33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Penentuan Awal Waktu Puasa Ramadan Sering Terjadi Perbedaan, Ini Penye

PENENTUAN awal waktu puasa
Ramadan sering terjadi perbedaan. Di negara dengan mayoritas muslim seperti
Indonesia, hal ini sangat lumrah. Lalu, bagaimana sebenarnya penentuan awal
waktu puasa? Mengapa ada perbedaan waktu tersebut?

Akhmad Mukarrom, dosen Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya menjelaskan, ilmu falak bisa menjawab
pertanyaan tersebut. Menurut dia, perbedaan penentuan awal waktu puasa
dipengaruhi metode yang digunakan. Yakni, rukyatul hilal dan hisab (perhitungan).

Rukyatul hilal, lanjut dia, merupakan
kegiatan mengamati bulan sabit pada saat matahari terbenam ketika memasuki awal
bulan menurut kalender hijriah. Menurut Mukarrom, rukyat dapat diamati di
ketinggian tertentu. ”Ketinggiannya rata-rata 2 derajat, jarak sudut matahari
ke bulan 3 derajat, dan 8 jam saat bumi dan bulan berada di posisi bujur yang
sama,” ujar Akhmad Mukarrom, pria kelahiran Pamekasan tersebut.

Baca Juga :  Uji Kepatutan Komjen Idham Azis Jadi Kapolri Pekan Depan

Berdasarkan sejarahnya, menurut dia, rukyatul
hilal merupakan metode yang digunakan rasul. ”Karena saat itu ilmu astronomi
belum ditemukan. Metode ini sangat dipengaruhi faktor alam, seperti polusi dan
badai pasir,” jelas Akhmad Mukarrom.

Sementara itu, hisab adalah perhitungan
astronomis untuk mengetahui posisi bulan sebagai dasar dalam menentukan awal
bulan pada kalender hijriah. Akhmad Mukarrom menjelaskan, metode hisab
sebenarnya sangat cocok untuk negara Indonesia. Sebab, posisi Indonesia dekat
dengan garis ekuator (khatulistiwa), sehingga menyulitkan melakukan metode
rukyat.

”Garis ekuator selain berpengaruh pada
penentuan awal waktu puasa, juga berpengaruh pada lamanya waktu puasa,” tutur
Akhmad Mukarrom.

Di negara yang jauh dari garis ekuator, waktu
puasanya akan lebih lama dari rata-rata waktu berpuasa. Indonesia normalnya
berpuasa 12–13 jam. Sedangkan, negara seperti Inggris atau Australia bisa
sampai 18 jam. Bahkan beberapa tahun lalu, umat Islam di Kota London berpuasa
sampai 22 jam.

Baca Juga :  Din Syamsuddin: Kenaikan Iuran BPJS Bentuk Kezaliman yang Nyata

Namun, Mukarram mengungkapkan, hal tersebut
bukan berarti masyarakat di kota tersebut harus berpuasa selama 22 jam. Dalam
sebagian penjelasan, masyarakat di sana cukup mengikuti waktu puasa di Mesir
atau Arab Saudi.

”Karena di kota tersebut mengalami siang yang
lebih panjang. Jadi ketika Arab Saudi sudah berbuka mereka bisa ikut,” ucap
Akhmad Mukarrom.

PENENTUAN awal waktu puasa
Ramadan sering terjadi perbedaan. Di negara dengan mayoritas muslim seperti
Indonesia, hal ini sangat lumrah. Lalu, bagaimana sebenarnya penentuan awal
waktu puasa? Mengapa ada perbedaan waktu tersebut?

Akhmad Mukarrom, dosen Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya menjelaskan, ilmu falak bisa menjawab
pertanyaan tersebut. Menurut dia, perbedaan penentuan awal waktu puasa
dipengaruhi metode yang digunakan. Yakni, rukyatul hilal dan hisab (perhitungan).

Rukyatul hilal, lanjut dia, merupakan
kegiatan mengamati bulan sabit pada saat matahari terbenam ketika memasuki awal
bulan menurut kalender hijriah. Menurut Mukarrom, rukyat dapat diamati di
ketinggian tertentu. ”Ketinggiannya rata-rata 2 derajat, jarak sudut matahari
ke bulan 3 derajat, dan 8 jam saat bumi dan bulan berada di posisi bujur yang
sama,” ujar Akhmad Mukarrom, pria kelahiran Pamekasan tersebut.

Baca Juga :  Uji Kepatutan Komjen Idham Azis Jadi Kapolri Pekan Depan

Berdasarkan sejarahnya, menurut dia, rukyatul
hilal merupakan metode yang digunakan rasul. ”Karena saat itu ilmu astronomi
belum ditemukan. Metode ini sangat dipengaruhi faktor alam, seperti polusi dan
badai pasir,” jelas Akhmad Mukarrom.

Sementara itu, hisab adalah perhitungan
astronomis untuk mengetahui posisi bulan sebagai dasar dalam menentukan awal
bulan pada kalender hijriah. Akhmad Mukarrom menjelaskan, metode hisab
sebenarnya sangat cocok untuk negara Indonesia. Sebab, posisi Indonesia dekat
dengan garis ekuator (khatulistiwa), sehingga menyulitkan melakukan metode
rukyat.

”Garis ekuator selain berpengaruh pada
penentuan awal waktu puasa, juga berpengaruh pada lamanya waktu puasa,” tutur
Akhmad Mukarrom.

Di negara yang jauh dari garis ekuator, waktu
puasanya akan lebih lama dari rata-rata waktu berpuasa. Indonesia normalnya
berpuasa 12–13 jam. Sedangkan, negara seperti Inggris atau Australia bisa
sampai 18 jam. Bahkan beberapa tahun lalu, umat Islam di Kota London berpuasa
sampai 22 jam.

Baca Juga :  Din Syamsuddin: Kenaikan Iuran BPJS Bentuk Kezaliman yang Nyata

Namun, Mukarram mengungkapkan, hal tersebut
bukan berarti masyarakat di kota tersebut harus berpuasa selama 22 jam. Dalam
sebagian penjelasan, masyarakat di sana cukup mengikuti waktu puasa di Mesir
atau Arab Saudi.

”Karena di kota tersebut mengalami siang yang
lebih panjang. Jadi ketika Arab Saudi sudah berbuka mereka bisa ikut,” ucap
Akhmad Mukarrom.

Terpopuler

Artikel Terbaru