30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Potensi Desa sebagai Kekuatan dan Daya Saing Desa

 

Pembangunan mulai dari
desa merupakan langkah yang tepat untuk memacu perkembangan suatu negara.
Kemajuan dimulai dari struktur wilayah terkecil, yaitu desa secara otomatis
mendorong  kemajuan wilayah di atasnya
selayaknya pendekatan bottom up, dari
bawah ke atas. Suntikan dana desa seyogyanya bertujuan untuk mencapai visi
tersebut dan sekaligus mewujudkan pemerataan yang semakin baik. Di Kalimantan
Tengah sendiri, menurut data Survei Penduduk antar sensus (SUPAS) 2015 jumlah
penduduk yang tinggal di perdesaan sekitar 62,96 persen, lebih banyak daripada  perkotaan. Jadi, mensejahterakan desa artinya
mensejahterakan lebih banyak penduduk. Adanya dana desa bisa menjadi stimulus
untuk bergeloranya kegiatan sosial dan ekonomi di desa dengan ketersedian kemampuan
finansial yang lebih mumpuni untuk melaksanakan berbagai program demi
kesejahteraan masyarakat.

Indeks
Kesulitan Geografis

Besaran dana desa
dialokasikan dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu jumlah penduduk, luas
wilayah, kemiskinan dan Indeks Kesulitan Geografis (IKG). Yang disebut
belakangan ini memang istilah yang masih cukup asing bagi orang awam, tetapi
merupakan salah satu indikator penting. Menurut BPS, IKG disusun berdasarkan
tiga komponen. Pertama, ketersediaan pelayanan dasar seperti fasilitas
pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) dan fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas,
poliklinik, praktik dokter, poskesdes) serta jarak ke fasilitas terdekat jika
tidak terdapat fasilitas tersebut di desa

Kedua, kondisi
infrastruktur seperti keberadaan fasilitas ekonomi (pertokoan, pasar,
minimarket, hotel, bank), bahan bakar untuk memasak, keluarga pengguna listrik
dan penerangan jalan. Ketiga, akses transportasi seperti jenis dan kualitas
jalan, aksesibilitas jalan, keberadaaan dan operasional angkutan umum, serta
transportasi dari kantor desa ke kantor camat dan kantor bupati. Konsep IKG
pada dasarnya adalah dengan melihat keterpaduan ketiga komponen tersebut
dikaitkan dengan ibu kota kabupaten desa setempat. Semakin nilai IKG mendekati
100 maka bisa dikatakan semakin tinggi tingkat kesulitan geografis suatu desa.
Angka indeks ini bisa menunjukkan daya saing suatu desa dibandingkan dengan
desa sekitarnya atau desa-desa lain.

Baca Juga :  Pemerintah Harus Beri Solusi Anjloknya Harga Karet dan Rotan

Bank Indonesia dan Universitas
Padjajaran dalam penelitiannya menetapkan beberapa faktor pembentuk daya saing
daerah, yaitu: perekonomian daerah; keterbukaan; sistem keuangan; infrastruktur
dan SDA; ilmu pengetahuan dan teknologi; SDM; institusi, tata pemerintahan dan
kebijakan pemerintah; serta manajemen ekonomi mikro. Faktor-faktor ini sudah
banyak dicakup dalam IKG tersebut.

Perkembangan
Potensi Desa 2014 ke 2018

Sejauh apa dana desa
berdampak positif pada desa, bisa terlihat melalui data Potensi Desa (Podes).
Data Podes bisa berbicara banyak hal, antara lain tentang kondisi umum dan
kemampuan suatu desa. Aspek-aspek yang dicakup mulai dari perumahan dan
lingkungan, sarana olahraga dan hiburan, angkutan dan komunikasi, ekonomi,
pemerintahan, bencana dan mitigasi bencana alam hingga keamanan. IKG dan
berbagai parameter kemampuan dan daya saing desa dapat dihasilkan berdasarkan
informasi dari data potensi desa.

Data Podes 2018
menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan dari kondisi 2014. Jumlah
desa/kelurahan di Kalimantan Tengah yang sudah memiliki fasilitas pendidikan
terus bertambah. Jumlah desa/kelurahan yang memiliki sekolah setingkat TK
bertambah dari 1.139 pada tahun 2014 menjadi 1.270 pada tahun 2018 (BPS, 2018).
Demikian juga dengan sekolah setingkat SMP sampai tingkat SMK, terus bertambah.
Selanjutkan jumlah desa/kelurahan di Kalimantan Tengah yang memiliki puskesmas
bertambah dari 200 menjadi 221 pada tahun 2018. Peningkatan juga ditunjukkan
dengan bertambahnya desa/kelurahan dengan keberadaan fasilitas kesehatan
lainnya seperti rumah sakit, poliklinik, dan pustu. Jumlah desa/kelurahan yang
tidak memiliki bank berkurang seiring dengan meningkatnya jumlah bank umum
pemerintah, bank umum swasta dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Tingkat
elektrifikasi desa juga semakin baik dengan bertambahnya desa dengan keluarga
pengguna listrik baik PLN maupun Non PLN. Ditambah lagi dengan jumlah Base Transceiver Station (BTS) yang
semakin banyak dan sinyal telepon seluler yang meluas sehingga memperlancar
komunikasi masyarakat, dan masih banyak lagi informasi yang bisa dibunyikan
dari data potensi desa.

Baca Juga :  Heboh Melahirkan di Kamar Mandi ! Alhamdulillah, Bayi Ini Akhirnya Se

Pemutakhiran
data Podes 2019

          Tahun 2019 ini BPS kembali akan mengadakan kegiatan
pemutakhiran data perkembangan desa. Menarik untuk melihat hasil potret potensi
desa tahun 2019 ini, sehingga layak untuk ditunggu hasilnya. Bagaimana kondisi
terkini kekuatan dan daya saing desa di Kalimantan Tengah dapat tercermin dari
data potensi desa. Namun demikian, data yang baik dan akurat tidak serta merta
bisa terwujud tanpa peran serta semua pihak. BPS sebagai penyelenggara kegiatan
dapat bekerja optimal dengan dukungan berbagai stakeholder di daerah, mulai
dari kepala daerah sampai kepala desa yang menjadi responden utama kegiatan
Podes ini.

 

*Penulis merupakan ASN di BPS Kabupaten Barito Utara

 

 

Pembangunan mulai dari
desa merupakan langkah yang tepat untuk memacu perkembangan suatu negara.
Kemajuan dimulai dari struktur wilayah terkecil, yaitu desa secara otomatis
mendorong  kemajuan wilayah di atasnya
selayaknya pendekatan bottom up, dari
bawah ke atas. Suntikan dana desa seyogyanya bertujuan untuk mencapai visi
tersebut dan sekaligus mewujudkan pemerataan yang semakin baik. Di Kalimantan
Tengah sendiri, menurut data Survei Penduduk antar sensus (SUPAS) 2015 jumlah
penduduk yang tinggal di perdesaan sekitar 62,96 persen, lebih banyak daripada  perkotaan. Jadi, mensejahterakan desa artinya
mensejahterakan lebih banyak penduduk. Adanya dana desa bisa menjadi stimulus
untuk bergeloranya kegiatan sosial dan ekonomi di desa dengan ketersedian kemampuan
finansial yang lebih mumpuni untuk melaksanakan berbagai program demi
kesejahteraan masyarakat.

Indeks
Kesulitan Geografis

Besaran dana desa
dialokasikan dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu jumlah penduduk, luas
wilayah, kemiskinan dan Indeks Kesulitan Geografis (IKG). Yang disebut
belakangan ini memang istilah yang masih cukup asing bagi orang awam, tetapi
merupakan salah satu indikator penting. Menurut BPS, IKG disusun berdasarkan
tiga komponen. Pertama, ketersediaan pelayanan dasar seperti fasilitas
pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) dan fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas,
poliklinik, praktik dokter, poskesdes) serta jarak ke fasilitas terdekat jika
tidak terdapat fasilitas tersebut di desa

Kedua, kondisi
infrastruktur seperti keberadaan fasilitas ekonomi (pertokoan, pasar,
minimarket, hotel, bank), bahan bakar untuk memasak, keluarga pengguna listrik
dan penerangan jalan. Ketiga, akses transportasi seperti jenis dan kualitas
jalan, aksesibilitas jalan, keberadaaan dan operasional angkutan umum, serta
transportasi dari kantor desa ke kantor camat dan kantor bupati. Konsep IKG
pada dasarnya adalah dengan melihat keterpaduan ketiga komponen tersebut
dikaitkan dengan ibu kota kabupaten desa setempat. Semakin nilai IKG mendekati
100 maka bisa dikatakan semakin tinggi tingkat kesulitan geografis suatu desa.
Angka indeks ini bisa menunjukkan daya saing suatu desa dibandingkan dengan
desa sekitarnya atau desa-desa lain.

Baca Juga :  Pemerintah Harus Beri Solusi Anjloknya Harga Karet dan Rotan

Bank Indonesia dan Universitas
Padjajaran dalam penelitiannya menetapkan beberapa faktor pembentuk daya saing
daerah, yaitu: perekonomian daerah; keterbukaan; sistem keuangan; infrastruktur
dan SDA; ilmu pengetahuan dan teknologi; SDM; institusi, tata pemerintahan dan
kebijakan pemerintah; serta manajemen ekonomi mikro. Faktor-faktor ini sudah
banyak dicakup dalam IKG tersebut.

Perkembangan
Potensi Desa 2014 ke 2018

Sejauh apa dana desa
berdampak positif pada desa, bisa terlihat melalui data Potensi Desa (Podes).
Data Podes bisa berbicara banyak hal, antara lain tentang kondisi umum dan
kemampuan suatu desa. Aspek-aspek yang dicakup mulai dari perumahan dan
lingkungan, sarana olahraga dan hiburan, angkutan dan komunikasi, ekonomi,
pemerintahan, bencana dan mitigasi bencana alam hingga keamanan. IKG dan
berbagai parameter kemampuan dan daya saing desa dapat dihasilkan berdasarkan
informasi dari data potensi desa.

Data Podes 2018
menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan dari kondisi 2014. Jumlah
desa/kelurahan di Kalimantan Tengah yang sudah memiliki fasilitas pendidikan
terus bertambah. Jumlah desa/kelurahan yang memiliki sekolah setingkat TK
bertambah dari 1.139 pada tahun 2014 menjadi 1.270 pada tahun 2018 (BPS, 2018).
Demikian juga dengan sekolah setingkat SMP sampai tingkat SMK, terus bertambah.
Selanjutkan jumlah desa/kelurahan di Kalimantan Tengah yang memiliki puskesmas
bertambah dari 200 menjadi 221 pada tahun 2018. Peningkatan juga ditunjukkan
dengan bertambahnya desa/kelurahan dengan keberadaan fasilitas kesehatan
lainnya seperti rumah sakit, poliklinik, dan pustu. Jumlah desa/kelurahan yang
tidak memiliki bank berkurang seiring dengan meningkatnya jumlah bank umum
pemerintah, bank umum swasta dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Tingkat
elektrifikasi desa juga semakin baik dengan bertambahnya desa dengan keluarga
pengguna listrik baik PLN maupun Non PLN. Ditambah lagi dengan jumlah Base Transceiver Station (BTS) yang
semakin banyak dan sinyal telepon seluler yang meluas sehingga memperlancar
komunikasi masyarakat, dan masih banyak lagi informasi yang bisa dibunyikan
dari data potensi desa.

Baca Juga :  Heboh Melahirkan di Kamar Mandi ! Alhamdulillah, Bayi Ini Akhirnya Se

Pemutakhiran
data Podes 2019

          Tahun 2019 ini BPS kembali akan mengadakan kegiatan
pemutakhiran data perkembangan desa. Menarik untuk melihat hasil potret potensi
desa tahun 2019 ini, sehingga layak untuk ditunggu hasilnya. Bagaimana kondisi
terkini kekuatan dan daya saing desa di Kalimantan Tengah dapat tercermin dari
data potensi desa. Namun demikian, data yang baik dan akurat tidak serta merta
bisa terwujud tanpa peran serta semua pihak. BPS sebagai penyelenggara kegiatan
dapat bekerja optimal dengan dukungan berbagai stakeholder di daerah, mulai
dari kepala daerah sampai kepala desa yang menjadi responden utama kegiatan
Podes ini.

 

*Penulis merupakan ASN di BPS Kabupaten Barito Utara

 

Terpopuler

Artikel Terbaru