33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Melonjaknya Angka Kematian Ibu Hamil

PANDEMI membuat layanan kesehatan di seluruh dunia kelabakan. Banyak negara berkembang mengalami kelumpuhan sistem pelayanan kesehatan. Semua upaya kesehatan fokus pada pelayanan Covid-19. Fasilitas kesehatan kebanjiran pasien Covid-19 setelah libur panjang dan serangan varian baru.

Tanpa disadari, angka kematian ibu hamil meningkat selama pandemi. Dari data yang didapat oleh Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Cabang Surabaya, di Jawa Timur selama Januari sampai Juni 2021 terjadi 329 kematian ibu hamil/bersalin. Yang mencengangkan, dalam kurun waktu Juli 2021 saja terjadi 311 kematian ibu hamil/bersalin. Jumlah angka kematian ibu hamil pada Juli lalu hampir sama dengan total enam bulan sebelumnya, bertepatan dengan lonjakan kasus Covid-19.

Angka itu menggambarkan seriusnya dampak pandemi terhadap ibu hamil. Jumlah 640 kematian selama Januari sampai Juli 2021 setara dengan jumlah penumpang empat pesawat Boeing 737. Jumlah yang tidak sedikit dan memprihatinkan. Angka tersebut baru gambaran di salah satu provinsi.

Sebelum pandemi, banyak persalinan yang dilakukan di rumah sakit (RS) bersalin dengan keterbatasan fasilitas intensive care dan alat bantu napas. Sebagian ibu hamil yang terkena Covid-19 memerlukan alat bantu napas sehingga harus dirujuk ke RS umum. Padahal, RS umum kala itu penuh dengan pasien Covid-19 nonhamil. Tidak jarang, pada saat lonjakan kasus, ibu hamil dengan Covid-19 yang akan bersalin harus antre mendapat layanan di unit gawat darurat. Beberapa di antaranya memburuk sebelum atau sesudah bayi dilahirkan.

Sejak pandemi melanda negara kita pada Maret 2020, sampai sekarang belum ada RS umum dengan kapasitas besar dan fasilitas lengkap yang dikhususkan untuk perawatan/persalinan ibu hamil dengan Covid-19. Jika saja ada RS khusus ibu hamil dengan Covid-19, fasilitas dan sumber daya bisa fokus untuk merawat mereka. Ibu hamil akan mendapat perawatan yang optimal, tidak bercampur dengan pasien Covid-19 lainnya. RS ”dedicated” untuk ibu hamil Covid-19 sebaiknya tersedia di setiap provinsi.

Baca Juga :  Akses Vaksin Covid-19 yang Berkeadilan

Salah satu faktor yang mempersulit persalinan saat pandemi adalah ketidakjelasan status Covid-19 ibu hamil yang akan bersalin. Sebagian ibu hamil datang ke fasilitas kesehatan saat pembukaan sudah masuk fase aktif alias dalam beberapa jam kemudian akan melahirkan. Tidak ada kesempatan melakukan tes Covid-19 yang adekuat. Status yang tidak jelas itu membuat risiko penularan ke tenaga kesehatan dan sesama ibu hamil dalam RS tersebut meningkat.

Karena itu, perlu dipikirkan program nasional mewajibkan tes PCR ibu hamil yang akan bersalin, bisa dimulai pada usia kehamilan 36 minggu. Ibu hamil wajib difasilitasi pemeriksaan PCR secara cuma-cuma di fasilitas kesehatan milik pemerintah atau berbayar di fasilitas kesehatan swasta. Meski hasil PCR adalah gambaran sesaat pada saat tes, paling tidak bisa menyaring ibu hamil yang positif Covid-19, mengingat banyak orang terpapar tanpa gejala. Data POGI menunjukkan, 51,9 persen ibu hamil yang terpapar Covid-19 tidak bergejala.

Di luar itu, ibu hamil juga perlu mendapat perlindungan agar jangan sampai terpapar virus korona. Salah satunya melalui program vaksinasi. Pada awal program vaksinasi Covid-19 di tanah air, ibu hamil termasuk kelompok masyarakat yang belum diizinkan mendapat vaksinasi.

Namun, perjalanan vaksinasi di dunia terus berkembang. Penelitian developmental reproductive toxicity (DART) menunjukkan bahwa pemberian vaksin Covid-19 pada binatang dengan merek Pfizer, Moderna, serta Johnson & Johnson tidak mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin. Sementara pada 2 Juni 2021, The WHO Strategic Advisory Group of Experts (SAGE) mengeluarkan rekomendasi sementara penggunaan vaksin Sinovac pada ibu hamil dengan pertimbangan manfaat vaksinasi pada ibu hamil lebih besar daripada potensi risikonya.

Baca Juga :  Lonjakan Investor Ritel dan Tantangan Pasar Modal

Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI) juga telah memberikan rekomendasi pemberian vaksinasi Covid-19 kepada ibu hamil. Bahkan, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan surat edaran tentang vaksinasi Covid-19 untuk ibu hamil. Vaksinasi pada ibu hamil dimulai pada 2 Agustus 2021 dengan menggunakan vaksin Pfizer, Moderna, atau Sinovac.

Vaksinasi diberikan setelah melewati 12 minggu pertama kehamilan (melewati trimester I) di mana fase pembentukan janin telah lewat. Pemberian dosis kedua disesuaikan dengan jenis masing-masing vaksin. Sesuai dengan rekomendasi POGI, vaksin Covid-19 sebaiknya diberikan kepada ibu hamil paling lambat pada minggu ke-33 kehamilan. Sehingga pada saat kehamilan di usia persalinan sekitar 37 minggu ke atas, ibu hamil telah mempunyai proteksi terhadap virus tersebut.

Yang harus mendapat perhatian adalah saat pelaksanaan vaksin. Sebaiknya tidak dalam waktu bersamaan melibatkan ribuan ibu hamil. Vaksinasi bisa melalui puskesmas atau fasilitas kesehatan yang ditunjuk dan jadwalnya fleksibel sehingga antrean ibu hamil untuk mendapat vaksin tersebar, tidak menumpuk dalam satu sampai dua hari. Bisa juga dipikirkan untuk vaksinasi secara drive-thru. Ibu hamil tidak perlu turun dari kendaraan untuk mendapat suntikan. Hal itu membuat ibu hamil tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk mendapat suntikan, cukup sambil duduk di dalam kendaraan.

Pada akhirnya, ibu hamil harus mendapat perhatian di tengah pandemi. Kematian ibu hamil merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan suatu negara. Mari kita proteksi ibu hamil dari Covid-19. Memberikan pelayanan khusus, skrining, dan vaksinasi merupakan senjata pertahanan efektif untuk mencegah ibu hamil dari serangan Covid-19. Generasi sehat dihasilkan oleh kehamilan dan persalinan yang sehat. (*)

BRAHMANA ASKANDAR, Ketua IDI Surabaya, Dosen Obstetri dan Ginekologi FK Unair

PANDEMI membuat layanan kesehatan di seluruh dunia kelabakan. Banyak negara berkembang mengalami kelumpuhan sistem pelayanan kesehatan. Semua upaya kesehatan fokus pada pelayanan Covid-19. Fasilitas kesehatan kebanjiran pasien Covid-19 setelah libur panjang dan serangan varian baru.

Tanpa disadari, angka kematian ibu hamil meningkat selama pandemi. Dari data yang didapat oleh Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Cabang Surabaya, di Jawa Timur selama Januari sampai Juni 2021 terjadi 329 kematian ibu hamil/bersalin. Yang mencengangkan, dalam kurun waktu Juli 2021 saja terjadi 311 kematian ibu hamil/bersalin. Jumlah angka kematian ibu hamil pada Juli lalu hampir sama dengan total enam bulan sebelumnya, bertepatan dengan lonjakan kasus Covid-19.

Angka itu menggambarkan seriusnya dampak pandemi terhadap ibu hamil. Jumlah 640 kematian selama Januari sampai Juli 2021 setara dengan jumlah penumpang empat pesawat Boeing 737. Jumlah yang tidak sedikit dan memprihatinkan. Angka tersebut baru gambaran di salah satu provinsi.

Sebelum pandemi, banyak persalinan yang dilakukan di rumah sakit (RS) bersalin dengan keterbatasan fasilitas intensive care dan alat bantu napas. Sebagian ibu hamil yang terkena Covid-19 memerlukan alat bantu napas sehingga harus dirujuk ke RS umum. Padahal, RS umum kala itu penuh dengan pasien Covid-19 nonhamil. Tidak jarang, pada saat lonjakan kasus, ibu hamil dengan Covid-19 yang akan bersalin harus antre mendapat layanan di unit gawat darurat. Beberapa di antaranya memburuk sebelum atau sesudah bayi dilahirkan.

Sejak pandemi melanda negara kita pada Maret 2020, sampai sekarang belum ada RS umum dengan kapasitas besar dan fasilitas lengkap yang dikhususkan untuk perawatan/persalinan ibu hamil dengan Covid-19. Jika saja ada RS khusus ibu hamil dengan Covid-19, fasilitas dan sumber daya bisa fokus untuk merawat mereka. Ibu hamil akan mendapat perawatan yang optimal, tidak bercampur dengan pasien Covid-19 lainnya. RS ”dedicated” untuk ibu hamil Covid-19 sebaiknya tersedia di setiap provinsi.

Baca Juga :  Akses Vaksin Covid-19 yang Berkeadilan

Salah satu faktor yang mempersulit persalinan saat pandemi adalah ketidakjelasan status Covid-19 ibu hamil yang akan bersalin. Sebagian ibu hamil datang ke fasilitas kesehatan saat pembukaan sudah masuk fase aktif alias dalam beberapa jam kemudian akan melahirkan. Tidak ada kesempatan melakukan tes Covid-19 yang adekuat. Status yang tidak jelas itu membuat risiko penularan ke tenaga kesehatan dan sesama ibu hamil dalam RS tersebut meningkat.

Karena itu, perlu dipikirkan program nasional mewajibkan tes PCR ibu hamil yang akan bersalin, bisa dimulai pada usia kehamilan 36 minggu. Ibu hamil wajib difasilitasi pemeriksaan PCR secara cuma-cuma di fasilitas kesehatan milik pemerintah atau berbayar di fasilitas kesehatan swasta. Meski hasil PCR adalah gambaran sesaat pada saat tes, paling tidak bisa menyaring ibu hamil yang positif Covid-19, mengingat banyak orang terpapar tanpa gejala. Data POGI menunjukkan, 51,9 persen ibu hamil yang terpapar Covid-19 tidak bergejala.

Di luar itu, ibu hamil juga perlu mendapat perlindungan agar jangan sampai terpapar virus korona. Salah satunya melalui program vaksinasi. Pada awal program vaksinasi Covid-19 di tanah air, ibu hamil termasuk kelompok masyarakat yang belum diizinkan mendapat vaksinasi.

Namun, perjalanan vaksinasi di dunia terus berkembang. Penelitian developmental reproductive toxicity (DART) menunjukkan bahwa pemberian vaksin Covid-19 pada binatang dengan merek Pfizer, Moderna, serta Johnson & Johnson tidak mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin. Sementara pada 2 Juni 2021, The WHO Strategic Advisory Group of Experts (SAGE) mengeluarkan rekomendasi sementara penggunaan vaksin Sinovac pada ibu hamil dengan pertimbangan manfaat vaksinasi pada ibu hamil lebih besar daripada potensi risikonya.

Baca Juga :  Lonjakan Investor Ritel dan Tantangan Pasar Modal

Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI) juga telah memberikan rekomendasi pemberian vaksinasi Covid-19 kepada ibu hamil. Bahkan, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan surat edaran tentang vaksinasi Covid-19 untuk ibu hamil. Vaksinasi pada ibu hamil dimulai pada 2 Agustus 2021 dengan menggunakan vaksin Pfizer, Moderna, atau Sinovac.

Vaksinasi diberikan setelah melewati 12 minggu pertama kehamilan (melewati trimester I) di mana fase pembentukan janin telah lewat. Pemberian dosis kedua disesuaikan dengan jenis masing-masing vaksin. Sesuai dengan rekomendasi POGI, vaksin Covid-19 sebaiknya diberikan kepada ibu hamil paling lambat pada minggu ke-33 kehamilan. Sehingga pada saat kehamilan di usia persalinan sekitar 37 minggu ke atas, ibu hamil telah mempunyai proteksi terhadap virus tersebut.

Yang harus mendapat perhatian adalah saat pelaksanaan vaksin. Sebaiknya tidak dalam waktu bersamaan melibatkan ribuan ibu hamil. Vaksinasi bisa melalui puskesmas atau fasilitas kesehatan yang ditunjuk dan jadwalnya fleksibel sehingga antrean ibu hamil untuk mendapat vaksin tersebar, tidak menumpuk dalam satu sampai dua hari. Bisa juga dipikirkan untuk vaksinasi secara drive-thru. Ibu hamil tidak perlu turun dari kendaraan untuk mendapat suntikan. Hal itu membuat ibu hamil tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk mendapat suntikan, cukup sambil duduk di dalam kendaraan.

Pada akhirnya, ibu hamil harus mendapat perhatian di tengah pandemi. Kematian ibu hamil merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan suatu negara. Mari kita proteksi ibu hamil dari Covid-19. Memberikan pelayanan khusus, skrining, dan vaksinasi merupakan senjata pertahanan efektif untuk mencegah ibu hamil dari serangan Covid-19. Generasi sehat dihasilkan oleh kehamilan dan persalinan yang sehat. (*)

BRAHMANA ASKANDAR, Ketua IDI Surabaya, Dosen Obstetri dan Ginekologi FK Unair

Terpopuler

Artikel Terbaru