matang.
Alih-alih fokus pada Maleficent yang semestinya jadi sentral cerita, sutradara
Joachim Ronning justru terlalu banyak memasukkan elemen dan konflik lain.

Akibatnya, disadari
atau tidak, porsi penampilan Maleficent di film ini tidaklah banyak.
Karakternya pun tidak tergali dengan baik, bahkan kalah kuat dengan Ratu
Ingrith.

Tak hanya itu, alur
cerita Maleficent: Mistress of Evil juga sangat mudah ditebak.
Tidak butuh waktu lama buat.  penonton untuk segera menyadari bahwa
Maleficent bukanlah dalang di balik pingsannya Raja John. Ending ceritanya pun
sudah bisa diterka jauh sebelum film berdurasi 118 menit ini usai.

Secara
keseluruhan, Maleficent: Mistress of Evil bukanlah film yang
mengecewakan. Kemampuan Disney dalam mempertontonkan potensi maksimal dari
teknologi CGI tetap membuat film ini layak ditonton bersama keluarga. Alur
cerita yang tidak berat pun membuat film ini juga bisa dinikmati oleh
anak-anak.

Sayang, kemunculan
sekuel film Maleficent ini pada akhirnya membuat citra
Maleficent sebagai tokoh penjahat yang ditakuti semakin luntur. Dengan segala
kebaikan dan tindakan heroik yang dilakukan, Maleficent bukan lagi sang peri
kegelapan yang menyeramkan.(jpg)

 

Beberapa bulan lalu,
Disney dibanjiri kritik lantaran dianggap telah ‘membunuh’ penokohan yang
sangat kuat dari para karakter di film 
remake Lion King yang,
ironisnya, sukses besar di pasaran. Kritik membangun tersebut nampaknya tidak
didengar oleh mereka, karena ‘dosa’ yang sama kembali mereka ulangi di
film 
Maleficent: Mistress of Evil.

Maleficent: Mistress
of Evil 
merupakan sekuel dari
film Maleficent yang tayang pada 2014. Diperankan oleh
Angelina Jolie, Maleficent mengadaptasi kisah salah satu
penjahat terbesar ciptaan Disney yang pertama kali tampil di film animasi
legendaris Sleeping Beauty yang rilis pada 1959 silam.

Di film tersebut,
Disney melakukan perombakan cerita di mana sosok Maleficent digambarkan sebagai
seorang peri baik hati yang tersakiti oleh ulah pria yang dicintainya sebelum
kemudian ia menjelma menjadi seorang peri kegelapan dengan kekuatan sihir yang
tiada tara.

Berbeda dengan versi
animasinya di mana Maleficent tewas dibunuh Pangeran Phillip setelah mengutuk
Putri Aurora hingga tertidur akibat menyentuh jarum pemintal benang yang
dimantrai, Disney menjadikan Maleficent versi Jolie sebagai pahlawan. Alih-alih
dibangunkan oleh Phillip melalui kecupan di bibir, Aurora justru tersadar dari
tidur abadinya setelah Maleficent, yang dalam film ini dikisahkan sempat
membesarkan dan merawat dirinya sejak orok, mencium keningnya.

Film ini pun sontak
mengundang pro dan kontra. Di tengah banyaknya pujian dan pundi-pundi uang yang
masuk, para penonton yang lain mengaku cukup kecewa dengan pelintiran kisah
ini. Alasannya cukup sederhana: Maleficent tidak lagi digambarkan sebagai sosok
yang menyeramkan. Reputasinya sebagai sosok antagonis yang sangat ikonik
menjadi ternoda dengan keberadaan film tersebut.

Baca Juga :  Joko Anwar Kaget Film Gundala Dapat Ulasan Positif Golden Globe Awards

Status penjahat yang
melekat pada diri Maleficent semakin pudar di film Maleficent:
Mistress of Evil
. Bertolak belakang dengan judulnya, Maleficent boleh
dibilang hampir sama sekali tidak menunjukkan sisi evil-nya di film
ini.

Maleficent: Mistress
of Evil 
secara garis besar
berkutat pada ketegangan hubungan Maleficent dan Aurora (Elle Fanning) yang
dilamar oleh Phillip (Harris Dickinson). Untuk diketahui, Phillip merupakan
anak dari Raja John (Robert Lindsay) dan Ratu Ingrith (Michelle Pfeiffer) dari
Kerajaan Ulstead yang notabene membenci Maleficent. Maleficent, yang
merupakan ibu tiri Aurora dan punya sifat sangat protektif, menentang keras
keinginan Aurora.

Lewat proses negosiasi
yang cukup singkat, Maleficent akhirnya setuju menemani Aurora menemui Phillip
dan orangtuanya di Kerajaan Ulstead. Aurora sendiri berharap pernikahannya
dengan Phillip bisa membuat Kerajaan Ulstead dan Moors, kerajaan di dalam hutan
tempat Aurora dan Maleficent tinggal, bisa bersatu.

Bisa ditebak,
pertemuan tidak berjalan lancar. Ratu Ingrith, antagonis utama film ini,
berhasil memprovokasi Maleficent hingga ia melepaskan kekuatan sihirnya hingga
Raja John jatuh tak sadarkan diri. Maleficent pun pergi dari Kerajaan Ulstead,
meninggalkan Aurora yang kecewa berat dengan dirinya.

Rangkaian kejadian
berikutnya kemudian memperlihatkan bahwa Maleficent, yang merupakan peri dari
kaum Fey, bukanlah satu-satunya Fey yang tersisa. Tanpa sengaja, ia bertemu
dengan koloni ras Fey lain yang tengah menyiapkan rencana menyerang Kerajaan
Ulstead untuk balas dendam kepada umat manusia yang nyaris memunahkan mereka
dari muka bumi.

Baca Juga :  Ikut Demo RKUHP, Andovi da Lopez Pertanyakan 2 Pasal Ini

Seperti
film-film live action mereka belakangan, Disney juga
mempersenjatai Maleficent: Mistress of Evil dengan suguhan GCI
yang memukau mata. Sayang, hal ini tidak dibarengi dengan cerita yang matang.
Alih-alih fokus pada Maleficent yang semestinya jadi sentral cerita, sutradara
Joachim Ronning justru terlalu banyak memasukkan elemen dan konflik lain.

Akibatnya, disadari
atau tidak, porsi penampilan Maleficent di film ini tidaklah banyak.
Karakternya pun tidak tergali dengan baik, bahkan kalah kuat dengan Ratu
Ingrith.

Tak hanya itu, alur
cerita Maleficent: Mistress of Evil juga sangat mudah ditebak.
Tidak butuh waktu lama buat.  penonton untuk segera menyadari bahwa
Maleficent bukanlah dalang di balik pingsannya Raja John. Ending ceritanya pun
sudah bisa diterka jauh sebelum film berdurasi 118 menit ini usai.

Secara
keseluruhan, Maleficent: Mistress of Evil bukanlah film yang
mengecewakan. Kemampuan Disney dalam mempertontonkan potensi maksimal dari
teknologi CGI tetap membuat film ini layak ditonton bersama keluarga. Alur
cerita yang tidak berat pun membuat film ini juga bisa dinikmati oleh
anak-anak.

Sayang, kemunculan
sekuel film Maleficent ini pada akhirnya membuat citra
Maleficent sebagai tokoh penjahat yang ditakuti semakin luntur. Dengan segala
kebaikan dan tindakan heroik yang dilakukan, Maleficent bukan lagi sang peri
kegelapan yang menyeramkan.(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru