28.3 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Ini Dua Opsi yang Bisa Dipilih Sekolah sebagai Pengganti UN

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
memberi dua opsi kepada setiap sekolah untuk memilih pengganti ujian nasional
(UN) tahun 2020, pasca dibatalkan oleh pemerintah dalam mencegah penyebaran
virus Corona (Covid-19).

Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Nadiem Makariem menjelaskan, bahwa opsi pertama yang bisa diambil
sekolah adalah tetap melakukan ujian kelulusan secara mandiri, tanpa harus ada
tatap muka ataupun mengumpulkan siswa di ruang kelas. Artinya, Ujian kelulusan
sekolah bisa dilakukan dengan cara daring atau online.

“Itu opsi yang bisa ditentukan
masing-masing sekolah. Artinya, sekolah bisa melakukan ujian sekolah, misalnya
melalui online kalau mau atau dengan angka dari lima semester terakhir,” kata
Nadiem, Rabu (25/3).

Nadiem memastikan, bahwa
pemerintah tidak memaksa sekolah untuk menuntasan seluruh capaian kurikulum,
dengan mempertimbangkan efek dari Covid-19 yang berimbas pada sistem
belajar-mengajar dalam beberapa pekan mendatang.

“Kami tidak memaksa ujian sekolah
harus mengukur ketuntasan capaian kurikulum sampai semester terakhir yang
terdampak Covid-19,” ujarnya.

Terlebih lagi, kata Nadiem,
pihaknya sangat menyadari bahwa sistem belajar dari rumah yang dijalankan saat
ini belum optimal.

“Dengan kondisi sekarang ini,
setiap sekolah diberi keleluasaan untuk tidak memenuhi standar ukuran kurikulum
hingga semester terakhir,” imbuhnya.

Kendati semua itu, Kemendikbud
meminta kepada siswa yang saat ini berada IX SMP sederajat dan XII SMA/K
sederajat untuk tidak khawatir, dengan dibatalkannya penyelenggaraan Ujian
Nasional (UN) 2020.

Baca Juga :  Kemendag Ingatkan Konsumen, Ada 31.553 Depot Air Minum Tak Higienis

Pasalnya, kemendikbud memastikan
bahwa setiap siswa yang gagal mengikuti UN akan tetap mendapatkan ijazah, hanya
saja nantinya di dalamnya tidak ada nilai UN.

“Jadi siswa tetap menerima
ijazah, hanya saja enggak ada nilai UN-nya. Di ijazah tidak ada lagi nilai UN,”
kata Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Perbukuan, Kemendikbud, Totok
Suprayitno.

Totok menambahkan, nantinya nilai
yang ada tertulis di ijazah hanya nilai kelulusan yang ditentukan oleh sekolah.
“Ijazah berdasarkan nilai kelulusan yang ditentukan sekolah,” ujarnya.

Totok menjelaskan, bahwa
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 43
tahun 2019 tentang Ujian diselenggarakan sekolah dan Ujian Nasional (UN), Ujian
Sekolah diserahkan sepenuhnya ke sekolah. Sehingga bebas dan beragam bentuk
penilaiannya.

“Permendikbud tentang Ujian
Sekolah artinya luas, bisa tertulis, portofolio, nilai-nilai rapor akademik,
nonakademik, serta portofolio prestasi penghargaan siswa dan lain-lainya,”
tuturnya.

Adapun terkait ujian sekolah
secara daring, lanjut Totok, adalah opsi yang dilakukan di tengah kondisi
darurat virus Corona. Akan tetapi, hanya sekolah yang mampu secara
infrastruktur dan SDM saja yang dapat menyelenggarakan dan tidak wajib bagi
sekolah yang belum mampu.

“Jadi Ujian Sekolah online ini
diperuntukkan bagi sekolah yang betul-betul siap. Jadi enggak perlu dipaksakan,
kalau enggak siap ya enggak usah US,” terangnya.

Sementara itu, Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) menilai keputusan pemerintah pusat untuk membatalkan
Ujian Nasional (UN) 2020 sangat tepat. Menurutnya, keputusan ini turut memberi
kemaslahatan bagi masyarakat yang lebih luas.

Baca Juga :  Janda Disidang karena Mengaku Lajang saat Nikah

Ketua Umum PB PGRI, Unifah
Rosyidi mengatakan, apabila UN tetap digelar di tengah pandemik virus corona
akan berbahaya. Pasalnya, membiarkan anak ke luar rumah, mengumpulkannya dalam
suatu ujian di sekolah sangat berisiko memperluas penularan virus Korona.

“Tentu keputusan ini sangat
strategis demi menyelamatkan anak didik dari penularan covid-19,” katanya.

Untuk itu, Unifah berharap ada
sinergi antara guru, orang tua, dan pemerintah dalam memberikan layanan belajar
yang menyenangkan bagi anak didik selama belajar di rumah.

“Guru dapat memberikan konten
edukasi tentang Korona pada anak didik dan orang tua, sehingga mereka dapat
lebih memahami pentingnya mengurangi aktivitasnya di luar rumah,” tuturnya.

Unifah juga meminta kepada
Kemendikbud, agar sekolah diberi kelonggaran untuk menyelenggarakan Ujian
Sekolah hingga waktu yang aman dan setelah wabah ini mereda.

“Dinas Pendidikan juga diharapkan
memberi izin kepada para guru untuk bekerja dari rumah. Ini untuk
meminimalisasi risiko dan mengurangi penyebaran wabah Corona,” ujarnya.

Sebelumnya, dalam rapat terbatas
tingkat menteri yang dipimpin Presiden Jokowi, pemerintah menetapkan untuk
meniadakan UN 2020. Kebijakan ini diambil untuk mencegah penularan Covid-19
meluas akibat berkumpulnya siswa dalam jumlah besar dalam satu tempat. Belum
lagi risiko penularan bisa berlanjut di rumah kepada orang tua.

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
memberi dua opsi kepada setiap sekolah untuk memilih pengganti ujian nasional
(UN) tahun 2020, pasca dibatalkan oleh pemerintah dalam mencegah penyebaran
virus Corona (Covid-19).

Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Nadiem Makariem menjelaskan, bahwa opsi pertama yang bisa diambil
sekolah adalah tetap melakukan ujian kelulusan secara mandiri, tanpa harus ada
tatap muka ataupun mengumpulkan siswa di ruang kelas. Artinya, Ujian kelulusan
sekolah bisa dilakukan dengan cara daring atau online.

“Itu opsi yang bisa ditentukan
masing-masing sekolah. Artinya, sekolah bisa melakukan ujian sekolah, misalnya
melalui online kalau mau atau dengan angka dari lima semester terakhir,” kata
Nadiem, Rabu (25/3).

Nadiem memastikan, bahwa
pemerintah tidak memaksa sekolah untuk menuntasan seluruh capaian kurikulum,
dengan mempertimbangkan efek dari Covid-19 yang berimbas pada sistem
belajar-mengajar dalam beberapa pekan mendatang.

“Kami tidak memaksa ujian sekolah
harus mengukur ketuntasan capaian kurikulum sampai semester terakhir yang
terdampak Covid-19,” ujarnya.

Terlebih lagi, kata Nadiem,
pihaknya sangat menyadari bahwa sistem belajar dari rumah yang dijalankan saat
ini belum optimal.

“Dengan kondisi sekarang ini,
setiap sekolah diberi keleluasaan untuk tidak memenuhi standar ukuran kurikulum
hingga semester terakhir,” imbuhnya.

Kendati semua itu, Kemendikbud
meminta kepada siswa yang saat ini berada IX SMP sederajat dan XII SMA/K
sederajat untuk tidak khawatir, dengan dibatalkannya penyelenggaraan Ujian
Nasional (UN) 2020.

Baca Juga :  Kemendag Ingatkan Konsumen, Ada 31.553 Depot Air Minum Tak Higienis

Pasalnya, kemendikbud memastikan
bahwa setiap siswa yang gagal mengikuti UN akan tetap mendapatkan ijazah, hanya
saja nantinya di dalamnya tidak ada nilai UN.

“Jadi siswa tetap menerima
ijazah, hanya saja enggak ada nilai UN-nya. Di ijazah tidak ada lagi nilai UN,”
kata Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Perbukuan, Kemendikbud, Totok
Suprayitno.

Totok menambahkan, nantinya nilai
yang ada tertulis di ijazah hanya nilai kelulusan yang ditentukan oleh sekolah.
“Ijazah berdasarkan nilai kelulusan yang ditentukan sekolah,” ujarnya.

Totok menjelaskan, bahwa
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 43
tahun 2019 tentang Ujian diselenggarakan sekolah dan Ujian Nasional (UN), Ujian
Sekolah diserahkan sepenuhnya ke sekolah. Sehingga bebas dan beragam bentuk
penilaiannya.

“Permendikbud tentang Ujian
Sekolah artinya luas, bisa tertulis, portofolio, nilai-nilai rapor akademik,
nonakademik, serta portofolio prestasi penghargaan siswa dan lain-lainya,”
tuturnya.

Adapun terkait ujian sekolah
secara daring, lanjut Totok, adalah opsi yang dilakukan di tengah kondisi
darurat virus Corona. Akan tetapi, hanya sekolah yang mampu secara
infrastruktur dan SDM saja yang dapat menyelenggarakan dan tidak wajib bagi
sekolah yang belum mampu.

“Jadi Ujian Sekolah online ini
diperuntukkan bagi sekolah yang betul-betul siap. Jadi enggak perlu dipaksakan,
kalau enggak siap ya enggak usah US,” terangnya.

Sementara itu, Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) menilai keputusan pemerintah pusat untuk membatalkan
Ujian Nasional (UN) 2020 sangat tepat. Menurutnya, keputusan ini turut memberi
kemaslahatan bagi masyarakat yang lebih luas.

Baca Juga :  Janda Disidang karena Mengaku Lajang saat Nikah

Ketua Umum PB PGRI, Unifah
Rosyidi mengatakan, apabila UN tetap digelar di tengah pandemik virus corona
akan berbahaya. Pasalnya, membiarkan anak ke luar rumah, mengumpulkannya dalam
suatu ujian di sekolah sangat berisiko memperluas penularan virus Korona.

“Tentu keputusan ini sangat
strategis demi menyelamatkan anak didik dari penularan covid-19,” katanya.

Untuk itu, Unifah berharap ada
sinergi antara guru, orang tua, dan pemerintah dalam memberikan layanan belajar
yang menyenangkan bagi anak didik selama belajar di rumah.

“Guru dapat memberikan konten
edukasi tentang Korona pada anak didik dan orang tua, sehingga mereka dapat
lebih memahami pentingnya mengurangi aktivitasnya di luar rumah,” tuturnya.

Unifah juga meminta kepada
Kemendikbud, agar sekolah diberi kelonggaran untuk menyelenggarakan Ujian
Sekolah hingga waktu yang aman dan setelah wabah ini mereda.

“Dinas Pendidikan juga diharapkan
memberi izin kepada para guru untuk bekerja dari rumah. Ini untuk
meminimalisasi risiko dan mengurangi penyebaran wabah Corona,” ujarnya.

Sebelumnya, dalam rapat terbatas
tingkat menteri yang dipimpin Presiden Jokowi, pemerintah menetapkan untuk
meniadakan UN 2020. Kebijakan ini diambil untuk mencegah penularan Covid-19
meluas akibat berkumpulnya siswa dalam jumlah besar dalam satu tempat. Belum
lagi risiko penularan bisa berlanjut di rumah kepada orang tua.

Terpopuler

Artikel Terbaru