33.8 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Sebut Gini Rasio Sulit Diturunkan, Ekonom Sarankan Ini ke Darmin

Badan Pusat Statistik
(BPS) mencatatkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang
diukur oleh gini rasio sebesar 0,382 pada Maret 2019. Angka tersebut hanya
menurun tipis sebesar 0,002 poin jika dibandingkan dengan gini rasio pada
September 2018 lalu yang sebesar 0,384. Secara Year on Year (yoy), gini rasio
juga menurun tipis sebesar 0,007 poin dari 0,389.

Dikonfirmasi hal itu,
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan belum mengetahui
secara pasti angka penurunan gini rasio yang dirilis BPS. Kendati demikian,
menurut dia, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk dinilai sangat sulit
untuk diturunkan dibandingkan indeks makro ekonomi lainnya.

“Tingkat kemiskinan
atau pengangguran turun gak susah,tapi kalau gini rasio turun
itu susah,” kata Darmin di Kantor Kemenko Pereknomian, Jakarta, Senin (15/7).

Darmin menyebut
penurunan gini rasio sebesar 0,002 poin pada Maret 2019 sudah merupakan sebuah
prestasi yang bisa dibanggakan. Apalagi, kata dia, penurunan tersebut diiringi
oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang berlangsung positif.

Baca Juga :  Jangan Lupa! Ini Syarat Peserta Tes CPNS Bisa Ikut SKB

“Pertumbuhan diiringi
dengan penurunan gini rasio itu suatu prestasi yang tidak semua negara bisa
melakukannya,” tukasnya.

Dihubungi terpisah,
Ekonom Institute For Development Of Economics And Finance (INDEF), Bhima
Yudhistira menyatakan memiliki perspektif lain mengenai penurunan gini rasio
yang berjalan lambat. Ia menilai, kebijakan pemerintah untuk menurunkan
ketimpangan di pedesaan tidak berjalan efektif.

“Dana desa dirasa
belum efektif karena dana desa masih dikuasai oleh elite-elite yang ada di
desa. Kemudian belum inklusif menjangkau orang-orang miskin di pedesaan, dan
meningkatkan pendapatan masyarakat miskin di desa,” kata Bhima kepada
JawaPos.com, Senin (15/7).

Selain dana desa, melambatnya
penurunan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk yang diukur pada gini rasio
menunjukan bahwa kebijakan bansos yang digalakan pemerintah beberapa bulan
terakhir tidak berjalan efektif. Terutama, demi menstimulus peningkatan daya
beli dan pendapatan masyarakat miskin.

Baca Juga :  Varian Covid-19 Delta Makin Meluas, Sudah Mendominasi 24 Provinsi

“Selain itu, yang
lebih penting, pembukaan lapangan kerja masih terbatas dan masih melambat.
Sehingga penyerapan tenaga kerja yang terbatas ini ujungnya adalah pendapatan
masyarakat miskin tidak meningkat signifikan,” jelasnya.

Terakhir, lanjut
Bhima, pembangunan infrastruktur juga belum mampu mendorong kemakmuran
masyarakat di daerah, khususnya di Indonesia bagian timur. Sebab, pembangunan
infrastruktur tersebut belum berkorelasi dengan industri manufaktur dan
produksi rakyat.

“Efek yang didapat
dari infrastruktur musti di evaluasi dan koreksi. Kenapa infrastruktur dengan
anggaran yang besar tapi dampak ekonomi dan pemerataannya belum signifikan,”
tukasnya.

 

Badan Pusat Statistik
(BPS) mencatatkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang
diukur oleh gini rasio sebesar 0,382 pada Maret 2019. Angka tersebut hanya
menurun tipis sebesar 0,002 poin jika dibandingkan dengan gini rasio pada
September 2018 lalu yang sebesar 0,384. Secara Year on Year (yoy), gini rasio
juga menurun tipis sebesar 0,007 poin dari 0,389.

Dikonfirmasi hal itu,
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan belum mengetahui
secara pasti angka penurunan gini rasio yang dirilis BPS. Kendati demikian,
menurut dia, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk dinilai sangat sulit
untuk diturunkan dibandingkan indeks makro ekonomi lainnya.

“Tingkat kemiskinan
atau pengangguran turun gak susah,tapi kalau gini rasio turun
itu susah,” kata Darmin di Kantor Kemenko Pereknomian, Jakarta, Senin (15/7).

Darmin menyebut
penurunan gini rasio sebesar 0,002 poin pada Maret 2019 sudah merupakan sebuah
prestasi yang bisa dibanggakan. Apalagi, kata dia, penurunan tersebut diiringi
oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang berlangsung positif.

Baca Juga :  Jangan Lupa! Ini Syarat Peserta Tes CPNS Bisa Ikut SKB

“Pertumbuhan diiringi
dengan penurunan gini rasio itu suatu prestasi yang tidak semua negara bisa
melakukannya,” tukasnya.

Dihubungi terpisah,
Ekonom Institute For Development Of Economics And Finance (INDEF), Bhima
Yudhistira menyatakan memiliki perspektif lain mengenai penurunan gini rasio
yang berjalan lambat. Ia menilai, kebijakan pemerintah untuk menurunkan
ketimpangan di pedesaan tidak berjalan efektif.

“Dana desa dirasa
belum efektif karena dana desa masih dikuasai oleh elite-elite yang ada di
desa. Kemudian belum inklusif menjangkau orang-orang miskin di pedesaan, dan
meningkatkan pendapatan masyarakat miskin di desa,” kata Bhima kepada
JawaPos.com, Senin (15/7).

Selain dana desa, melambatnya
penurunan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk yang diukur pada gini rasio
menunjukan bahwa kebijakan bansos yang digalakan pemerintah beberapa bulan
terakhir tidak berjalan efektif. Terutama, demi menstimulus peningkatan daya
beli dan pendapatan masyarakat miskin.

Baca Juga :  Varian Covid-19 Delta Makin Meluas, Sudah Mendominasi 24 Provinsi

“Selain itu, yang
lebih penting, pembukaan lapangan kerja masih terbatas dan masih melambat.
Sehingga penyerapan tenaga kerja yang terbatas ini ujungnya adalah pendapatan
masyarakat miskin tidak meningkat signifikan,” jelasnya.

Terakhir, lanjut
Bhima, pembangunan infrastruktur juga belum mampu mendorong kemakmuran
masyarakat di daerah, khususnya di Indonesia bagian timur. Sebab, pembangunan
infrastruktur tersebut belum berkorelasi dengan industri manufaktur dan
produksi rakyat.

“Efek yang didapat
dari infrastruktur musti di evaluasi dan koreksi. Kenapa infrastruktur dengan
anggaran yang besar tapi dampak ekonomi dan pemerataannya belum signifikan,”
tukasnya.

 

Terpopuler

Artikel Terbaru