28.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Penanganan Dampak Covid-19, Kewenangan dan Tanggung Jawab Siapa?

GUNA mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana amanat alinea ke-empat
Pembukaan UUD 1945, secara terencana, terprogram dan tersistem, telah
ditetapkan berbagai upaya dan kegiatan yang dilaksanakan oleh berbagai
tingkatan Pemerintahan, yang terdistribusi dalam 3 kelompok urusan
pemerintahan, yakni urusan pemerintahan absolut, konkuren dan urusan
pemerintahan umum. Selanjutnya agar pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut  terlaksana dengan efisien dan efektif telah
diatur pendanaan penyelenggaraannya 
dengan melihat kewenangan dan tanggung jawab.

Kewenangan urusan pemerintahan
yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dibiayai dari APBN, sedangkan yang
menjadi kewenangan dan tanggung jawab Pemerintahan Daerah dibiayai dari APBD.
Tulisan ini menguraikan pengaturan 
penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan   dan melihat
realitas/praktik penyelenggaraan urusan pemerintahan dengan studi kasus
penanganan dampak pandemi/wabah  Covid-19
oleh penyelenggara pemerintahan.

Dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), pada Pasal 9 telah diatur pembagian
kewenangan urusan pemerintahan yang terdiri atas urusan pemerintahan absolut,
urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Urusan
pemerintahahan absolut sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yakni:
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, agama, yustisi, moneter dan fiskal.
Selanjutnya urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi
antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
(K/K). Sedangkan urusan pemerintahan umum merupakan kewenangan Presiden sebagai
Kepala Pemerintahan.

Seperti diuraikan di atas, urusan
pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah K/K yang terbagi atas urusan
pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan
konkuren yang diserahkan kepada daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi
daerah. Urusan wajib adalah segala bentuk urusan pemerintahan yang terkait
dengan pelayanan dasar dan tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Untuk
menjamin hak-hak konstitusional dasar masyarakat terkait urusan pemerintahan
wajib yang terkait dengan pelayanan dasar ditentukan standar pelayanan minimal
(SPM).

Urusan pemerintahan wajib yang
berkaitan dengan pelayanan dasar, terdiri dari enam  urusan yakni: pendidikan, kesehatan,pekerjaan
umum dan tata ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukimam, ketentraman,
ketertiban umum dan perlindungan masyarakat dan urusan sosial. Sedangkan yang
tidak terkait dengan pelayanan dasar terdiri atas  delapan belasan urusan sebagaimana disajikan secara
lengkap pada UU Pemda.

Pembagian urusan pemerintahan
konkuren antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pemerintah K/K didasarkan atas
prinsip akuntabilitas (didasarkan atas kedekatannya dengan luas, besaran dan
jangkauan dampak yang ditimbulkan), efisiensi (tingkat daya guna yang paling
tinggi yang dapat diperoleh), eksternalitas (didasarkan atas luas, besaran dan
jangkauan dampak yang ditimbulkan) dan kepentingan strategis nasional
(berdasarkan  pertimbangan guna menjaga
keutuhan  dan kesatuan bangsa, kedaulatan
negara, hubungan luar negeri, pencapaian program strategis nasional, dsbnya).

Baca Juga :  Legislator Ini Ajak Perempuan Tak Takut Berpolitik

Berdasarkan empat prinsip
tersebut di atas, maka kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat adalah urusan pemerintahan yang a).lokasinya lintas daerah
provinsi atau lintas negara, b).penggunanya lintas provinsi atau lintas negara,
c).manfaat atau dampak negatifnya lintas provinsi atau lintas negara,
d).penggunaan sumber daya lebih efisien dilakukan pusat dan e).perananannya
strategis bagi kepentingan nasional.

Selanjutnya berkaitan dengan
hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah, telah diatur sedemikian rupa dimana
dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU Perkeu)
mendefinisikan bahwa perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah sebagai suatu sistem pembagian keuangan yang adil,
proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan
kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan.

Dalam penjelasan umum UU Perkeu
tersebut, diamanatkan bahwa pendanaan urusan pemerintahan agar terlaksana
secara efisien dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak
tersedianya pendanaan pada suatu bidang urusan pemerintahan, maka diatur
pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan
kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dibiayai
dari APBN, baik kewenangan pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau
ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dan/atau desa atau sebutan lainnya dalam
rangka Tugas Pembantuan.

Bagaimana dengan pendanaan
penanganan dampak Covid-19?

Berdasarkan uraian pakar
epidemiologi UI, Pandu Riono, pada diskusi daring pada tanggal 4 Mei 2020, pandemi
atau wabah Coronavirus Disease atau
Covid-19 yang berasal dari kota Wuhan di China ini telah masuk Indonesia pada
Januari 2020 melalui pintu-pintu gerbang bandara di berbagai wilayah di
Indonesia. Saat ini berdasarkan www.covid-19.go.id yang diunduh pada tanggal 25
Mei 2020 pukul 16.00 WIB, wabah Covid-19 di Indonesia telah memapar seluruh
wilayah NKRI yakni 34 provinsi, 404 kabupaten/kota, dengan jumlah positif
22.750 kasus, sembuh 5.642 kasus dan meninggal dunia 1.391 jiwa.

Sedangkan secara global, wabah
ini telah menjangkiti  216 negara dan
wilayah/teritori, terkonfirmasi positif sebanyak 5.267.419 jiwa dan meninggal
341.155 jiwa.

Berbagai dampak negatif, pandemi
Covid-19 ini telah melanda  hampir
seluruh sektor dan bidang kehidupan masyarakat baik nasional maupun global.
Berdasarkan uraian kriteria penetapan kewenangan urusan pemerintahan tersebut
di atas, pengelolaan dampak Covid-19 
dimana: a).lokasinya lintas daerah provinsi atau lintas negara,
b).penggunanya lintas provinsi atau lintas negara, c).manfaat atau dampak
negatifnya lintas provinsi atau lintas negara, d).penggunaan sumber daya lebih
efisien dilakukan pusat dan e).peranannya strategis bagi kepentingan nasional,
maka dapat disimpulkan bahwa penanganan dampak Covid-19 ini merupakan urusan
pemerintahan yang menjadi  kewenangan dan
tanggung jawab Pemerintah Pusat.

Baca Juga :  Tim Satgas TMMD Tak Lengah Dengan Tugas

Namun dalam realitanya,
penanganan dampak wabah Covid-19 ini menurut hemat Penulis tidak sebagaimana
diutarakan di atas, seperti dijelaskan berikut ini.

Guna menyikapi semakin meluasnya
penyebaran covid-19, Presiden RI telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta
Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19, tanggal
20 Maret 2020 yang salah diktumya memerintahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk
mengambil langkah-langkah dalam rangka percepatan penggunaan APBD dan/atau
perubahan Peraturan Kepala Daerah Tentang Penjabaran APBD untuk Percepatan
Penanganan Covid-19 kepada Gubernur/Bupati/Walikota.

Selanjutnya Mendagri mengeluarkan
Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 Tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di
Lingkungan Pemerintah Daerah, dimana dalam Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa
Pemerintah Daerah perlu memprioritaskan penggunaan APBD untuk mengantisipasi
dan penanganan dampak penularan Covid-19. Kemudian pada Pasal 3 ayat (1)
disebutkan bahwa guna mengantisipasi dan menangani dampak penularan covid-19,
Kepala Daerah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah
berdasarkan pertimbangan dan rekomendasi Ketua Pelaksanan Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19.  Seterusnya pada
Pasal 3 ayat (3) diamanatkan bahwa pendanaan yang diperlukan untuk keperluan
Gugus Tugas  Percepatan Penanganan
Covid-19 dibebankan pada APBD.

Seterusnya melalui Inmendagri
Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan
Covid-19 di Lingkungan Pemerintah Daerah, Menteri Dalam Negeri  memerintahkan para Gubernur dan
Bupati/Walikota se-Indonesia utnuk 
melakukan percepatan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan
tertentu (refocusing) dan/atau perubahan alokasi anggaran  yang digunakan secara memadai untuk
penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi dan jaring pengaman sosial yang
disertai sanksi dimana apabila Pemda belum melaksanakan refocusing dalam waktu
paling lambat 7 hari sejak diterbitkannya Inmendagri tersebut akan dilakukan
rasionalisasi terhadap dana transfer.

Dari uraian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa dalam rangka penanganan dampak Covid-19  Pemda telah diperintahkan untuk melakukan
baik antisipasi maupun penanganan dampaknya menggunakan  dana APBD melalui kegiatan refocusing APBD
masing-masing Pemerintah Daerah.

Tentu hal hal ini kurang sesuai
dengan semangat pembagian kewenangan dan tanggung jawab urusan pemerintahan
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang  Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Mengingat pandemi Covid-19
sesuai ketentuan merupakan urusan pemerintahan konkuren yang menurut sifat dan
karakteristiknya menjadi kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah Pusat, maka
seyogianya seluruh pendanaannya dibebankan kepada Pemerintah Pusat melalui
APBN. Demikian, kiranya tulisan singkat dan sederhana ini  bermanfaat.

(Penulis adalah Alumni Lemhannas
RI KRA 35 dan Widyaiswara Ahli Utama BPDSM Provinsi Kalimantan Tengah)

GUNA mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana amanat alinea ke-empat
Pembukaan UUD 1945, secara terencana, terprogram dan tersistem, telah
ditetapkan berbagai upaya dan kegiatan yang dilaksanakan oleh berbagai
tingkatan Pemerintahan, yang terdistribusi dalam 3 kelompok urusan
pemerintahan, yakni urusan pemerintahan absolut, konkuren dan urusan
pemerintahan umum. Selanjutnya agar pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut  terlaksana dengan efisien dan efektif telah
diatur pendanaan penyelenggaraannya 
dengan melihat kewenangan dan tanggung jawab.

Kewenangan urusan pemerintahan
yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dibiayai dari APBN, sedangkan yang
menjadi kewenangan dan tanggung jawab Pemerintahan Daerah dibiayai dari APBD.
Tulisan ini menguraikan pengaturan 
penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan   dan melihat
realitas/praktik penyelenggaraan urusan pemerintahan dengan studi kasus
penanganan dampak pandemi/wabah  Covid-19
oleh penyelenggara pemerintahan.

Dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), pada Pasal 9 telah diatur pembagian
kewenangan urusan pemerintahan yang terdiri atas urusan pemerintahan absolut,
urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Urusan
pemerintahahan absolut sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yakni:
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, agama, yustisi, moneter dan fiskal.
Selanjutnya urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi
antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
(K/K). Sedangkan urusan pemerintahan umum merupakan kewenangan Presiden sebagai
Kepala Pemerintahan.

Seperti diuraikan di atas, urusan
pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah K/K yang terbagi atas urusan
pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan
konkuren yang diserahkan kepada daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi
daerah. Urusan wajib adalah segala bentuk urusan pemerintahan yang terkait
dengan pelayanan dasar dan tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Untuk
menjamin hak-hak konstitusional dasar masyarakat terkait urusan pemerintahan
wajib yang terkait dengan pelayanan dasar ditentukan standar pelayanan minimal
(SPM).

Urusan pemerintahan wajib yang
berkaitan dengan pelayanan dasar, terdiri dari enam  urusan yakni: pendidikan, kesehatan,pekerjaan
umum dan tata ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukimam, ketentraman,
ketertiban umum dan perlindungan masyarakat dan urusan sosial. Sedangkan yang
tidak terkait dengan pelayanan dasar terdiri atas  delapan belasan urusan sebagaimana disajikan secara
lengkap pada UU Pemda.

Pembagian urusan pemerintahan
konkuren antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pemerintah K/K didasarkan atas
prinsip akuntabilitas (didasarkan atas kedekatannya dengan luas, besaran dan
jangkauan dampak yang ditimbulkan), efisiensi (tingkat daya guna yang paling
tinggi yang dapat diperoleh), eksternalitas (didasarkan atas luas, besaran dan
jangkauan dampak yang ditimbulkan) dan kepentingan strategis nasional
(berdasarkan  pertimbangan guna menjaga
keutuhan  dan kesatuan bangsa, kedaulatan
negara, hubungan luar negeri, pencapaian program strategis nasional, dsbnya).

Baca Juga :  Legislator Ini Ajak Perempuan Tak Takut Berpolitik

Berdasarkan empat prinsip
tersebut di atas, maka kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat adalah urusan pemerintahan yang a).lokasinya lintas daerah
provinsi atau lintas negara, b).penggunanya lintas provinsi atau lintas negara,
c).manfaat atau dampak negatifnya lintas provinsi atau lintas negara,
d).penggunaan sumber daya lebih efisien dilakukan pusat dan e).perananannya
strategis bagi kepentingan nasional.

Selanjutnya berkaitan dengan
hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah, telah diatur sedemikian rupa dimana
dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU Perkeu)
mendefinisikan bahwa perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah sebagai suatu sistem pembagian keuangan yang adil,
proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan
kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan.

Dalam penjelasan umum UU Perkeu
tersebut, diamanatkan bahwa pendanaan urusan pemerintahan agar terlaksana
secara efisien dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak
tersedianya pendanaan pada suatu bidang urusan pemerintahan, maka diatur
pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan
kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dibiayai
dari APBN, baik kewenangan pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau
ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dan/atau desa atau sebutan lainnya dalam
rangka Tugas Pembantuan.

Bagaimana dengan pendanaan
penanganan dampak Covid-19?

Berdasarkan uraian pakar
epidemiologi UI, Pandu Riono, pada diskusi daring pada tanggal 4 Mei 2020, pandemi
atau wabah Coronavirus Disease atau
Covid-19 yang berasal dari kota Wuhan di China ini telah masuk Indonesia pada
Januari 2020 melalui pintu-pintu gerbang bandara di berbagai wilayah di
Indonesia. Saat ini berdasarkan www.covid-19.go.id yang diunduh pada tanggal 25
Mei 2020 pukul 16.00 WIB, wabah Covid-19 di Indonesia telah memapar seluruh
wilayah NKRI yakni 34 provinsi, 404 kabupaten/kota, dengan jumlah positif
22.750 kasus, sembuh 5.642 kasus dan meninggal dunia 1.391 jiwa.

Sedangkan secara global, wabah
ini telah menjangkiti  216 negara dan
wilayah/teritori, terkonfirmasi positif sebanyak 5.267.419 jiwa dan meninggal
341.155 jiwa.

Berbagai dampak negatif, pandemi
Covid-19 ini telah melanda  hampir
seluruh sektor dan bidang kehidupan masyarakat baik nasional maupun global.
Berdasarkan uraian kriteria penetapan kewenangan urusan pemerintahan tersebut
di atas, pengelolaan dampak Covid-19 
dimana: a).lokasinya lintas daerah provinsi atau lintas negara,
b).penggunanya lintas provinsi atau lintas negara, c).manfaat atau dampak
negatifnya lintas provinsi atau lintas negara, d).penggunaan sumber daya lebih
efisien dilakukan pusat dan e).peranannya strategis bagi kepentingan nasional,
maka dapat disimpulkan bahwa penanganan dampak Covid-19 ini merupakan urusan
pemerintahan yang menjadi  kewenangan dan
tanggung jawab Pemerintah Pusat.

Baca Juga :  Tim Satgas TMMD Tak Lengah Dengan Tugas

Namun dalam realitanya,
penanganan dampak wabah Covid-19 ini menurut hemat Penulis tidak sebagaimana
diutarakan di atas, seperti dijelaskan berikut ini.

Guna menyikapi semakin meluasnya
penyebaran covid-19, Presiden RI telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta
Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19, tanggal
20 Maret 2020 yang salah diktumya memerintahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk
mengambil langkah-langkah dalam rangka percepatan penggunaan APBD dan/atau
perubahan Peraturan Kepala Daerah Tentang Penjabaran APBD untuk Percepatan
Penanganan Covid-19 kepada Gubernur/Bupati/Walikota.

Selanjutnya Mendagri mengeluarkan
Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 Tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di
Lingkungan Pemerintah Daerah, dimana dalam Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa
Pemerintah Daerah perlu memprioritaskan penggunaan APBD untuk mengantisipasi
dan penanganan dampak penularan Covid-19. Kemudian pada Pasal 3 ayat (1)
disebutkan bahwa guna mengantisipasi dan menangani dampak penularan covid-19,
Kepala Daerah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah
berdasarkan pertimbangan dan rekomendasi Ketua Pelaksanan Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19.  Seterusnya pada
Pasal 3 ayat (3) diamanatkan bahwa pendanaan yang diperlukan untuk keperluan
Gugus Tugas  Percepatan Penanganan
Covid-19 dibebankan pada APBD.

Seterusnya melalui Inmendagri
Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan
Covid-19 di Lingkungan Pemerintah Daerah, Menteri Dalam Negeri  memerintahkan para Gubernur dan
Bupati/Walikota se-Indonesia utnuk 
melakukan percepatan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan
tertentu (refocusing) dan/atau perubahan alokasi anggaran  yang digunakan secara memadai untuk
penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi dan jaring pengaman sosial yang
disertai sanksi dimana apabila Pemda belum melaksanakan refocusing dalam waktu
paling lambat 7 hari sejak diterbitkannya Inmendagri tersebut akan dilakukan
rasionalisasi terhadap dana transfer.

Dari uraian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa dalam rangka penanganan dampak Covid-19  Pemda telah diperintahkan untuk melakukan
baik antisipasi maupun penanganan dampaknya menggunakan  dana APBD melalui kegiatan refocusing APBD
masing-masing Pemerintah Daerah.

Tentu hal hal ini kurang sesuai
dengan semangat pembagian kewenangan dan tanggung jawab urusan pemerintahan
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang  Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Mengingat pandemi Covid-19
sesuai ketentuan merupakan urusan pemerintahan konkuren yang menurut sifat dan
karakteristiknya menjadi kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah Pusat, maka
seyogianya seluruh pendanaannya dibebankan kepada Pemerintah Pusat melalui
APBN. Demikian, kiranya tulisan singkat dan sederhana ini  bermanfaat.

(Penulis adalah Alumni Lemhannas
RI KRA 35 dan Widyaiswara Ahli Utama BPDSM Provinsi Kalimantan Tengah)

Terpopuler

Artikel Terbaru