33.8 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Ini Perbedaan Kasus Pria Pengancam Penggal Jokowi, dan Bocah Penghina

Ditangkapnya HS
tersangka penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menimbulkan
kegaduhan. Publik kemudian membanding-bandingkan dengan kasus yang menjerat
Royson Jordani Tjahya (RJ), di mana dia juga melakukan pidana serupa namun
sampai saat ini kasusnya tak pernah terdengar.

Kasipenkum Kejati DKI
Jakarta, Nirwan Nawawi memastikan kasus Royson sudah dilakukan penyerahan tahap
dua. Penyidik Polda Metro Jaya juga telah melampirkan sejumlah barang bukti.
Penyerahan ini dilakukan pada 24 Juli 2018.

“Kejaksaan Tinggi DKI
Jakarta telah menerima penyerahan Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) RJ
berikut barang bukti dari pihdak penyidik Polda Metro Jaya,” kata Nirwan dalam
keterangan tertulisnya, Selasa (14/5).

Adapun barang bukti
yang diajukan dalam perkara ini antara lain 1  bendel capture instagram
@jojo_is my name, 1 buah Flasdisk merek berisi capture instagram @jojo_is my
name dan video yang terdapat di instagram dan youtube tersebut, serta beberapa
unit handphone.

Nirwan menuturkan,
penyerahan tahap 2 ini sebagai tindak lanjut dari pihak Penyidik Polda Metro
Jaya atas diterbitkannya surat pemberitahuan hasil penyidikan atas nama Royson
tanggal 7 Juni 2018.

ABH RJ diduga
melakukan tindak pidana Pasal 45 ayat (4) Juncto Pasal 27 ayat (4) UU ITE atau
Pasal 336 KUHP terkait dengan sangkaan Penghinaan  dan/atau pencemaran
nama baik kepada Presiden.

“Bahwa setelah
diterimanya ABH RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, sebelum
perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan, Penuntut Umum akan melaksanakan proses
diversi,” tambahnya.

Diversi sendiri
merupakan sesuatu yang lumrah dalam mengadili anak-anak. Hal iti sesuai amanat
ketentuan Pasal 42 undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Anak.

Nirwan menjelaskan,
Sistem peradilan pidana anak bertujuan untuk melindungi dan mendidik anak yang
berhadapan atau berkonflik dengan hukum. Sehingga anak tetap terlindungi dan
terpenuhi haknya sebagai anak dan mengupayakan pemidanaan sebagai alternatif
terakhir untuk ABH.

Baca Juga :  Cuma Pilah-pilah Dokumen,Gaji Stafsus Edhy Prabowo Rp31 Juta Per Bulan

Dijelaskannya, sistem
peradilan pidana anak menjunjung tinggi konsep restorative justice yakni konsep
keadilan yang di salamnya mengandung penyelesaian pelaku, korban, keluarga dan
pihak terkait dengan berorientasi pada pemulihan keadaan. Hal iti dimaksudkan
demi menghindari perampasan kemerdekaan dan masa depan anak.

Proses diversi sendiri
dilakukan pada 9 Agustus 2018 di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. Di agenda ini
dihadiri oleh RJ, orang tua atau walinya, pelapor,  pihak Balai
Pemasyarakatan (Bapas), Penasihat Hukum dan pendamping.

“Dari hasil
pelaksanaan diversi disepakati ABH RJ akan dikembalikan kepada orang tua untuk
mendapatkan bimbingan yang lebih baik serta berkomitmen untuk melakukan
pelayanan masyarakat,” tegas Nirwan.

Berita acara diversi
tersebut telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan
mengeluarkan Penetapan nomor 4/Pen.Diversi/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Jkt.Bar yang
menetapkan para pihak untuk melaksanakan diversi dan memerintahkan Penuntut
Umum untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penuntutan setelah
kesepakatan Diversi dilaksanakan seluruhnya.

Sementara itu, Kabid
Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono membenarkan pernyataan pihak
Kejati DKI. Penyidik memang telah menyerahkan berkas RJ sesuai prosedur yang
berlaku. Bahkan RJ waktu itu pernah ditangkap.

“Kami sudah lakukan
semua, kita tangkap juga iya, karena anak di bawah umur ada tempat khusus.
Sudah tahap satu, P21, tahap dua dan sudah kita kirim ke Kejaksaan berarti
sudah (diproses),” ucap Kombes Pol Argo Yuwono di Markas Polda Metro Jaya
Jakarta, Senin (13/5).

Diketahui, RJ sempat
membuat heboh jagat dunia maya. Melalui video pendek dia dengan pongahnya
mengancam akan menembak Presiden Jokowi. Dalam video itu dia juga terlihat
memegang foto Jokowi sambil mengeluarkan ancaman.
Sementara itu, HS juga melakukan hal serupa. Saat aksi massa yang diduga
dilakukan di depan kantor Bawaslu beberapa hari lalu. Melalui sebuah rekaman
video dia mengancam akan memenggal kepala Jokowi.

Baca Juga :  Bahaya Sentralisasi Omnibus Law, DPD Fokus Kawal Kepentingan Daerah

Tak lama berselang
setelah video itu viral, Tim Jokowi Mania mengambil langkah hukum terhadap
peristiwa ini. Dia membuat laporan polisi ke Polda Metro Jaya Jakarta, Sabtu
(11/5). Laporan teregister dalam LP/2912/V/2019/PMJ/Dit.Reskrimsus.

Polisi kemudian
menangkap HS disebuah perumahan di Parung, Bogor. HS pun ditetapkan sebagai
tersangka dan terancam hukuman sumur hidup. Dia dijerat Pasal 104 KUHP dan
atau Pasal 110 KUHP, Pasal 336 dan Pasal 27 Ayat 4 Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik karena yang bersangkutan diduga melakukan perbuatan dugaan
makar dengan maksud membunuh dan melakukan pengancaman terhadap presiden.

Wadir Reskrimum Polda
Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi mengatakan, tersangka HS melarikan diri ke
rumah kerabatnya di daerah Parung, Bogor setelah video terkait ancaman untuk
memenggal kepala Presiden Jokowi viral di sosial media.

Saat ditangkap, HS
sedang bersantai di rumah kerabatnya tersebut. Sementara itu, HS diketahui
bertempat tinggal di kawasan Palmerah, Jakarta Barat. “Saat ditangkap, HS
sedang tidur-tiduran,” ungkap Ade di Polda Metro Jaya, Senin (13/5).

HS pun mengaku menyimpan
barang bukti diantaranya jaket, tas, dan telepon genggam di rumahnya di kawasan
Palmerah. “Saat kita mencari barang bukti, tersangka mengaku (menyimpan) di
Palmerah. Akhirnya kita mendapatkan barang buktinya itu di Palmerah,” kata Ade.

Tersangka dijerat
Pasal 104 KUHP dan atau Pasal 110 KUHP, Pasal 336 dan Pasal 27 Ayat 4
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena yang bersangkutan
diduga melakukan perbuatan dugaan makar dengan maksud membunuh dan melakukan
pengancaman terhadap presiden. “Tersangka masih dilakukan pendalaman untuk
mengetahui motif dan latar belakang,” ujar Ade.(jpc)

 

 

Ditangkapnya HS
tersangka penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menimbulkan
kegaduhan. Publik kemudian membanding-bandingkan dengan kasus yang menjerat
Royson Jordani Tjahya (RJ), di mana dia juga melakukan pidana serupa namun
sampai saat ini kasusnya tak pernah terdengar.

Kasipenkum Kejati DKI
Jakarta, Nirwan Nawawi memastikan kasus Royson sudah dilakukan penyerahan tahap
dua. Penyidik Polda Metro Jaya juga telah melampirkan sejumlah barang bukti.
Penyerahan ini dilakukan pada 24 Juli 2018.

“Kejaksaan Tinggi DKI
Jakarta telah menerima penyerahan Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) RJ
berikut barang bukti dari pihdak penyidik Polda Metro Jaya,” kata Nirwan dalam
keterangan tertulisnya, Selasa (14/5).

Adapun barang bukti
yang diajukan dalam perkara ini antara lain 1  bendel capture instagram
@jojo_is my name, 1 buah Flasdisk merek berisi capture instagram @jojo_is my
name dan video yang terdapat di instagram dan youtube tersebut, serta beberapa
unit handphone.

Nirwan menuturkan,
penyerahan tahap 2 ini sebagai tindak lanjut dari pihak Penyidik Polda Metro
Jaya atas diterbitkannya surat pemberitahuan hasil penyidikan atas nama Royson
tanggal 7 Juni 2018.

ABH RJ diduga
melakukan tindak pidana Pasal 45 ayat (4) Juncto Pasal 27 ayat (4) UU ITE atau
Pasal 336 KUHP terkait dengan sangkaan Penghinaan  dan/atau pencemaran
nama baik kepada Presiden.

“Bahwa setelah
diterimanya ABH RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, sebelum
perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan, Penuntut Umum akan melaksanakan proses
diversi,” tambahnya.

Diversi sendiri
merupakan sesuatu yang lumrah dalam mengadili anak-anak. Hal iti sesuai amanat
ketentuan Pasal 42 undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Anak.

Nirwan menjelaskan,
Sistem peradilan pidana anak bertujuan untuk melindungi dan mendidik anak yang
berhadapan atau berkonflik dengan hukum. Sehingga anak tetap terlindungi dan
terpenuhi haknya sebagai anak dan mengupayakan pemidanaan sebagai alternatif
terakhir untuk ABH.

Baca Juga :  Cuma Pilah-pilah Dokumen,Gaji Stafsus Edhy Prabowo Rp31 Juta Per Bulan

Dijelaskannya, sistem
peradilan pidana anak menjunjung tinggi konsep restorative justice yakni konsep
keadilan yang di salamnya mengandung penyelesaian pelaku, korban, keluarga dan
pihak terkait dengan berorientasi pada pemulihan keadaan. Hal iti dimaksudkan
demi menghindari perampasan kemerdekaan dan masa depan anak.

Proses diversi sendiri
dilakukan pada 9 Agustus 2018 di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. Di agenda ini
dihadiri oleh RJ, orang tua atau walinya, pelapor,  pihak Balai
Pemasyarakatan (Bapas), Penasihat Hukum dan pendamping.

“Dari hasil
pelaksanaan diversi disepakati ABH RJ akan dikembalikan kepada orang tua untuk
mendapatkan bimbingan yang lebih baik serta berkomitmen untuk melakukan
pelayanan masyarakat,” tegas Nirwan.

Berita acara diversi
tersebut telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan
mengeluarkan Penetapan nomor 4/Pen.Diversi/Pid.Sus-Anak/2018/PN.Jkt.Bar yang
menetapkan para pihak untuk melaksanakan diversi dan memerintahkan Penuntut
Umum untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penuntutan setelah
kesepakatan Diversi dilaksanakan seluruhnya.

Sementara itu, Kabid
Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono membenarkan pernyataan pihak
Kejati DKI. Penyidik memang telah menyerahkan berkas RJ sesuai prosedur yang
berlaku. Bahkan RJ waktu itu pernah ditangkap.

“Kami sudah lakukan
semua, kita tangkap juga iya, karena anak di bawah umur ada tempat khusus.
Sudah tahap satu, P21, tahap dua dan sudah kita kirim ke Kejaksaan berarti
sudah (diproses),” ucap Kombes Pol Argo Yuwono di Markas Polda Metro Jaya
Jakarta, Senin (13/5).

Diketahui, RJ sempat
membuat heboh jagat dunia maya. Melalui video pendek dia dengan pongahnya
mengancam akan menembak Presiden Jokowi. Dalam video itu dia juga terlihat
memegang foto Jokowi sambil mengeluarkan ancaman.
Sementara itu, HS juga melakukan hal serupa. Saat aksi massa yang diduga
dilakukan di depan kantor Bawaslu beberapa hari lalu. Melalui sebuah rekaman
video dia mengancam akan memenggal kepala Jokowi.

Baca Juga :  Bahaya Sentralisasi Omnibus Law, DPD Fokus Kawal Kepentingan Daerah

Tak lama berselang
setelah video itu viral, Tim Jokowi Mania mengambil langkah hukum terhadap
peristiwa ini. Dia membuat laporan polisi ke Polda Metro Jaya Jakarta, Sabtu
(11/5). Laporan teregister dalam LP/2912/V/2019/PMJ/Dit.Reskrimsus.

Polisi kemudian
menangkap HS disebuah perumahan di Parung, Bogor. HS pun ditetapkan sebagai
tersangka dan terancam hukuman sumur hidup. Dia dijerat Pasal 104 KUHP dan
atau Pasal 110 KUHP, Pasal 336 dan Pasal 27 Ayat 4 Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik karena yang bersangkutan diduga melakukan perbuatan dugaan
makar dengan maksud membunuh dan melakukan pengancaman terhadap presiden.

Wadir Reskrimum Polda
Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi mengatakan, tersangka HS melarikan diri ke
rumah kerabatnya di daerah Parung, Bogor setelah video terkait ancaman untuk
memenggal kepala Presiden Jokowi viral di sosial media.

Saat ditangkap, HS
sedang bersantai di rumah kerabatnya tersebut. Sementara itu, HS diketahui
bertempat tinggal di kawasan Palmerah, Jakarta Barat. “Saat ditangkap, HS
sedang tidur-tiduran,” ungkap Ade di Polda Metro Jaya, Senin (13/5).

HS pun mengaku menyimpan
barang bukti diantaranya jaket, tas, dan telepon genggam di rumahnya di kawasan
Palmerah. “Saat kita mencari barang bukti, tersangka mengaku (menyimpan) di
Palmerah. Akhirnya kita mendapatkan barang buktinya itu di Palmerah,” kata Ade.

Tersangka dijerat
Pasal 104 KUHP dan atau Pasal 110 KUHP, Pasal 336 dan Pasal 27 Ayat 4
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena yang bersangkutan
diduga melakukan perbuatan dugaan makar dengan maksud membunuh dan melakukan
pengancaman terhadap presiden. “Tersangka masih dilakukan pendalaman untuk
mengetahui motif dan latar belakang,” ujar Ade.(jpc)

 

 

Terpopuler

Artikel Terbaru