33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Mendikbud Nadiem: UN Gagal Beri Dampak Positif Pendidikan di Indonesia

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
tengah mengevaluasi kebijakan Ujian Nasional (UN) yang saat ini dinilai tidak
banyak memberikan dampak positif terhadap anak didik di sekolah.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Nadiem Makarim menyatakan, Ujian Nasional (UN) selama ini kurang
bisa menilai perkembangan pendidikan di Indonesia. Menurutnya, UN hanya sebatas
tolok ukur untuk menilai prestasi siswa.

“Menurut saya, ini sebuah
kesalahan dan siswalah yang dirugikan. Jadi mereka merasa gagal, kalau angkanya
tidak memadai,” kata Nadiem, Senin (2/12).

Menurut Nadiem, beban siswa saat
ini sangat berat, dimulai dari kurikulum sekolah yang sangat padat dan besarnya
materi yang diujikan. Akibatnya, esensi Kurikulum 2013 yang sebenarnya sudah
baik tidak bisa tersampaikan secara tepat kepada siswa.

“Semuanya kejar tayang. Kasihan
murid kita,” ujarnya.

Kendati demikian, Nadiem mengakui
bahwa di dalam dunia pendidikan memang dibutuhkan tolok ukur skala nasional
yang bisa dijadikan dasar evaluasi sekolah. Namun, dengan sistem UN yang ada
sekarang, tolok ukur tersebut dinilainya tidak tepat.

“Apabila formatnya terlalu
membebani siswa dan guru, hasilnya justru tidak sesuai yang diharapkan. Jangan
sampai, ujian ini hanya menilai berapa jumlah informasi yang diserap siswa,”
tuturnya.

Baca Juga :  Masyarakat Diminta Bersabar, Wagub Berkeyakinan Kalteng Ibu Kota

Nadiem berpandangan, bahwa sebuah
tolok ukur harus berdasarkan target, yakni dari siswa tersebut harus memiliki
kompetensi dasar. “Jadi, mohon sabar. Ditunggu kabarnya, kami akan segera
merumuskan rencana ke depan,” ujarnya.

Selain penghapusan UN, pihaknya
ingin menyederhanakan kurikulum. Ia juga menginginkan, untuk meningkatkan
kompetensi agar menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.

Salah satunya, kegunaan link and
match dalam dunia pendidikan yang berfungsi untuk menjembatani kompetensi
tenaga kerja dengan kebutuhan pasar kerja.

“Arahan pak presiden untuk
menciptakan link and match antar sistem pendidikan kita dan apa yang dibutuhkan
di dunia industri dll begitu,” jelasnya

Untuk itu, kata Nadiem,
diperlukannya beberapa hal seperti deregulasi dari semua instansi unit
pendidikan. Ia juga menyoroti, soal plafform merdeka belajar yang akan dibuat.

“Dan untuk mencapai itukan ada
beberapa hal salah satunya adalah, deregulasi dan debirokratisasi dari semua
instansi unit pendidikan, makanya platformnya yang kami sebut itu merdeka
belajar,” tuturnya.

Nadiem juga menambahkan
pentingnya penyederhanaan kurikulum maupun assestment. “Dan dari situ harus ada
penyederhanaan, dari sisi kurikulum maupun assestment, akan beralih kepada
sifatnya yang lebih kompetensi,”

Namun, jika UN resmi dihapuskan
maka Kemendikbud harus mencari alternatif untuk mengevaluasi proses belajar.
Sementara ini, Kemendikbud tengah mengkaji model tes assessment kompetensi
murid sebagai bentuk evaluasi proses belajar.

Baca Juga :  Doni Monardo Minta Masyarakat Patuhi Surat Edaran Gugus Tugas Covid-19

“Bentuknya tetap tes. Tapi tidak
lagi berbasis mata pelajaran,” kata Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) Kemendikbud, Doni Koesoema.

Menurut Doni, assessment
kompetensi diperlukan untuk melihat perkembangan belajar. Untuk jenjang sekolah
dasar, misalnya, assessment bertujuan memetakan seberapa banyak siswa yang
belum bisa baca-tulis.

“Misalnya, kita tahu kelas III
dan IV SD itu sangat krusial. Sebab, masih ada anak kelas IV SD tak bisa
baca-tulis. Jadi, untuk kelas III atau IV, pemerintah perlu melakukan evaluasi
secara nasional,” tuturnya.

Untuk di tingkat sekolah
menengah, lanjut Doni, asesmen dilakukan dengan menguji kemampuan logika dan
berpikir kritis. Tes ini pun tak harus dilakukan serentak.

“Sekolah wajib dalam satu tahun
pembelajaran setidaknya melakukan satu kali aksi. Bisa di Jawa Timur dulu atau
di Jawa Tengah dulu. Pokoknya, tiap sekolah dalam satu tahun bisa melakukan
asesmen untuk siswa,” jelasnya.

Doni menilai, asesmen berbasis
literasi dan kemampuan berpikir ini bakal lebih efektif untuk memperbaiki mutu
pendidikan ketimbang melalui ujian nasional pada tiap akhir masa studi.

“Ujiannya dilakukan di tengah,
sehingga input-nya bisa digunakan untuk perbaikan. Kalau UN, ujian dilakukan
pada akhir masa sekolah, ya enggak berguna karena siswanya sudah lulus,”
imbuhnya. (der/fin/kpc)

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
tengah mengevaluasi kebijakan Ujian Nasional (UN) yang saat ini dinilai tidak
banyak memberikan dampak positif terhadap anak didik di sekolah.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Nadiem Makarim menyatakan, Ujian Nasional (UN) selama ini kurang
bisa menilai perkembangan pendidikan di Indonesia. Menurutnya, UN hanya sebatas
tolok ukur untuk menilai prestasi siswa.

“Menurut saya, ini sebuah
kesalahan dan siswalah yang dirugikan. Jadi mereka merasa gagal, kalau angkanya
tidak memadai,” kata Nadiem, Senin (2/12).

Menurut Nadiem, beban siswa saat
ini sangat berat, dimulai dari kurikulum sekolah yang sangat padat dan besarnya
materi yang diujikan. Akibatnya, esensi Kurikulum 2013 yang sebenarnya sudah
baik tidak bisa tersampaikan secara tepat kepada siswa.

“Semuanya kejar tayang. Kasihan
murid kita,” ujarnya.

Kendati demikian, Nadiem mengakui
bahwa di dalam dunia pendidikan memang dibutuhkan tolok ukur skala nasional
yang bisa dijadikan dasar evaluasi sekolah. Namun, dengan sistem UN yang ada
sekarang, tolok ukur tersebut dinilainya tidak tepat.

“Apabila formatnya terlalu
membebani siswa dan guru, hasilnya justru tidak sesuai yang diharapkan. Jangan
sampai, ujian ini hanya menilai berapa jumlah informasi yang diserap siswa,”
tuturnya.

Baca Juga :  Masyarakat Diminta Bersabar, Wagub Berkeyakinan Kalteng Ibu Kota

Nadiem berpandangan, bahwa sebuah
tolok ukur harus berdasarkan target, yakni dari siswa tersebut harus memiliki
kompetensi dasar. “Jadi, mohon sabar. Ditunggu kabarnya, kami akan segera
merumuskan rencana ke depan,” ujarnya.

Selain penghapusan UN, pihaknya
ingin menyederhanakan kurikulum. Ia juga menginginkan, untuk meningkatkan
kompetensi agar menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.

Salah satunya, kegunaan link and
match dalam dunia pendidikan yang berfungsi untuk menjembatani kompetensi
tenaga kerja dengan kebutuhan pasar kerja.

“Arahan pak presiden untuk
menciptakan link and match antar sistem pendidikan kita dan apa yang dibutuhkan
di dunia industri dll begitu,” jelasnya

Untuk itu, kata Nadiem,
diperlukannya beberapa hal seperti deregulasi dari semua instansi unit
pendidikan. Ia juga menyoroti, soal plafform merdeka belajar yang akan dibuat.

“Dan untuk mencapai itukan ada
beberapa hal salah satunya adalah, deregulasi dan debirokratisasi dari semua
instansi unit pendidikan, makanya platformnya yang kami sebut itu merdeka
belajar,” tuturnya.

Nadiem juga menambahkan
pentingnya penyederhanaan kurikulum maupun assestment. “Dan dari situ harus ada
penyederhanaan, dari sisi kurikulum maupun assestment, akan beralih kepada
sifatnya yang lebih kompetensi,”

Namun, jika UN resmi dihapuskan
maka Kemendikbud harus mencari alternatif untuk mengevaluasi proses belajar.
Sementara ini, Kemendikbud tengah mengkaji model tes assessment kompetensi
murid sebagai bentuk evaluasi proses belajar.

Baca Juga :  Doni Monardo Minta Masyarakat Patuhi Surat Edaran Gugus Tugas Covid-19

“Bentuknya tetap tes. Tapi tidak
lagi berbasis mata pelajaran,” kata Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) Kemendikbud, Doni Koesoema.

Menurut Doni, assessment
kompetensi diperlukan untuk melihat perkembangan belajar. Untuk jenjang sekolah
dasar, misalnya, assessment bertujuan memetakan seberapa banyak siswa yang
belum bisa baca-tulis.

“Misalnya, kita tahu kelas III
dan IV SD itu sangat krusial. Sebab, masih ada anak kelas IV SD tak bisa
baca-tulis. Jadi, untuk kelas III atau IV, pemerintah perlu melakukan evaluasi
secara nasional,” tuturnya.

Untuk di tingkat sekolah
menengah, lanjut Doni, asesmen dilakukan dengan menguji kemampuan logika dan
berpikir kritis. Tes ini pun tak harus dilakukan serentak.

“Sekolah wajib dalam satu tahun
pembelajaran setidaknya melakukan satu kali aksi. Bisa di Jawa Timur dulu atau
di Jawa Tengah dulu. Pokoknya, tiap sekolah dalam satu tahun bisa melakukan
asesmen untuk siswa,” jelasnya.

Doni menilai, asesmen berbasis
literasi dan kemampuan berpikir ini bakal lebih efektif untuk memperbaiki mutu
pendidikan ketimbang melalui ujian nasional pada tiap akhir masa studi.

“Ujiannya dilakukan di tengah,
sehingga input-nya bisa digunakan untuk perbaikan. Kalau UN, ujian dilakukan
pada akhir masa sekolah, ya enggak berguna karena siswanya sudah lulus,”
imbuhnya. (der/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru