30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Bawaslu Usul Pembentukan Satgas Netralitas

JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)
mengusulkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Netralitas ASN (aparatur sipil
negara), TNI, dan Polri. Pelanggaran netralitas menjadi salah satu yang terus
terulang setiap perhelatan pilkada.

Ketua Bawaslu RI Abhan menjelaskan, berdasarkan catatan evaluasi Pilkada
2015, 2017, dan 2018 tahapannya selalu memunculkan keadaan-keadaan tak kondusif
atau bentuk pelangaran dari netralitas ASN, TNI, dan Polri. “Di setiap
pelaksanaan pemilihan, masih ditemukan ASN, TNI maupun Polri yang diduga tidak
netral. Oleh karena itu, Bawaslu mengusulkan dibentuk Satgas Netralitas ASN,
TNI dan Polri,” kata Abhan di Jakarta, Jumat (31/1).

Dia melanjutkan, evaluasi selanjutnya dalam tahapan kampanye masih banyak
menggunakan fasilitas negara oleh petahana. Seperti ASN yang terlibat kampanye,
politik uang, ujaran kebencian, dan hoaks. “Lalu soal pemilih ganda,
permasalahan sistem yang belum terintegrasi dengan data kependudukan, perekaman
KTP eletronik, dan perpindahan pemilih,” imbuhnya.

Baca Juga :  Luhut Klaim 110 Juta Pengguna Medsos Bahas Penundaan Pemilu, Faktanya Hanya..

Abhan menambahkan, dalam evaluasi pungut hitung tersebut terdapat catatan
seperti pemilih tidak memenuhi syarat. “Ada pula pemilih memilih lebih dari
satu kali, KPPS tidak netral, terjadi pemungutan suara ulang (PSU),
penghitungan surat suara ulang (PSSU). Sedangkan dalam perselisihan hasil
pemilihan. Antara lain adanya putusan untuk melaksanakan PSU yang dapat
meningkatkan ketegangan di antara pendukung pasangan calon,” sambungnya.

Dia menerangkan, Bawaslu pun telah mengidentifikasi potensi pelanggaran
Pilkada 2020. Yaitu konflik horizontal, kampanye hitam dari tahapan awal dan
menjelang masa tenang, TPS yang rawan, adanya kekerasan dengan intimidasi,
ujaran kebencian, politik uang, dan hoaks.

“Ditambah pula antisipasi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan kewenangan
khususnya pada calon petahana serta pelaksanaan kampanye di luar jadwal. Saat
ini Bawaslu menyiapkan jajaran Ad hoc (Panwascam, Pengawas Desa/Kelurahan, dan
Pengawas TPS) untuk mengantisipasi potensi-potensi pelanggaran tersebut,”
bebernya.

Baca Juga :  Dua Figur Ini Diperhitungkan Mendampingi Petahana

Sementara itu, anggota Bawaslu Rahmat Bagja meminta Bawaslu Kabupaten/Kota
memahami pola dan prosedur penyelesaian sengketa untuk Pilkada 2020. Dia
meminta jajaran Bawaslu daerah memahami penerimaan sengketa secara tepat dan
efisien melalui Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS).

Selain itu, menurutnya, Bawaslu daerah perlu meningkatkan kemampuan teknis
melalui pelatihan dalam mediasi dan sidang adjudikasi. “Kewenangan melakukan
sidang dan membuat putusan dalam era pilkada ada pada divisi penyelesaian
sengketa,” sebutnya.

“SIPS ini diharapkan membuka informasi yang luas kepada peserta sehingga
pengajuan permohonan penyelesaian sengketa dapat mewujudkan pelaksanaan
tugas-tugas penyelesaian sengketa lebih efektif, efisien, dan transparan secara
online,” tambah Bagja. (khf/fin/rh/kpc)

JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)
mengusulkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Netralitas ASN (aparatur sipil
negara), TNI, dan Polri. Pelanggaran netralitas menjadi salah satu yang terus
terulang setiap perhelatan pilkada.

Ketua Bawaslu RI Abhan menjelaskan, berdasarkan catatan evaluasi Pilkada
2015, 2017, dan 2018 tahapannya selalu memunculkan keadaan-keadaan tak kondusif
atau bentuk pelangaran dari netralitas ASN, TNI, dan Polri. “Di setiap
pelaksanaan pemilihan, masih ditemukan ASN, TNI maupun Polri yang diduga tidak
netral. Oleh karena itu, Bawaslu mengusulkan dibentuk Satgas Netralitas ASN,
TNI dan Polri,” kata Abhan di Jakarta, Jumat (31/1).

Dia melanjutkan, evaluasi selanjutnya dalam tahapan kampanye masih banyak
menggunakan fasilitas negara oleh petahana. Seperti ASN yang terlibat kampanye,
politik uang, ujaran kebencian, dan hoaks. “Lalu soal pemilih ganda,
permasalahan sistem yang belum terintegrasi dengan data kependudukan, perekaman
KTP eletronik, dan perpindahan pemilih,” imbuhnya.

Baca Juga :  Luhut Klaim 110 Juta Pengguna Medsos Bahas Penundaan Pemilu, Faktanya Hanya..

Abhan menambahkan, dalam evaluasi pungut hitung tersebut terdapat catatan
seperti pemilih tidak memenuhi syarat. “Ada pula pemilih memilih lebih dari
satu kali, KPPS tidak netral, terjadi pemungutan suara ulang (PSU),
penghitungan surat suara ulang (PSSU). Sedangkan dalam perselisihan hasil
pemilihan. Antara lain adanya putusan untuk melaksanakan PSU yang dapat
meningkatkan ketegangan di antara pendukung pasangan calon,” sambungnya.

Dia menerangkan, Bawaslu pun telah mengidentifikasi potensi pelanggaran
Pilkada 2020. Yaitu konflik horizontal, kampanye hitam dari tahapan awal dan
menjelang masa tenang, TPS yang rawan, adanya kekerasan dengan intimidasi,
ujaran kebencian, politik uang, dan hoaks.

“Ditambah pula antisipasi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan kewenangan
khususnya pada calon petahana serta pelaksanaan kampanye di luar jadwal. Saat
ini Bawaslu menyiapkan jajaran Ad hoc (Panwascam, Pengawas Desa/Kelurahan, dan
Pengawas TPS) untuk mengantisipasi potensi-potensi pelanggaran tersebut,”
bebernya.

Baca Juga :  Dua Figur Ini Diperhitungkan Mendampingi Petahana

Sementara itu, anggota Bawaslu Rahmat Bagja meminta Bawaslu Kabupaten/Kota
memahami pola dan prosedur penyelesaian sengketa untuk Pilkada 2020. Dia
meminta jajaran Bawaslu daerah memahami penerimaan sengketa secara tepat dan
efisien melalui Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS).

Selain itu, menurutnya, Bawaslu daerah perlu meningkatkan kemampuan teknis
melalui pelatihan dalam mediasi dan sidang adjudikasi. “Kewenangan melakukan
sidang dan membuat putusan dalam era pilkada ada pada divisi penyelesaian
sengketa,” sebutnya.

“SIPS ini diharapkan membuka informasi yang luas kepada peserta sehingga
pengajuan permohonan penyelesaian sengketa dapat mewujudkan pelaksanaan
tugas-tugas penyelesaian sengketa lebih efektif, efisien, dan transparan secara
online,” tambah Bagja. (khf/fin/rh/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru