33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Kasus Positif Covid-19 Diprediksi Bisa Tembus 1.000.000 Hari Ini, Kini

PROKALTENG.CO-Empat bulan setelah menembus seribu kasus (27 Maret 2020),
terkonfirmasi positif Covid-19 di
Indonesia menyentuh angka 100 ribu pada 27 Juli. Enam bulan berselang,
persebaran virus SARS-CoV-2 itu di ambang menembus angka psikologis baru: satu
juta kasus!.

Kemarin (24/1) kasus positif Covid-19 di
Indonesia tercatat 989.262. Menilik pertambahan dalam sepekan terakhir selalu
di atas 10 ribu kasus per hari, total satu juta kasus itu diprediksi terjadi
hari ini (25/1).

Tren perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia menunjukkan
perkembangan yang kurang menggembirakan. Tingkat kesembuhan pernah mencapai 84
persen pada akhir November 2020. Kemudian berangsur-angsur turun hingga drop ke
angka 80,7 persen kemarin. Sementara itu, angka kasus aktif terus menanjak
hingga kemarin mencapai 16,4 persen.

Angka kasus aktif itu semakin mendesak tingkat keterisian
tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR). Data Satgas Penanganan Covid-19
per 21 Januari 2021, tujuh provinsi berada pada posisi kritis dengan tingkat
BOR di atas 70 persen. Yakni, DKI Jakarta, DI Jogjakarta, Jawa Barat, Banten,
Sulawesi Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.

Kecepatan peningkatan kasus aktif dan positif itu terjadi
pada transisi tahun 2020 ke 2021. Dalam penjelasannya, Juru Bicara Satgas
Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, tingkat kepatuhan masyarakat
dalam menerapkan protokol kesehatan terus menurun menjelang libur Natal dan
tahun baru (Nataru).

Pemerintah telah melakukan pengetatan dengan istilah baru,
yakni pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mulai 11 Januari lalu.
PPKM diklaim berhasil meningkatkan kepatuhan masyarakat. Tren rata-rata
kepatuhan protokol pada minggu ketiga Januari cenderung meningkat jika
dibandingkan dengan dua minggu sebelumnya.

Dalam hal memakai masker, tren kepatuhan meningkat 12,19
persen, dari 50,27 menjadi 62,46 persen. Dalam menjaga jarak, kepatuhan naik
17,11 persen, dari 35,98 menjadi 53,09 persen. ”Tapi, kenaikan rata-rata ini
belum bisa menyerupai tingginya kepatuhan di awal upaya monitoring pada
September dan Oktober 2020,” kata Wiku.

Pemerintah kemudian memutuskan untuk memperpanjang PPKM
hingga 8 Februari. Kemarin Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) tentang
perpanjangan PPKM terbit. Inmendagri Nomor 2 Tahun 2021 merevisi Inmendagri
Nomor 1 Tahun 2021.

Baca Juga :  Gempa Magnitudo 7,1 Guncang Sulawesi Utara

Dalam inmendagri baru, tidak banyak perubahan signifikan.
Dari sisi sebaran wilayah, misalnya, PPKM hanya diberlakukan untuk Pulau Jawa
dan Bali.

Dirjen Administrasi Wilayah Kemendagri Safrizal Z.A.
mengatakan, Pulau Jawa dan Bali masih menjadi fokus karena tingkat persebaran
yang tinggi. Namun, untuk detail kabupaten mana saja yang dipilih, pusat
menyerahkan kepada provinsi. Daerah boleh menambah. ’’Silakan ditetapkan
gubernur berdasar statistik,’’ ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (24/1).

Dalam instruksinya, penetapan daerah harus tetap mengacu
pada sejumlah indikator utama. Yakni, tingkat kematian dan kasus aktif di atas
rata-rata nasional, kesembuhan di bawah rata-rata nasional, serta tingkat
keterisian tempat tidur untuk ICU dan ruang isolasi di atas 70 persen.

Namun, dalam inmendagri terbaru, ada satu poin penekanan
terkait efektivitas pelaksanaan PPKM di daerah. Dalam poin ketujuh, pemda wajib
melaporkan hasil monitoring pelaksanaan PPKM secara mingguan kepada menteri
dalam negeri dan Satgas Penanganan Covid-19 Nasional.

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19
Sony Harry B. Harmadi menyatakan, masyarakat sudah cukup teredukasi dan
mengetahui risiko serta bahaya penularan Covid-19. Namun, kelelahan akibat
pandemi atau pandemic fatigue mengakibatkan penurunan kualitas kepatuhan
terhadap protokol kesehatan.

Sony mengatakan, pemerintah mengubah mindset penanganan
pandemi sejak transisi dari Gugus Tugas ke Satuan Tugas (Satgas) Penanganan
Covid-19 pada akhir Juli 2020. Pada medio akhir 2020 sosialisasi perubahan
perilaku sangat gencar dilakukan satgas. Hasilnya adalah tingkat kepatuhan yang
tinggi. Namun, karena ada faktor pandemic fatigue, masyarakat mulai kendur.
”Apalagi, pada November ada kasus kerumunan. Itu berdampak besar. Kemudian ada
juga libur panjang yang terus-terusan,” terangnya.

Pandemic fatigue pernah terjadi dalam masa pandemi flu
Spanyol pada Agustus 1918. ”Kelelahan ini berbahaya karena memicu second wave
dan meningkatkan angka kematian.”

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI)
Daeng Mohammad Faqih menegaskan, pemerintah harus lebih menguatkan penanganan
di hulu dan hilir. Hilir yang dimaksud meliputi tracing, testing, dan
treatment. Untuk hulu, Daeng menyebut dua hal yang harus diperhatikan tahun
ini, yakni protokol kesehatan (prokes) dan vaksinasi.

Baca Juga :  5,2 Juta Penerima Bantuan Iuran JKN Dinonaktifkan

Mengenai prokes, Daeng mengkritisi implementasi prokes
yang meliputi memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun
serta air mengalir (3M) yang kurang maksimal. Bahkan, di sejumlah daerah 3M
tidak dijalankan dengan baik. ”Tidak kelihatan impact-nya dalam upaya
menurunkan angka kejadian. Bahkan, sekarang angka kejadian terus naik,”
ungkapnya.

Daeng menyarankan agar pemerintah menambah sejumlah poin
dalam prokes, yaitu memodifikasi genetik atau kondisi konstitusi tubuh. ”Bahasa
gampangnya daya tahan tubuh,” katanya. Lalu memodifikasi lingkungan. ”Ini perlu
didorong masuk program nasional. Jadi bukan hanya 3M,” imbuh dia.

Mengenai vaksinasi, Daeng
mengkritisi soal data. Dia mengaku banyak mendapat keluhan dari tenaga
kesehatan (nakes) dan dokter-dokter di daerah. Mereka ingin cepat mendaftar
vaksinasi, tapi terkendala di pendaftaran yang tersentral. Dia menyarankan ada
konsolidasi data antara pusat dan daerah. Data memang harus terpusat. Tapi,
dalam rangka upload data, penentuan target sasaran yang jadi prioritas hingga
penentuan waktu vaksinasi bisa didesentralisasikan kepada pemda.

Sementara itu, setelah vaksinasi pertama pada 13 Januari
lalu, kini akan dilakukan vaksinasi untuk nakes
dengan target 1,48 juta orang. Mereka yang berhak menerima vaksin akan dikirimi
SMS, lalu melakukan registrasi. ”Saat ini sudah 174 ribu (nakes) yang datang
dan mendapat vaksin 146 ribu (nakes),” kata Jubir Kemenkes untuk Vaksinasi
Covid-19 Siti Nadia Tarmizi kemarin.

Data tersebut sesuai dengan yang dilaporkan kepada
Kemenkes hingga kemarin pukul 13.24. Pemerintah menargetkan vaksinasi itu
diberikan kepada 181,5 juta orang. Jumlah tersebut, menurut Nadia, sudah
mengeluarkan kelompok berisiko seperti memiliki penyakit komorbid.

Meski sudah mengeluarkan mereka yang berisiko sebagai
target vaksinasi, masih ada yang tidak bisa atau ditunda vaksinasinya. Mereka
adalah orang yang tak lolos asesmen. Apakah itu akan memengaruhi target untuk
memperoleh herd immunity? Nadia menjelaskan bahwa pemerintah sudah
mengantisipasi. ”Jumlah sasaran bisa bertambah,” ucapnya.

Nadia mencontohkan, pada awalnya nakes yang mendapatkan
vaksin hanya 1,3 juta. Tapi kini ditambah menjadi 1,48 juta. Vaksinasi itu
menjadi jalan untuk mengendalikan pandemi.

PROKALTENG.CO-Empat bulan setelah menembus seribu kasus (27 Maret 2020),
terkonfirmasi positif Covid-19 di
Indonesia menyentuh angka 100 ribu pada 27 Juli. Enam bulan berselang,
persebaran virus SARS-CoV-2 itu di ambang menembus angka psikologis baru: satu
juta kasus!.

Kemarin (24/1) kasus positif Covid-19 di
Indonesia tercatat 989.262. Menilik pertambahan dalam sepekan terakhir selalu
di atas 10 ribu kasus per hari, total satu juta kasus itu diprediksi terjadi
hari ini (25/1).

Tren perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia menunjukkan
perkembangan yang kurang menggembirakan. Tingkat kesembuhan pernah mencapai 84
persen pada akhir November 2020. Kemudian berangsur-angsur turun hingga drop ke
angka 80,7 persen kemarin. Sementara itu, angka kasus aktif terus menanjak
hingga kemarin mencapai 16,4 persen.

Angka kasus aktif itu semakin mendesak tingkat keterisian
tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR). Data Satgas Penanganan Covid-19
per 21 Januari 2021, tujuh provinsi berada pada posisi kritis dengan tingkat
BOR di atas 70 persen. Yakni, DKI Jakarta, DI Jogjakarta, Jawa Barat, Banten,
Sulawesi Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.

Kecepatan peningkatan kasus aktif dan positif itu terjadi
pada transisi tahun 2020 ke 2021. Dalam penjelasannya, Juru Bicara Satgas
Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, tingkat kepatuhan masyarakat
dalam menerapkan protokol kesehatan terus menurun menjelang libur Natal dan
tahun baru (Nataru).

Pemerintah telah melakukan pengetatan dengan istilah baru,
yakni pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mulai 11 Januari lalu.
PPKM diklaim berhasil meningkatkan kepatuhan masyarakat. Tren rata-rata
kepatuhan protokol pada minggu ketiga Januari cenderung meningkat jika
dibandingkan dengan dua minggu sebelumnya.

Dalam hal memakai masker, tren kepatuhan meningkat 12,19
persen, dari 50,27 menjadi 62,46 persen. Dalam menjaga jarak, kepatuhan naik
17,11 persen, dari 35,98 menjadi 53,09 persen. ”Tapi, kenaikan rata-rata ini
belum bisa menyerupai tingginya kepatuhan di awal upaya monitoring pada
September dan Oktober 2020,” kata Wiku.

Pemerintah kemudian memutuskan untuk memperpanjang PPKM
hingga 8 Februari. Kemarin Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) tentang
perpanjangan PPKM terbit. Inmendagri Nomor 2 Tahun 2021 merevisi Inmendagri
Nomor 1 Tahun 2021.

Baca Juga :  Gempa Magnitudo 7,1 Guncang Sulawesi Utara

Dalam inmendagri baru, tidak banyak perubahan signifikan.
Dari sisi sebaran wilayah, misalnya, PPKM hanya diberlakukan untuk Pulau Jawa
dan Bali.

Dirjen Administrasi Wilayah Kemendagri Safrizal Z.A.
mengatakan, Pulau Jawa dan Bali masih menjadi fokus karena tingkat persebaran
yang tinggi. Namun, untuk detail kabupaten mana saja yang dipilih, pusat
menyerahkan kepada provinsi. Daerah boleh menambah. ’’Silakan ditetapkan
gubernur berdasar statistik,’’ ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (24/1).

Dalam instruksinya, penetapan daerah harus tetap mengacu
pada sejumlah indikator utama. Yakni, tingkat kematian dan kasus aktif di atas
rata-rata nasional, kesembuhan di bawah rata-rata nasional, serta tingkat
keterisian tempat tidur untuk ICU dan ruang isolasi di atas 70 persen.

Namun, dalam inmendagri terbaru, ada satu poin penekanan
terkait efektivitas pelaksanaan PPKM di daerah. Dalam poin ketujuh, pemda wajib
melaporkan hasil monitoring pelaksanaan PPKM secara mingguan kepada menteri
dalam negeri dan Satgas Penanganan Covid-19 Nasional.

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19
Sony Harry B. Harmadi menyatakan, masyarakat sudah cukup teredukasi dan
mengetahui risiko serta bahaya penularan Covid-19. Namun, kelelahan akibat
pandemi atau pandemic fatigue mengakibatkan penurunan kualitas kepatuhan
terhadap protokol kesehatan.

Sony mengatakan, pemerintah mengubah mindset penanganan
pandemi sejak transisi dari Gugus Tugas ke Satuan Tugas (Satgas) Penanganan
Covid-19 pada akhir Juli 2020. Pada medio akhir 2020 sosialisasi perubahan
perilaku sangat gencar dilakukan satgas. Hasilnya adalah tingkat kepatuhan yang
tinggi. Namun, karena ada faktor pandemic fatigue, masyarakat mulai kendur.
”Apalagi, pada November ada kasus kerumunan. Itu berdampak besar. Kemudian ada
juga libur panjang yang terus-terusan,” terangnya.

Pandemic fatigue pernah terjadi dalam masa pandemi flu
Spanyol pada Agustus 1918. ”Kelelahan ini berbahaya karena memicu second wave
dan meningkatkan angka kematian.”

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI)
Daeng Mohammad Faqih menegaskan, pemerintah harus lebih menguatkan penanganan
di hulu dan hilir. Hilir yang dimaksud meliputi tracing, testing, dan
treatment. Untuk hulu, Daeng menyebut dua hal yang harus diperhatikan tahun
ini, yakni protokol kesehatan (prokes) dan vaksinasi.

Baca Juga :  5,2 Juta Penerima Bantuan Iuran JKN Dinonaktifkan

Mengenai prokes, Daeng mengkritisi implementasi prokes
yang meliputi memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun
serta air mengalir (3M) yang kurang maksimal. Bahkan, di sejumlah daerah 3M
tidak dijalankan dengan baik. ”Tidak kelihatan impact-nya dalam upaya
menurunkan angka kejadian. Bahkan, sekarang angka kejadian terus naik,”
ungkapnya.

Daeng menyarankan agar pemerintah menambah sejumlah poin
dalam prokes, yaitu memodifikasi genetik atau kondisi konstitusi tubuh. ”Bahasa
gampangnya daya tahan tubuh,” katanya. Lalu memodifikasi lingkungan. ”Ini perlu
didorong masuk program nasional. Jadi bukan hanya 3M,” imbuh dia.

Mengenai vaksinasi, Daeng
mengkritisi soal data. Dia mengaku banyak mendapat keluhan dari tenaga
kesehatan (nakes) dan dokter-dokter di daerah. Mereka ingin cepat mendaftar
vaksinasi, tapi terkendala di pendaftaran yang tersentral. Dia menyarankan ada
konsolidasi data antara pusat dan daerah. Data memang harus terpusat. Tapi,
dalam rangka upload data, penentuan target sasaran yang jadi prioritas hingga
penentuan waktu vaksinasi bisa didesentralisasikan kepada pemda.

Sementara itu, setelah vaksinasi pertama pada 13 Januari
lalu, kini akan dilakukan vaksinasi untuk nakes
dengan target 1,48 juta orang. Mereka yang berhak menerima vaksin akan dikirimi
SMS, lalu melakukan registrasi. ”Saat ini sudah 174 ribu (nakes) yang datang
dan mendapat vaksin 146 ribu (nakes),” kata Jubir Kemenkes untuk Vaksinasi
Covid-19 Siti Nadia Tarmizi kemarin.

Data tersebut sesuai dengan yang dilaporkan kepada
Kemenkes hingga kemarin pukul 13.24. Pemerintah menargetkan vaksinasi itu
diberikan kepada 181,5 juta orang. Jumlah tersebut, menurut Nadia, sudah
mengeluarkan kelompok berisiko seperti memiliki penyakit komorbid.

Meski sudah mengeluarkan mereka yang berisiko sebagai
target vaksinasi, masih ada yang tidak bisa atau ditunda vaksinasinya. Mereka
adalah orang yang tak lolos asesmen. Apakah itu akan memengaruhi target untuk
memperoleh herd immunity? Nadia menjelaskan bahwa pemerintah sudah
mengantisipasi. ”Jumlah sasaran bisa bertambah,” ucapnya.

Nadia mencontohkan, pada awalnya nakes yang mendapatkan
vaksin hanya 1,3 juta. Tapi kini ditambah menjadi 1,48 juta. Vaksinasi itu
menjadi jalan untuk mengendalikan pandemi.

Terpopuler

Artikel Terbaru