28.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

PSBB: Tantangan Kepemimpinan Kepala Daerah

SEJAK penyebaran wabah virus corona terkomfirmasi di seluruh
provinsi di Indonesia membuat semua daerah ini lebih terkonsentrasi untuk
menanganinya.

Setiap provinsi terdiri dari
pemerintah kabupaten/kota yang  jumlah
keseluruhannya mencapai 514 kabupaten/kota ini mayoritas memiliki cara relatif
yang sama atau tidak jauh berbeda dalam penanganan wabah virus corona.

Kalaupun berbeda dikarenakan ada
pemerintah kabupaten/kota yang memilih memberlakukan pembatasan sosial berskala
besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan virus corona.

Pelaksanaan PSBB sebagaimana yang
termuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020
Tentang Pedoman PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan Virus Corona menekankan
pada peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan,
kegiatan di tempat umum/fasilitas umum, kegiatan sosial dan budaya, moda
transportasi serta yang terkait aspek pertahanan dan keamanan.

Pemberlakuan PSBB tentunya
bermula dari adanya inisiatif masing-masing pemerintah daerah kabupaten/kota
yang diajukan kepada kementerian kesehatan melalui pemerintah provinsi sebagai
pemerintah tingkat atasnya.

Pemerintah Provinsi Kalimantan
Selatan yang terdiri dari 13 kabupaten/kota, diantaranya ada empat pemerintah
daerah yang memilih menerapkan pemberlakuan PSSB yang meliputi Banjarmasin,
Banjarbaru, Batola, dan Banjar. Sedangkan daerah tetangga Provinsi Kalimantan
Tengah yang menerapkan PSBB yakni Pemerintah Kota Palangkaraya.

Penerapan PSBB ini juga tentunya
menjadi ujian bagi masing-masing kepala daerah untuk mencapai efektifitas
penerapannya atau malahan sebaliknya terjadi lonjakan pasien positif virus corona
di wilayahnya.

Baca Juga :  Dewan Tindaklanjuti Aspirasi Masyarakat Mengenai Akta Tanah Sekolah

Tantangan Kepemimpinan Kepala Daerah

Pemerintah daerah kabupaten/kota
selaku sektor publik merupakan garda terdepan dalam melayani dan mengatur
wilayahnya maupun masyarakatnya. Mengingat pemerintah daerah kabupaten/kota
yang lebh dekat dengan warganya.

Kepala daerah sebagai
panglima/pemimpin pemerintah daerah memiliki peran strategis untuk mempengaruhi
jajaran bawahnnya, stakeholder serta masyarakatnya dalam rangka mendukung apa
yang ia inginkan  dan kebijakan yang
diterapkannya.

Kepemimpinan kepala daerah dapat
dilihat dari sis akseptabilitas dan kompatibilitas yang relevan dengan
penerapan kebijakan PSBB di wilayahnya.

Pertama, akseptabilitas berkaitan
dengan dukungan dari jajaran bawahannya dan stakeholder serta  masyarakat dalam mengimplementasikan dan
mengikuti penerapan peraturan PSBB. Petugas dan aparat yang diberikan amanah
untuk menjalankan tugasnya dalam rangka mengawal peraturan PSBB bukanlah ajang
“menakut-nakuti” masyarakat. Melainkan sepatutnya menjalankan tugas secara profesional
serta mengedepankan rasa kemanusiaan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Pengimplementasian PSBB tentunya
juga disosialisaikan terlebih dahulu yang tidak hanya sekedar melakukan konvoi
di jalan raya, akan tetapi juga melibatkan peran dari jajaran pemerintah di
bawah yang dalam hal ini pihak pemerintah kelurahan/pemerintah desa untuk
dikoordinasikan kepada tingkat rukun tetangga masing-masing karena mereka yang
lebih dekat dengan rakyat. Pentingnya sosialisasi yang dilaksanakan supaya
tidak ada kesalahpahaman dari masyarakat.

Baca Juga :  Paslon VS Kotak Kosong, Kita Harus Milih Siapa?

Pemerintah daerah melalui
keputusan kepala daerah juga tidak seyogyanya melakukan penutupan kegiatan
usaha masyarakat secara sepihak tanpa adanya kompromi terhadap pihak yang
bersangkutan. Karena bagaimanapun juga  dalam
peraturan PSBB hanya menekankan pada pembatasan kegiatan di tempat atau
fasilitas umum dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang
yang diterapkan.

Kedua, kompatibilitas berkaitan
kemampuan mengakomodasikan tuntutan dari jajaran bawahan maupun masyarakatnya.
Kepala daerah mengakomodir kebutuhan jajarannya untuk menunjang penerapan PSBB
di wilayahnya.

Pemerintah daerah juga
memfasilitasi keluhan-keluhan dari masyarakat khususnya yang terdampak akibat
penerapan PSBB untuk dicarikan solusinya.

Selain itu juga sebagaiamana yang
termaktub dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020
Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan
Virus Corona  yang mengatakan berkaitan
dengan pembatasan kegiatan, maka pemerintah daerah memperhatikan pemenuhan
kebutuhan dasar penduduknya.

Pentingnya perhatian pemenuhan
kebutuhan dasar rakyat yang khususnya terdampak akan mempengaruhi kepatuhannya
untuk mengikuti aturan PSBB yang di terapkan.

Sehingga kepemimpinan kepala daerah
dari sisi akseptabilitas dan kompatibilitas dapat menentukan efektifitas
pelaksanaan PSBB yang diberlakukan dalam rangka percepatan penanganan virus
corona di wilayahnya. ***

(Penulis adalah Alumni FISIP
Universitas Lambung Mangkurat; Mahasiswa Pascasarjana FISIP Universitas
Airlangga)

SEJAK penyebaran wabah virus corona terkomfirmasi di seluruh
provinsi di Indonesia membuat semua daerah ini lebih terkonsentrasi untuk
menanganinya.

Setiap provinsi terdiri dari
pemerintah kabupaten/kota yang  jumlah
keseluruhannya mencapai 514 kabupaten/kota ini mayoritas memiliki cara relatif
yang sama atau tidak jauh berbeda dalam penanganan wabah virus corona.

Kalaupun berbeda dikarenakan ada
pemerintah kabupaten/kota yang memilih memberlakukan pembatasan sosial berskala
besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan virus corona.

Pelaksanaan PSBB sebagaimana yang
termuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020
Tentang Pedoman PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan Virus Corona menekankan
pada peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan,
kegiatan di tempat umum/fasilitas umum, kegiatan sosial dan budaya, moda
transportasi serta yang terkait aspek pertahanan dan keamanan.

Pemberlakuan PSBB tentunya
bermula dari adanya inisiatif masing-masing pemerintah daerah kabupaten/kota
yang diajukan kepada kementerian kesehatan melalui pemerintah provinsi sebagai
pemerintah tingkat atasnya.

Pemerintah Provinsi Kalimantan
Selatan yang terdiri dari 13 kabupaten/kota, diantaranya ada empat pemerintah
daerah yang memilih menerapkan pemberlakuan PSSB yang meliputi Banjarmasin,
Banjarbaru, Batola, dan Banjar. Sedangkan daerah tetangga Provinsi Kalimantan
Tengah yang menerapkan PSBB yakni Pemerintah Kota Palangkaraya.

Penerapan PSBB ini juga tentunya
menjadi ujian bagi masing-masing kepala daerah untuk mencapai efektifitas
penerapannya atau malahan sebaliknya terjadi lonjakan pasien positif virus corona
di wilayahnya.

Baca Juga :  Dewan Tindaklanjuti Aspirasi Masyarakat Mengenai Akta Tanah Sekolah

Tantangan Kepemimpinan Kepala Daerah

Pemerintah daerah kabupaten/kota
selaku sektor publik merupakan garda terdepan dalam melayani dan mengatur
wilayahnya maupun masyarakatnya. Mengingat pemerintah daerah kabupaten/kota
yang lebh dekat dengan warganya.

Kepala daerah sebagai
panglima/pemimpin pemerintah daerah memiliki peran strategis untuk mempengaruhi
jajaran bawahnnya, stakeholder serta masyarakatnya dalam rangka mendukung apa
yang ia inginkan  dan kebijakan yang
diterapkannya.

Kepemimpinan kepala daerah dapat
dilihat dari sis akseptabilitas dan kompatibilitas yang relevan dengan
penerapan kebijakan PSBB di wilayahnya.

Pertama, akseptabilitas berkaitan
dengan dukungan dari jajaran bawahannya dan stakeholder serta  masyarakat dalam mengimplementasikan dan
mengikuti penerapan peraturan PSBB. Petugas dan aparat yang diberikan amanah
untuk menjalankan tugasnya dalam rangka mengawal peraturan PSBB bukanlah ajang
“menakut-nakuti” masyarakat. Melainkan sepatutnya menjalankan tugas secara profesional
serta mengedepankan rasa kemanusiaan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Pengimplementasian PSBB tentunya
juga disosialisaikan terlebih dahulu yang tidak hanya sekedar melakukan konvoi
di jalan raya, akan tetapi juga melibatkan peran dari jajaran pemerintah di
bawah yang dalam hal ini pihak pemerintah kelurahan/pemerintah desa untuk
dikoordinasikan kepada tingkat rukun tetangga masing-masing karena mereka yang
lebih dekat dengan rakyat. Pentingnya sosialisasi yang dilaksanakan supaya
tidak ada kesalahpahaman dari masyarakat.

Baca Juga :  Paslon VS Kotak Kosong, Kita Harus Milih Siapa?

Pemerintah daerah melalui
keputusan kepala daerah juga tidak seyogyanya melakukan penutupan kegiatan
usaha masyarakat secara sepihak tanpa adanya kompromi terhadap pihak yang
bersangkutan. Karena bagaimanapun juga  dalam
peraturan PSBB hanya menekankan pada pembatasan kegiatan di tempat atau
fasilitas umum dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang
yang diterapkan.

Kedua, kompatibilitas berkaitan
kemampuan mengakomodasikan tuntutan dari jajaran bawahan maupun masyarakatnya.
Kepala daerah mengakomodir kebutuhan jajarannya untuk menunjang penerapan PSBB
di wilayahnya.

Pemerintah daerah juga
memfasilitasi keluhan-keluhan dari masyarakat khususnya yang terdampak akibat
penerapan PSBB untuk dicarikan solusinya.

Selain itu juga sebagaiamana yang
termaktub dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020
Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan
Virus Corona  yang mengatakan berkaitan
dengan pembatasan kegiatan, maka pemerintah daerah memperhatikan pemenuhan
kebutuhan dasar penduduknya.

Pentingnya perhatian pemenuhan
kebutuhan dasar rakyat yang khususnya terdampak akan mempengaruhi kepatuhannya
untuk mengikuti aturan PSBB yang di terapkan.

Sehingga kepemimpinan kepala daerah
dari sisi akseptabilitas dan kompatibilitas dapat menentukan efektifitas
pelaksanaan PSBB yang diberlakukan dalam rangka percepatan penanganan virus
corona di wilayahnya. ***

(Penulis adalah Alumni FISIP
Universitas Lambung Mangkurat; Mahasiswa Pascasarjana FISIP Universitas
Airlangga)

Terpopuler

Artikel Terbaru