31.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Mendikbud Kaji Ulang UN sebagai Syarat Kelulusan

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
memstikan, bahwa Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) masih akan digelar
pada 2020. Kendati demikian, nasib UN ke depannya masih menunggu masukan dari
masyarakat dan para pegiat pendidikan untuk menjadi bahan kajian.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nadiem Anwar Makarim mengatakan, pihaknya sedang mengkaji ulang bentuk
penyelenggaraan dan fungsi Ujian Nasional (UN). Pengkajian termasuk membahas,
apakah UN akan kembali berfungsi sebagai penentu kelulusan atau tidak.

“Fungsi dan penyelenggaraan UN
sama seperti zonasi, sedang kami kaji dari berbagai pendapat para guru dan
orang tua. Untuk sementara UN tahun ini (2020) masih ada,” kata Nadiem, Rabu
(6/11).

Nadiem mengatakan, saat ini ia
tengah masih melakukan maraton audiensi dan diskusi dengan sejumlah pemangku
kepentingan di bidang pendidikan.

Audiensi dilakukan setiap hari
secara bertahap dengan sejumlah perwakilan organisasi guru, pegiat pendidikan,
komunitas pendidikan hingga masyarakat umum.

“Saat ini kami tengah menjaring
masukan dari guru-guru juga orang tua murid tentang Ujian Nasional dan
kebijakan soal sistem zonasi,” terangnya.

Baca Juga :  Kemenag Kembali Buka Layanan KUA

Munculnya wacana UN digunakan
kembali sebagai penentu kelulusan siswa, ketika itu dilontarkan langsung oleh
Mantan Mendikbud Muhadjir Effendy, saat masa tugasnya berakhir.

Pasalnya, dalam 3 tahun terakhir,
fungsi UN hanya untuk memetakan mutu sekolah. Muhadjir menegaskan, UN bisa
menjadi penentu kelulusan dengan catatan penyelenggaraannya sudah semua
berbasis komputer.

“Seperti kemarin saya bilang, 100
hari ini belum akan ada kebijakan apa-apa, saya akan fokus belajar dulu. Pada
intinya, akan kami kaji ulang,” tegasnya.

Sementara itu, Dewan Pembina
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Qudrat Nugraha menilai, bahwa salah
satu aspek yang harus menjadi perhatian Mendikbud dalam merombak kurikulum
adalah, keberadaan ujian nasional (UN). Menurutnya, UN selama ini mengandung
banyak masalah.

“UN tak memberikan maanfaat jelas
bagi peserta didik. UN harus dibabat habis, ganti dengan cara ujian yang lain,”
katanya.

Pada tahun lalu, Kemendikbud
memperluas fungsi Ujian Nasional yang setiap tahun diselenggarakan pada jenjang
SMP/SMA/SMK sederajat. Kendati sudah tak berfungsi sebagai penentu kelulusan,
UN dipakai untuk memetakan beragam faktor yang mempengaruhi kualitas siswa
melalui mekanisme pengisian angket.

Baca Juga :  Pemerintah Diminta Cermati Stok Beras Nasional

“91% pelaksanaan UN tahun lalu
berbasis komputer. Menurut dia, UN tidak hanya penting untuk menilai aspek
kognitif siswa. Tetapi juga aspek nonkognitif yang banyak dipengaruhi lingkungan
keluarga,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok
Suprayitno.

Menurut Totok, hasil UN dapat
dijadikan rujukan bagi dinas pendidikan dan pemerintah daerah untuk
meningkatkan kompetensi guru per mata pelajaran. Dengan demikian, para guru
tidak akan lagi dilatih secara umum.

“Kalau ternyata di kota A nilai
UN mata pelajaran matematika jelek, ya guru mata pelajarannya yang dilatih.
Siswa akan mengisi angket setelah menyelesaikan UN. Ada 5 jenis angket, dan
setiap siswa hanya mengerjakan satu jenis angket saja,” terangnya.

“Penyelenggaraan UN tahun lalu
diikuti oleh 8.259.581 siswa dari 103.000 satuan pendidikan. Sebanyak 7.507.116
UN berbasis komputer dan sisanya melaksanakan UN berbasis kerta pensil,”
tambahnya. (der/fin/kpc)

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
memstikan, bahwa Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) masih akan digelar
pada 2020. Kendati demikian, nasib UN ke depannya masih menunggu masukan dari
masyarakat dan para pegiat pendidikan untuk menjadi bahan kajian.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nadiem Anwar Makarim mengatakan, pihaknya sedang mengkaji ulang bentuk
penyelenggaraan dan fungsi Ujian Nasional (UN). Pengkajian termasuk membahas,
apakah UN akan kembali berfungsi sebagai penentu kelulusan atau tidak.

“Fungsi dan penyelenggaraan UN
sama seperti zonasi, sedang kami kaji dari berbagai pendapat para guru dan
orang tua. Untuk sementara UN tahun ini (2020) masih ada,” kata Nadiem, Rabu
(6/11).

Nadiem mengatakan, saat ini ia
tengah masih melakukan maraton audiensi dan diskusi dengan sejumlah pemangku
kepentingan di bidang pendidikan.

Audiensi dilakukan setiap hari
secara bertahap dengan sejumlah perwakilan organisasi guru, pegiat pendidikan,
komunitas pendidikan hingga masyarakat umum.

“Saat ini kami tengah menjaring
masukan dari guru-guru juga orang tua murid tentang Ujian Nasional dan
kebijakan soal sistem zonasi,” terangnya.

Baca Juga :  Kemenag Kembali Buka Layanan KUA

Munculnya wacana UN digunakan
kembali sebagai penentu kelulusan siswa, ketika itu dilontarkan langsung oleh
Mantan Mendikbud Muhadjir Effendy, saat masa tugasnya berakhir.

Pasalnya, dalam 3 tahun terakhir,
fungsi UN hanya untuk memetakan mutu sekolah. Muhadjir menegaskan, UN bisa
menjadi penentu kelulusan dengan catatan penyelenggaraannya sudah semua
berbasis komputer.

“Seperti kemarin saya bilang, 100
hari ini belum akan ada kebijakan apa-apa, saya akan fokus belajar dulu. Pada
intinya, akan kami kaji ulang,” tegasnya.

Sementara itu, Dewan Pembina
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Qudrat Nugraha menilai, bahwa salah
satu aspek yang harus menjadi perhatian Mendikbud dalam merombak kurikulum
adalah, keberadaan ujian nasional (UN). Menurutnya, UN selama ini mengandung
banyak masalah.

“UN tak memberikan maanfaat jelas
bagi peserta didik. UN harus dibabat habis, ganti dengan cara ujian yang lain,”
katanya.

Pada tahun lalu, Kemendikbud
memperluas fungsi Ujian Nasional yang setiap tahun diselenggarakan pada jenjang
SMP/SMA/SMK sederajat. Kendati sudah tak berfungsi sebagai penentu kelulusan,
UN dipakai untuk memetakan beragam faktor yang mempengaruhi kualitas siswa
melalui mekanisme pengisian angket.

Baca Juga :  Pemerintah Diminta Cermati Stok Beras Nasional

“91% pelaksanaan UN tahun lalu
berbasis komputer. Menurut dia, UN tidak hanya penting untuk menilai aspek
kognitif siswa. Tetapi juga aspek nonkognitif yang banyak dipengaruhi lingkungan
keluarga,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok
Suprayitno.

Menurut Totok, hasil UN dapat
dijadikan rujukan bagi dinas pendidikan dan pemerintah daerah untuk
meningkatkan kompetensi guru per mata pelajaran. Dengan demikian, para guru
tidak akan lagi dilatih secara umum.

“Kalau ternyata di kota A nilai
UN mata pelajaran matematika jelek, ya guru mata pelajarannya yang dilatih.
Siswa akan mengisi angket setelah menyelesaikan UN. Ada 5 jenis angket, dan
setiap siswa hanya mengerjakan satu jenis angket saja,” terangnya.

“Penyelenggaraan UN tahun lalu
diikuti oleh 8.259.581 siswa dari 103.000 satuan pendidikan. Sebanyak 7.507.116
UN berbasis komputer dan sisanya melaksanakan UN berbasis kerta pensil,”
tambahnya. (der/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru