33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Zulhas Ngaku Tolak Semua Izin Pemanfaatan Hutan

JAKARTA – Ketua Umum
Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan atau Zulhas akhirnya memenuhi
panggilan Komisi Pemberantasan korupsi (KPK). Dia diperiksa sebagai saksi kasus
dugaan suap terkait revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014. Ia dimintai
keterangan guna melengkapi berkas penyidikan tersangka korporasi PT Palma Satu,
anak usaha PT Duta Palma Group.

Zulhas tiba di
KPK pukul 10.00 WIB dan selesai menjalani pemeriksaan pukul 16.00 WIB. Kepada
awak media, ia menegaskan telah menolak pengajuan izin alih fungsi hutan oleh
PT Duta Palma Group semasa menjabat selaku Menteri Kehutanan.

“Jadi saya
dipanggil terkait kelanjutan kasus permintaan kebun oleh PT Palma. Ada beberapa
perusahaan, dan diajukan ke Kemhut. Sampai Kemhut semuanya ditolak. Jadi
tidak ada satu pun (izin) diberikan alias semua permohonan itu ditolak,” ujar
Zulhas di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (14/2).

Wakil Ketua MPR
memenuhi pemeriksaan KPK usai dua kali tak menghadiri. Adapun, Zulhas mangkir
pada panggilan pemeriksaan 16 Januari dan 20 Januari 2020.

Kasus suap ini
bermula dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) nomor 673/2014 yang
ditandatangani Zulhas pada 8 Agustus 2014. SK tersebut tentang Perubahan
Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektare;
perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543 ha; dan Penunjukan Bukan Kawasan
Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 ha di Provinsi Riau. SK Menhut
tersebut diserahkan Zulkifli kepada Annas Maamun selaku Gubernur Riau saat
peringatan HUT Riau pada 9 Agustus 2014.

Dalam pidatonya
di peringatan tersebut, Zulhas mempersilakan masyarakat melalui Pemprov Riau
untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum
terakomodir dalam SK itu.

Namun, Zulhas
tak menjawab saat dikonfirmasi awak media mengenai pertemuan antara dirinya
dengan Annas Maamun di rumah dinasnya di Jalan Denpasar Raya 15, Kuningan,
Jakarta Selatan, pada pertengahan Agustus 2014 lalu. Dalam pertemuan itu Annas
menyampaikan usulan perbaikan perubahan kawasan hutan di Riau. Zulhas hanya
menyebut permintaan Annas Maamun tersebut ditolak.

“Ditolak. Permintaanya
ditolak,” tandasnya.

Pelaksana Tugas
Juru Bicara bidang Penindakan Ali Fikri menjelaskan, penyidik berusaha mendalami
keterangan Zulhas terkait proses pengajuan perubahan fungsi atau peruntukan
kawasan hutan di Riau. Kala itu, Zulhas menjabat sebagai Menteri Kehutanan
2009-2014.

Baca Juga :  Mendag : Expo Dubai Perkuat Kerjasama dengan Uni Emirat Arab

KPK menetapkan
anak usaha PT Duta Palma Group, PT Palma Satu sebagai tersangka kasus dugaan
suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014. Selain
korporasi, KPK juga menetapkan pemilik PT Darmex Group/ PT Duta Palma Surya
Darmadi dan Legal Manager PT Duta Palma Group Suheri Terta.

Penetapan
tersangka terhadap ketiga pihak tersebut merupakan pengembangan dari kasus
dugaan suap alih fungsi hutan Riau yang sebelumnya menjerat Annas Maamun selaku
Gubernur Riau dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat Medali
Emas Manurung serta Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat Riau Edison Marudut
Marsadauli Siahaan.

Surya Darmadi
bersama-sama Suheri diduga menyuap Annas Maamun sebesar Rp3 miliar melalui
Gulat Manurung. Suap itu diberikan terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan
di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan.

Kasus suap ini
bermula dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) nomor 673/2014 yang
ditandatangani Menteri Kehutanan saat itu, Zulkifli Hasan pada 8 Agustus 2014.
SK tersebut tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan
Hutan seluas 1.638.249 hektare; perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543
ha; dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 ha
di Provinsi Riau. SK Menhut tersebut diserahkan Zulkifli kepada Annas Maamun
saat peringatan HUT Riau pada 9 Agustus 2014.

Dalam pidatonya
di peringatan tersebut, Zulhas mempersilakan masyarakat melalui Pemprov Riau
untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum
terakomodir dalam SK tersebut. Atas pidato Zulhas, Annas Maamun memerintahkan
SKPD terkait untuk menelaah kawasan hutan dalam peta yang menjadi lampiran
Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut.

Suheri yang
mengurus perizinan terkait lahan perkebunan mllik Duta Palma Group langsung
mengirimkan surat kepada Annas Maamun selaku Gubernur Riau untuk memintanya
mengakomodir lokasi perkebunan PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu
Bening, PT Seberida Subur yang berlokasi di Kabupaten Indragiri Hulu dalam RTRW
Provinsi Riau. Annas Maamun segera menindaklanjuti permintaan tersebut dan
memerintahkan bawahannya untuk ‘membantu dan mengadakan rapat’.

Baca Juga :  Istri Awak Nanggala: Kalau Nanti Aku Pergi, kan Nggak Ada yang Belikan

Annas Maamun
kemudian membuat disposisi yang isinya memerintahkan Wakil Gubernur Riau saat
itu untuk segera mengadakan rapat bersama SKPD terkait. Sebulan kemudian atau
September 2014, Surya Darmadi, Suheri, Gulat Manurung dan SKPD Pemprov Riau
menggelar pertemuan untuk membahas permohonan perubahan kawasan hutan menjadi
bukan kawasan hutan atas kawasan perkebunan milik Duta Palma Group atau dengan
kata lain agar wilayah perkebunan itu dikeluarkan dari peta kawasan hutan di
Riau.

Untuk memuluskan
hal ini, Surya Darmadi diduga menawarkan fee kepada Annas Maamun melalui Gulat
Manurung jika areal perkebunan perusahaannya masuk dalam revisi SK Menteri
Kehutanan tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
Berikutnya, dalam sebuah rapat di kantor Gubernur, Annas Maamun memerintahkan
bawahannya yang bertugas di Dinas Kehutanan untuk memasukkan lahan atau kawasan
perkebunan yang diajukan oleh tersangka Suheri Terta dan Surya Darmadi dalam
peta Iampiran surat Gubernur yang telah ditandatangani sehari sebelumnya.

Setelah
perubahan peta tersebut ditandatangani Annas Maamun, Suheri diduga menyerahkan
uang sebesar Rp 3 miliar kepada Gulat Manurung untuk diberikan kepada Annas.
Uang tersebut diberikan agar Annas Maamun memasukan lokasi perkebunan Duta Paa
Group yang dimohonkan tersangka Suheri dan Surya Darmadi ke dalam Peta Lampiran
Surat Gubernur Riau tanggal 17 September 2014 tentang Revisi Usulan Perubahan
Luas Kawasan Bukan Hutan Riau di Provinsi Riau. Dengan surat Gubernur Riau
tersebut diduga selanjutnya perusahaan-perusahaan itu dapat mengajukan Hak Guna
Usaha untuk mendapatkan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) sebagai syarat
sebuah perusahaan melakukan ekspor kelapa sawit ke luar negeri.

Atas tindak
pidana yang diduga dilakukannya, PT Palma Satu disangkakan melanggar Pasal 5
Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun
1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tipikor. Sementara Surya Darmadi dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau
Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana
diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal
55 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 56 KUHP. (riz/gw/fin
/kpc)

JAKARTA – Ketua Umum
Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan atau Zulhas akhirnya memenuhi
panggilan Komisi Pemberantasan korupsi (KPK). Dia diperiksa sebagai saksi kasus
dugaan suap terkait revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014. Ia dimintai
keterangan guna melengkapi berkas penyidikan tersangka korporasi PT Palma Satu,
anak usaha PT Duta Palma Group.

Zulhas tiba di
KPK pukul 10.00 WIB dan selesai menjalani pemeriksaan pukul 16.00 WIB. Kepada
awak media, ia menegaskan telah menolak pengajuan izin alih fungsi hutan oleh
PT Duta Palma Group semasa menjabat selaku Menteri Kehutanan.

“Jadi saya
dipanggil terkait kelanjutan kasus permintaan kebun oleh PT Palma. Ada beberapa
perusahaan, dan diajukan ke Kemhut. Sampai Kemhut semuanya ditolak. Jadi
tidak ada satu pun (izin) diberikan alias semua permohonan itu ditolak,” ujar
Zulhas di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (14/2).

Wakil Ketua MPR
memenuhi pemeriksaan KPK usai dua kali tak menghadiri. Adapun, Zulhas mangkir
pada panggilan pemeriksaan 16 Januari dan 20 Januari 2020.

Kasus suap ini
bermula dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) nomor 673/2014 yang
ditandatangani Zulhas pada 8 Agustus 2014. SK tersebut tentang Perubahan
Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektare;
perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543 ha; dan Penunjukan Bukan Kawasan
Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 ha di Provinsi Riau. SK Menhut
tersebut diserahkan Zulkifli kepada Annas Maamun selaku Gubernur Riau saat
peringatan HUT Riau pada 9 Agustus 2014.

Dalam pidatonya
di peringatan tersebut, Zulhas mempersilakan masyarakat melalui Pemprov Riau
untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum
terakomodir dalam SK itu.

Namun, Zulhas
tak menjawab saat dikonfirmasi awak media mengenai pertemuan antara dirinya
dengan Annas Maamun di rumah dinasnya di Jalan Denpasar Raya 15, Kuningan,
Jakarta Selatan, pada pertengahan Agustus 2014 lalu. Dalam pertemuan itu Annas
menyampaikan usulan perbaikan perubahan kawasan hutan di Riau. Zulhas hanya
menyebut permintaan Annas Maamun tersebut ditolak.

“Ditolak. Permintaanya
ditolak,” tandasnya.

Pelaksana Tugas
Juru Bicara bidang Penindakan Ali Fikri menjelaskan, penyidik berusaha mendalami
keterangan Zulhas terkait proses pengajuan perubahan fungsi atau peruntukan
kawasan hutan di Riau. Kala itu, Zulhas menjabat sebagai Menteri Kehutanan
2009-2014.

Baca Juga :  Mendag : Expo Dubai Perkuat Kerjasama dengan Uni Emirat Arab

KPK menetapkan
anak usaha PT Duta Palma Group, PT Palma Satu sebagai tersangka kasus dugaan
suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014. Selain
korporasi, KPK juga menetapkan pemilik PT Darmex Group/ PT Duta Palma Surya
Darmadi dan Legal Manager PT Duta Palma Group Suheri Terta.

Penetapan
tersangka terhadap ketiga pihak tersebut merupakan pengembangan dari kasus
dugaan suap alih fungsi hutan Riau yang sebelumnya menjerat Annas Maamun selaku
Gubernur Riau dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat Medali
Emas Manurung serta Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat Riau Edison Marudut
Marsadauli Siahaan.

Surya Darmadi
bersama-sama Suheri diduga menyuap Annas Maamun sebesar Rp3 miliar melalui
Gulat Manurung. Suap itu diberikan terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan
di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan.

Kasus suap ini
bermula dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) nomor 673/2014 yang
ditandatangani Menteri Kehutanan saat itu, Zulkifli Hasan pada 8 Agustus 2014.
SK tersebut tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan
Hutan seluas 1.638.249 hektare; perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543
ha; dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 ha
di Provinsi Riau. SK Menhut tersebut diserahkan Zulkifli kepada Annas Maamun
saat peringatan HUT Riau pada 9 Agustus 2014.

Dalam pidatonya
di peringatan tersebut, Zulhas mempersilakan masyarakat melalui Pemprov Riau
untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum
terakomodir dalam SK tersebut. Atas pidato Zulhas, Annas Maamun memerintahkan
SKPD terkait untuk menelaah kawasan hutan dalam peta yang menjadi lampiran
Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut.

Suheri yang
mengurus perizinan terkait lahan perkebunan mllik Duta Palma Group langsung
mengirimkan surat kepada Annas Maamun selaku Gubernur Riau untuk memintanya
mengakomodir lokasi perkebunan PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu
Bening, PT Seberida Subur yang berlokasi di Kabupaten Indragiri Hulu dalam RTRW
Provinsi Riau. Annas Maamun segera menindaklanjuti permintaan tersebut dan
memerintahkan bawahannya untuk ‘membantu dan mengadakan rapat’.

Baca Juga :  Istri Awak Nanggala: Kalau Nanti Aku Pergi, kan Nggak Ada yang Belikan

Annas Maamun
kemudian membuat disposisi yang isinya memerintahkan Wakil Gubernur Riau saat
itu untuk segera mengadakan rapat bersama SKPD terkait. Sebulan kemudian atau
September 2014, Surya Darmadi, Suheri, Gulat Manurung dan SKPD Pemprov Riau
menggelar pertemuan untuk membahas permohonan perubahan kawasan hutan menjadi
bukan kawasan hutan atas kawasan perkebunan milik Duta Palma Group atau dengan
kata lain agar wilayah perkebunan itu dikeluarkan dari peta kawasan hutan di
Riau.

Untuk memuluskan
hal ini, Surya Darmadi diduga menawarkan fee kepada Annas Maamun melalui Gulat
Manurung jika areal perkebunan perusahaannya masuk dalam revisi SK Menteri
Kehutanan tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
Berikutnya, dalam sebuah rapat di kantor Gubernur, Annas Maamun memerintahkan
bawahannya yang bertugas di Dinas Kehutanan untuk memasukkan lahan atau kawasan
perkebunan yang diajukan oleh tersangka Suheri Terta dan Surya Darmadi dalam
peta Iampiran surat Gubernur yang telah ditandatangani sehari sebelumnya.

Setelah
perubahan peta tersebut ditandatangani Annas Maamun, Suheri diduga menyerahkan
uang sebesar Rp 3 miliar kepada Gulat Manurung untuk diberikan kepada Annas.
Uang tersebut diberikan agar Annas Maamun memasukan lokasi perkebunan Duta Paa
Group yang dimohonkan tersangka Suheri dan Surya Darmadi ke dalam Peta Lampiran
Surat Gubernur Riau tanggal 17 September 2014 tentang Revisi Usulan Perubahan
Luas Kawasan Bukan Hutan Riau di Provinsi Riau. Dengan surat Gubernur Riau
tersebut diduga selanjutnya perusahaan-perusahaan itu dapat mengajukan Hak Guna
Usaha untuk mendapatkan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) sebagai syarat
sebuah perusahaan melakukan ekspor kelapa sawit ke luar negeri.

Atas tindak
pidana yang diduga dilakukannya, PT Palma Satu disangkakan melanggar Pasal 5
Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun
1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tipikor. Sementara Surya Darmadi dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau
Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana
diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal
55 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 56 KUHP. (riz/gw/fin
/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru