33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Mengurai Sengkarut Konflik Agraria di Kinipan

Kinipan. Nama itu dalam dua pekan
terakhir seakan menjadi trending. Mulai dari dunia maya (media sosial), hingga
dunia nyata. Kisah Kinipan seakan baru menghentak pasca adanya penangkapan
terhadap Effendi Buhing, Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan.

======

KINIPAN adalah nama sebuah desa di Kabupaten Lamandau yang
merupakan ibukota Kecamatan Batangkawa. Secara administratif, Kecamatan
Batangkawa terdiri dari 9 desa, yaitu Kinipan, Ginih, Batu Tambun, Benakitan,
Liku, Mengkalang, Karang Mas, Kina, dan Jemuat.

Sejatinya, sengketa antara
sebagian masyarakat Desa Kinipan dengan perusahaan (PT Sawit Mandiri Lestari
(SML)), telah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Seiring perjalanan waktu,
sengketa tak kunjung usai, hingga akhirnya terjadi penangkapan terhadap Ketua Komunitas
Adat Laman Kinipan, Effendi Buhing.

Pascapenangkapan yang dilakukan
aparat Polda Kalteng pada 26 Agustus 2020, Kinipan pun langsung viral, bahkan
tak hanya di tingkat lokal, tetapi juga menjadi sorotan nasional hingga
internasional.

Berbagai tanggapan, komentar dan
pendapat banyak kalangan pun bermunculan, baik yang pro maupun yang kontra.

‘Kasus’ Kinipan ini pun mendapat
perhatian serius dari DPRD Kalteng. Sehingga Ketua DPRD Kalteng, Wiyatno
memutuskan untuk mengutus langsung dua komisi lembaga wakil rakyat itu untuk
datang ke Kabupaten Lamandau.

“Kami ingin melihat dan mendengar
langsung di lapangan, apa dan bagaimana yang sesungguhnya terjadi. Dan kami
ingin mendapatkan informasi selengkapnya dari para pihak-pihak yang terkait,
baik itu pemerintah daerah, perusahaan dan masyarakat. Baik yang pro maupun
yang kontra,” kata Wiyatno.

Rombongan DPRD Kalteng yang
terdiri dari Komisi I dan Komisi II dengan dipimpin Wakil Ketua DPRD, Jimmy
Carter pun bertolak ke Kabupaten Lamandau pada 2 hingga 5 September 2020.

Baca Juga :  Kalteng Dapat 11 Ribu Hektare PSR, Lohing: PBS Harus Proaktif

Awal Muncul Klaim Hutan Adat

Ketika tiba di Kabupaten
Lamandau, rombongan langsung menggelar pertemuan pertama dengan Bupati
Lamandau, Hendra Lesmana. Pada pertemuan dilaksanakan di rumah jabatan bupati.
Dalam pertemuan itu, Hendra menyampaikan berbagai langkah dan upaya serta
kronologis sengketa yang terjadi antara sebagian masyarakat Kinipan dan PT SML.

“PT SML sudah mulai mengajukan
proses perizinan sejak 2010. Kemudian persoalan mulai muncul ketika Badan
Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dari AMAN melakukan pemetaan lahan komunitas ada
di kawasan itu yang setelah di overlay ternyata tumpang tindih dengan kawasan
izin konsesi PT SML. Dari situlah kemudian dimulainya benang sengkarutnya
persoalan di Kinipan,” ungkap Hendra.

Padahal, menurut Hendra, pada
tahun 2010 saat awal PT SML mulai mengajukan perizinan, telah dilakukan
pertemuan dengan masyarakat Desa Kinipan dan telah ada kesepakatan antara kedua
belah pihak.

Hendra juga mengakui, pada
dasarnya pro dan kontra terjadi pada hampir setiap masuknya investasi yang
berkaitan dengan perizinan pemanfaatan kawasan, sulit dihindari. “Karena itu,
kami sebagai pemerintah daerah pun telah menyampaikan permasalahan ini tidak
hanya hanya berdasarkan satu sudut pandang, tetapi dari berbagai sudut pandang.
Kami juga sudah mengirimkan kronologisnya untuk ke pemerintah provinsi dengan
tembusan langsung ke Presiden, terkait awal mula kronoligis konflik agraria di
Kinipan ini,” jelas Hendra Lesmana.

Pada tahun 2012, PT SML mengantongi
izin lokasi dan Izin Usaha Perkebunan kelapa sawit, seluas 26.995,46 hektare
dengan rincian untuk kebun inti seluas 12.561,52 hektare dan untuk kebun plasma
seluas 14.433,94 hektare yang berada di sekitar 12 desa yang berada di tiga
kecamatan. Yaitu Desa Kinipan, Desa Ginih, Desa Batu Tambun Kecamatan Kawa.
Kemudian Desa Riam Panahan di Kecamatan Delang, serta Desa Sungai Tuat, Desa
Tanjung Beringin, Desa Cuhai, Desa Kawa, Desa Karang Taba, Desa Panopa, Desa
Suja, Desa Tipin Bini dan Desa Samu Jaya di Kecamatan Lamandau.

Baca Juga :  Gubenur Sampaikan Pidato Pengantar Raperda Pertanggungjawaban APBD

Penjelasan Hendra pun diperkuat
oleh Anggota Komisi I DPRD Kalteng yang juga pernah menjabat Wakil Bupati
Lamandau dua periode (2008-2018), H Sugiyarto.

“Memang saat itu, pro dan kontra
sudah ada. Ada masyarakat yang menerima dan ada juga sebagian yang menolak.
Tetapi saat itu pun, sudah diingatkan dan disepakati agar masing-masing pihak
jangan saling mengganggu. Yang menolak jangan mengganggu yang menerima,
demikian juga sebaliknya. Ini yang sampai sekarang saya masih ingat,” tutur
Sugiyarto.

Dalam perjalanannya terus terjadinya
tarik ulur dan tidak ditemukannya kesepakatan antara para pihak, imbuh
Sugiyarto, membuat sengketa yang terjadi terus berkepanjangan.

“Tetapi kalau melihat dari
urut-urutannya (tahapan perizinan) yang dilalui, semua memang sudah sesuai
dengan ketentuan,” ujarnya.

Sementara Ketua Komisi II, Lohing
Simon menegaskan, sebagai wakil rakyat, dalam permasalahan ini pihaknya tidak
dalam posisi ingin memihak salah satu kelompok (pro dan kontra).

“Karena itu, kedatangan kami
disini ingin melihat dan mendengar secara langsung dari para pihak yang
terkait. Sehingga nantinya kita berharap dapat mengurai persoalan ini untuk
bisa diselesaikan secara baik, dengan win-win
solution
,” kata Lohing. (bersambung)

Kinipan. Nama itu dalam dua pekan
terakhir seakan menjadi trending. Mulai dari dunia maya (media sosial), hingga
dunia nyata. Kisah Kinipan seakan baru menghentak pasca adanya penangkapan
terhadap Effendi Buhing, Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan.

======

KINIPAN adalah nama sebuah desa di Kabupaten Lamandau yang
merupakan ibukota Kecamatan Batangkawa. Secara administratif, Kecamatan
Batangkawa terdiri dari 9 desa, yaitu Kinipan, Ginih, Batu Tambun, Benakitan,
Liku, Mengkalang, Karang Mas, Kina, dan Jemuat.

Sejatinya, sengketa antara
sebagian masyarakat Desa Kinipan dengan perusahaan (PT Sawit Mandiri Lestari
(SML)), telah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Seiring perjalanan waktu,
sengketa tak kunjung usai, hingga akhirnya terjadi penangkapan terhadap Ketua Komunitas
Adat Laman Kinipan, Effendi Buhing.

Pascapenangkapan yang dilakukan
aparat Polda Kalteng pada 26 Agustus 2020, Kinipan pun langsung viral, bahkan
tak hanya di tingkat lokal, tetapi juga menjadi sorotan nasional hingga
internasional.

Berbagai tanggapan, komentar dan
pendapat banyak kalangan pun bermunculan, baik yang pro maupun yang kontra.

‘Kasus’ Kinipan ini pun mendapat
perhatian serius dari DPRD Kalteng. Sehingga Ketua DPRD Kalteng, Wiyatno
memutuskan untuk mengutus langsung dua komisi lembaga wakil rakyat itu untuk
datang ke Kabupaten Lamandau.

“Kami ingin melihat dan mendengar
langsung di lapangan, apa dan bagaimana yang sesungguhnya terjadi. Dan kami
ingin mendapatkan informasi selengkapnya dari para pihak-pihak yang terkait,
baik itu pemerintah daerah, perusahaan dan masyarakat. Baik yang pro maupun
yang kontra,” kata Wiyatno.

Rombongan DPRD Kalteng yang
terdiri dari Komisi I dan Komisi II dengan dipimpin Wakil Ketua DPRD, Jimmy
Carter pun bertolak ke Kabupaten Lamandau pada 2 hingga 5 September 2020.

Baca Juga :  Kalteng Dapat 11 Ribu Hektare PSR, Lohing: PBS Harus Proaktif

Awal Muncul Klaim Hutan Adat

Ketika tiba di Kabupaten
Lamandau, rombongan langsung menggelar pertemuan pertama dengan Bupati
Lamandau, Hendra Lesmana. Pada pertemuan dilaksanakan di rumah jabatan bupati.
Dalam pertemuan itu, Hendra menyampaikan berbagai langkah dan upaya serta
kronologis sengketa yang terjadi antara sebagian masyarakat Kinipan dan PT SML.

“PT SML sudah mulai mengajukan
proses perizinan sejak 2010. Kemudian persoalan mulai muncul ketika Badan
Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dari AMAN melakukan pemetaan lahan komunitas ada
di kawasan itu yang setelah di overlay ternyata tumpang tindih dengan kawasan
izin konsesi PT SML. Dari situlah kemudian dimulainya benang sengkarutnya
persoalan di Kinipan,” ungkap Hendra.

Padahal, menurut Hendra, pada
tahun 2010 saat awal PT SML mulai mengajukan perizinan, telah dilakukan
pertemuan dengan masyarakat Desa Kinipan dan telah ada kesepakatan antara kedua
belah pihak.

Hendra juga mengakui, pada
dasarnya pro dan kontra terjadi pada hampir setiap masuknya investasi yang
berkaitan dengan perizinan pemanfaatan kawasan, sulit dihindari. “Karena itu,
kami sebagai pemerintah daerah pun telah menyampaikan permasalahan ini tidak
hanya hanya berdasarkan satu sudut pandang, tetapi dari berbagai sudut pandang.
Kami juga sudah mengirimkan kronologisnya untuk ke pemerintah provinsi dengan
tembusan langsung ke Presiden, terkait awal mula kronoligis konflik agraria di
Kinipan ini,” jelas Hendra Lesmana.

Pada tahun 2012, PT SML mengantongi
izin lokasi dan Izin Usaha Perkebunan kelapa sawit, seluas 26.995,46 hektare
dengan rincian untuk kebun inti seluas 12.561,52 hektare dan untuk kebun plasma
seluas 14.433,94 hektare yang berada di sekitar 12 desa yang berada di tiga
kecamatan. Yaitu Desa Kinipan, Desa Ginih, Desa Batu Tambun Kecamatan Kawa.
Kemudian Desa Riam Panahan di Kecamatan Delang, serta Desa Sungai Tuat, Desa
Tanjung Beringin, Desa Cuhai, Desa Kawa, Desa Karang Taba, Desa Panopa, Desa
Suja, Desa Tipin Bini dan Desa Samu Jaya di Kecamatan Lamandau.

Baca Juga :  Gubenur Sampaikan Pidato Pengantar Raperda Pertanggungjawaban APBD

Penjelasan Hendra pun diperkuat
oleh Anggota Komisi I DPRD Kalteng yang juga pernah menjabat Wakil Bupati
Lamandau dua periode (2008-2018), H Sugiyarto.

“Memang saat itu, pro dan kontra
sudah ada. Ada masyarakat yang menerima dan ada juga sebagian yang menolak.
Tetapi saat itu pun, sudah diingatkan dan disepakati agar masing-masing pihak
jangan saling mengganggu. Yang menolak jangan mengganggu yang menerima,
demikian juga sebaliknya. Ini yang sampai sekarang saya masih ingat,” tutur
Sugiyarto.

Dalam perjalanannya terus terjadinya
tarik ulur dan tidak ditemukannya kesepakatan antara para pihak, imbuh
Sugiyarto, membuat sengketa yang terjadi terus berkepanjangan.

“Tetapi kalau melihat dari
urut-urutannya (tahapan perizinan) yang dilalui, semua memang sudah sesuai
dengan ketentuan,” ujarnya.

Sementara Ketua Komisi II, Lohing
Simon menegaskan, sebagai wakil rakyat, dalam permasalahan ini pihaknya tidak
dalam posisi ingin memihak salah satu kelompok (pro dan kontra).

“Karena itu, kedatangan kami
disini ingin melihat dan mendengar secara langsung dari para pihak yang
terkait. Sehingga nantinya kita berharap dapat mengurai persoalan ini untuk
bisa diselesaikan secara baik, dengan win-win
solution
,” kata Lohing. (bersambung)

Terpopuler

Artikel Terbaru