Perawatan kulit wajah memang
tak bisa dilakukan sembarangan. Tak jarang, untuk menemukan skin care yang cocok,
seseorang melakukan uji coba dengan menggunakan beberapa produk.
Nah, ketika mencoba regimen
atau produk skin care baru,
salah satu reaksi yang muncul adalah beruntusan pada kulit wajah. Lantas,
benarkan beruntusan menjadi tanda kalau skin care tersebut tak cocok?
Diakui dokter kulit dr Devina
Nova Estikaratri, yang juga Head of ERHA.DNA, saat ini memang sedang muncul
tren coba-coba skin care.
Terlebih masyarakat disuguhkan dengan ragam skin
care review di media sosial.
Namun karena tidak validnya
informasi akan kondisi kulit, tak jarang skin care yang dipilih justru menimbulkan
masalah kulit lainnya. Atau bahkan muncul pemahaman masalah kulit yang wajar
justru dianggap berbahaya.
Nah, salah satunya beruntusan.
Terkait dengan beruntusan, ungkap dr Devina, selama ini masyarakat memang
sering menyangka bintik-bintik halus pada kulit
tersebut disebabkan
karena skin care yang
tak cocok. Padahal, sebenarnya itu merupakan reaksi yang wajar dari kulit
ketika menerima regimen atau produk skin
care baru.
“Itu (beruntusan) sebenarnya
kulit lagi adaptasi bagi kulit untuk menerima regimen baru. Itu fase kognitif
manusia, yang memang memerlukan waktu untuk adaptasi. Jadi itu wajar,†ujar dr Devina
saat peluncuran ERHA.DNA Smart Skin Solution beberapa waktu lalu di Jakarta.
Lantas,
berapa lama beruntusan akan timbul?
Mengenai lamanya waktu beruntusan,
dr Devina menegaskan tiap orang akan mengalami masa yang berbeda. Karena balik
lagi, jenis kulit tiap orang berbeda. Sehingga misalnya, di kulit si A hanya
butuh waktu 3 hari tapi di si B bisa memakan wkatu hingga 2 minggu.
“Kalau kita baca jurnal
alergi, itu waktunya memang beda-beda. Bisa timbulnya sangat cepat atau lambat.
Langkah tepatnya yang sering melakukan monitoring dan mengetahui dengan pasti
jenis kulit. Misalnya lewat tes DNA pada kulit,†sambungnya.
Sebab, jika bicara jenis
kulit, secara umum masyarakat mengenal adanya 4 klasifikasi kulit yaitu kering,
berminyak, kombinasi, dan sensitif. Namun, seiring dengan berkembangnya inovasi
produk perawatan, klasifikasi Rubinstein tidak lagi cukup untuk menentukan
karakteristik kulit yang lebih spesifik.
Kini Baumann Skin-Type
Indicator (BSTI) atau Indikator Tipe Kulit Baumann menjadi parameter baru dalam
mengidentifikasi karakter atau jenis kulit secara luas. BSTI memberikan
pendekatan baru yang mengklasifikasikan jenis kulit melalui 4 parameter.
Yakni ciri kulit yaitu kering
atau berminyak, sensitif atau resisten, berpigmen atau tidak, dan berkerut atau
kencang. Dari paremeter tersebut, kita akan mendapatkan 16 karakteristik jenis
kulit yang berbeda.
“Berangkat dari diagnosa yang
akurat, kita akan bisa merawat kulit sesuai dengan kebutuhannya,†sambungnya. (jpc)