33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Bersepeda Berkeliling Amerika Selatan hingga Afrika

Mencintai sepeda sejak sebelum masuk TK ternyata tidak mengubah cinta Anisa Subekti terhadap sepeda saat dewasa. Padahal, saat masuk SMP, sepeda-sepedanya sempat dijual karena tak lagi dipakai ke sekolah.

MASUK kuliah, Anisa semakin mencintai kegiatan bersepedanya. Ikut bike to campus hingga kegiatan-kegiatan fun bike di Surabaya. Meski sangat mencintai sepeda, perempuan asal Surabaya itu mengaku bukan ”nerd” sepeda. ”Saya bukan tipe yang sepedanya harus merek apa. Pokoknya sepeda aja, saya sudah sangat senang,” ungkapnya saat dihubungi Kamis (3/6).

Masuk di dunia kerja, Anisa merantau ke Bali. Di Pulau Dewata itu dia sempat ditanyai oleh managernya soal gaji. ”Waktu itu ditanyain, gaji mau buat apa?” tirunya. Jawabannya pun sederhana. Beli sepeda. Sepeda itu rencananya ingin dikendaraiinya untuk berkeliling Ubud. Begitulah kecintaannya terhadap sepeda yang tidak pernah pudar.

Sampai pada 2016 lalu, dia bertemu Luis Simoes di Bali. Pria asal Portugal itu mengubah hidup Anisa dengan mewujudkan mimpinya berkeliling dunia. Tidak sekadar berkeliling dunia, tapi berkelilingnya dengan bersepeda. Luis punya proyek World Sketching Tour. Di mana dia harus menggambar tempat-tempat yang dikunjunginya di berbagai belahan dunia.

”Waktu ketemu itu, dia sebenarnya mulai keliling. Tinggal Amerika dan Afrika saja yang belum waktu itu,” ceritanya. Akhirnya, dia pun mencari tahu banyak cara untuk berkeliling Amerika dan Afrika dengan bersepeda. Terutama bagian tempat-tempat mana saja yang bisa dilewati tanpa visa.

Baca Juga :  Pandemi Belum Berakhir, Gravel Palangka Raya Ditunda

Setelah persiapan selesai, Juli 2017 perjalanannya dimulai. Dari Kolombia Utara hingga Argentina Selatan, mereka butuh waktu satu tahun delapan bulan. Setiap negara yang dikunjunginya punya cerita yang menarik. Tapi, yang paling tidak bisa dilupakannya adalah Bolivia dan Kolombia.

Di Bolivia cuacanya sangat ekstrem. Medannya berpasir dan berkerikil. Oksigen juga diceritakannya sangat tipis. Terlebih saat itu sedang hujan es. ”Nah, waktu itu terus tiba-tiba ada mobil yang berhenti. Mereka tanya apa boleh memotret kami. Tapi, kami nggak jawab apa pun,” ceritanya.

Alih-alih bertanya apakah mereka baik-baik saja ataupun memberi tumpangan, mereka hanya memotret, memberikan ungkapan bahwa dirinya dan suaminya itu hebat, kemudian pergi. Berbeda dengan negara pertama, Kolombia.

Waktu itu, Anisa dan Luis baru menyelesaikan bersepedanya saat magrib. Penginapan sudah tidak ada yang buka. ”Karena itu masih pertama, kami juga masih takut-takut. Apalagi ada cerita yang nggak enak soal Kolombia,” terangnya.

Namun, saat bertanya kepada penduduk lokal, mereka diarahkan ke sebuah rumah yang sederhana. Bahkan bisa dibilang lumayan bobrok. Tapi, ternyata pemiliknya sangat baik. Mereka diperbolehkan bermalam di rumahnya. Meski hanya di halaman rumah mereka.

Baca Juga :  Gowes Berbagi, Gocapan Sambangi Korban Kebakaran Tumbang Rungan

”Besoknya waktu pamit, mereka mau motongin ayam satu buat kami. Padahal, ayam-ayam mereka itu ibaratnya hidup mereka,” ceritanya. Anisa dan Luis pun menolak.

Bagi mereka, diperbolehkan kamping di halaman rumahnya saja sudah lebih dari cukup. Terlebih saat tahu cerita bahwa mereka juga sering ditipu orang-orang yang mengaku akan membeli ayam-ayam mereka. ”Jadi, rasanya terharu banget. Padahal, mereka itu kehidupannya sangat sederhana. Tapi, mereka masih mau ngasih semua yang mereka punya,” sambungnya.

Selesai dengan rute Amerika Selatan, perjalanan selanjutnya adalah Afrika. Namun, takdir berkata lain. Sang ibu meninggal saat perjalannya di Afrika baru dimulai. Akhirnya mereka harus kembali ke Indonesia. Begitu selesai dan kembali ke titik semula, pandemi Covid-19 lebih dulu merebak. Anisa dan Luis pun kini memutuskan kembali ke Portugal hingga saat ini.

Lewat berkeliling dunia dengan bersepeda itu, Anisa pun kini punya impian baru. Yakni membuat buku berbahasa Indonesia tentang perjalanannya itu. ”Tapi, nunggu di Indonesia dulu biar bisa sharing langsung nantinya,” ungkapnya.

Nanti, bukunya dibuat per kontinen. Yang pertama akan bercerita soal perjalananya di Amerika Selatan.

Mencintai sepeda sejak sebelum masuk TK ternyata tidak mengubah cinta Anisa Subekti terhadap sepeda saat dewasa. Padahal, saat masuk SMP, sepeda-sepedanya sempat dijual karena tak lagi dipakai ke sekolah.

MASUK kuliah, Anisa semakin mencintai kegiatan bersepedanya. Ikut bike to campus hingga kegiatan-kegiatan fun bike di Surabaya. Meski sangat mencintai sepeda, perempuan asal Surabaya itu mengaku bukan ”nerd” sepeda. ”Saya bukan tipe yang sepedanya harus merek apa. Pokoknya sepeda aja, saya sudah sangat senang,” ungkapnya saat dihubungi Kamis (3/6).

Masuk di dunia kerja, Anisa merantau ke Bali. Di Pulau Dewata itu dia sempat ditanyai oleh managernya soal gaji. ”Waktu itu ditanyain, gaji mau buat apa?” tirunya. Jawabannya pun sederhana. Beli sepeda. Sepeda itu rencananya ingin dikendaraiinya untuk berkeliling Ubud. Begitulah kecintaannya terhadap sepeda yang tidak pernah pudar.

Sampai pada 2016 lalu, dia bertemu Luis Simoes di Bali. Pria asal Portugal itu mengubah hidup Anisa dengan mewujudkan mimpinya berkeliling dunia. Tidak sekadar berkeliling dunia, tapi berkelilingnya dengan bersepeda. Luis punya proyek World Sketching Tour. Di mana dia harus menggambar tempat-tempat yang dikunjunginya di berbagai belahan dunia.

”Waktu ketemu itu, dia sebenarnya mulai keliling. Tinggal Amerika dan Afrika saja yang belum waktu itu,” ceritanya. Akhirnya, dia pun mencari tahu banyak cara untuk berkeliling Amerika dan Afrika dengan bersepeda. Terutama bagian tempat-tempat mana saja yang bisa dilewati tanpa visa.

Baca Juga :  Pandemi Belum Berakhir, Gravel Palangka Raya Ditunda

Setelah persiapan selesai, Juli 2017 perjalanannya dimulai. Dari Kolombia Utara hingga Argentina Selatan, mereka butuh waktu satu tahun delapan bulan. Setiap negara yang dikunjunginya punya cerita yang menarik. Tapi, yang paling tidak bisa dilupakannya adalah Bolivia dan Kolombia.

Di Bolivia cuacanya sangat ekstrem. Medannya berpasir dan berkerikil. Oksigen juga diceritakannya sangat tipis. Terlebih saat itu sedang hujan es. ”Nah, waktu itu terus tiba-tiba ada mobil yang berhenti. Mereka tanya apa boleh memotret kami. Tapi, kami nggak jawab apa pun,” ceritanya.

Alih-alih bertanya apakah mereka baik-baik saja ataupun memberi tumpangan, mereka hanya memotret, memberikan ungkapan bahwa dirinya dan suaminya itu hebat, kemudian pergi. Berbeda dengan negara pertama, Kolombia.

Waktu itu, Anisa dan Luis baru menyelesaikan bersepedanya saat magrib. Penginapan sudah tidak ada yang buka. ”Karena itu masih pertama, kami juga masih takut-takut. Apalagi ada cerita yang nggak enak soal Kolombia,” terangnya.

Namun, saat bertanya kepada penduduk lokal, mereka diarahkan ke sebuah rumah yang sederhana. Bahkan bisa dibilang lumayan bobrok. Tapi, ternyata pemiliknya sangat baik. Mereka diperbolehkan bermalam di rumahnya. Meski hanya di halaman rumah mereka.

Baca Juga :  Gowes Berbagi, Gocapan Sambangi Korban Kebakaran Tumbang Rungan

”Besoknya waktu pamit, mereka mau motongin ayam satu buat kami. Padahal, ayam-ayam mereka itu ibaratnya hidup mereka,” ceritanya. Anisa dan Luis pun menolak.

Bagi mereka, diperbolehkan kamping di halaman rumahnya saja sudah lebih dari cukup. Terlebih saat tahu cerita bahwa mereka juga sering ditipu orang-orang yang mengaku akan membeli ayam-ayam mereka. ”Jadi, rasanya terharu banget. Padahal, mereka itu kehidupannya sangat sederhana. Tapi, mereka masih mau ngasih semua yang mereka punya,” sambungnya.

Selesai dengan rute Amerika Selatan, perjalanan selanjutnya adalah Afrika. Namun, takdir berkata lain. Sang ibu meninggal saat perjalannya di Afrika baru dimulai. Akhirnya mereka harus kembali ke Indonesia. Begitu selesai dan kembali ke titik semula, pandemi Covid-19 lebih dulu merebak. Anisa dan Luis pun kini memutuskan kembali ke Portugal hingga saat ini.

Lewat berkeliling dunia dengan bersepeda itu, Anisa pun kini punya impian baru. Yakni membuat buku berbahasa Indonesia tentang perjalanannya itu. ”Tapi, nunggu di Indonesia dulu biar bisa sharing langsung nantinya,” ungkapnya.

Nanti, bukunya dibuat per kontinen. Yang pertama akan bercerita soal perjalananya di Amerika Selatan.

Terpopuler

Artikel Terbaru