30.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

KPU Minta Aturan Pilkada 2020 Lebih Rinci

JAKARTA – Wacana pemangkasan masa kampanye Pilkada Serentak 2020
ramai diperbincangkan. Ada yang setuju, ada pula yang menolak. Komisi Pemilihan
Umum (KPU) menilai pemangkasan waktu penuh risiko. Sedangkan pengamat
menganggap pemangkasan justru menguntungkan semua pihak.

Direktur Eksekutif Indonesia
Political Review Ujang Komarudin mengatakan, apabila wacana pemangkasan
diamini, hal ini justru lebih baik ketimbang masa kampanye yang panjang.
Menurutnya, dengan ada pemangkasan, biaya kampanye yang dikeluarkan peserta
pemilu l;e lebih efisien.

Pengeluaran terbesar bagi peserta
pemilu adalah logistik. Jika masa kampanye lebih lama, biaya yang dikeluarkan
untuk tentu akan membengkak. Selain peserta pemilu, penyelenggara pemilu baik
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) juga
diuntungkan.

“KPU memiliki waktu kerja yang
lebih singkat. Sedangkan Bawaslu juga mengawasi tidak terlalu lama. Saya rasa
ini justru lebih baik. Selain biaya, kerja mereka juga lebih singkat. Jika
diarahkan dengan jumlah suara, saya rasa itu jauh dari konteks,” kata Ujang
kepada Fajar Indonesia Network (FIN) (Group kaltengpos.co) di Jakarta, Kamis (11/7).

Dia menerangkan, jika di satu
daerah ada dua kandidat. Petahana dan pendatang baru, seharusnya tidak ada yang
mempersoalkan masa kampanye. Untuk petahana misalnya. Kinerja selama lima tahun
sudah menjadi modal utama jika ingin maju dalam kontestasi lima tahunan
tersebut. “Sedangkan untuk pendatang baru, saya yakin tidak muncul tiba-tiba.
Karena mereka pasti sudah menyiapkan diri sejak lama. Bahkan dua tahun
sebelumnya sudah harus dipersiapkan. Saya rasa waktu kampanye yang dipersingkat
tidak masalah,” bebernya.

Baca Juga :  Wuhan Gembira

Terpisah, Ketua KPU Arief Budiman
menilai usul legislatif untuk memangkas masa kampanye dinilai penuh risiko.
Usulan tersebut muncul dari Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN)
Yandri Susanto. Ia mengusulkan masa kampanye dipangkas dari 81 hari menjadi 60
hari.

“Jarak antara penetapan calon
dengan hari pemungutan suara sudah sangat mepet. Kalau misalnya ada sengketa
dan itu selesainya mendekati hari pemungutan suara, jelas berisiko juga bagi
KPU,” kata Arief di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (11/7).

Arief mengatakan, masa kampanye
yang direncanakan pada 16 Juni-19 September 2020 sudah mempertimbangkan
berbagai skenario. Mulai dari terkait sengketa pencalonan, distribusi logistik,
dan sosialiasi. Selain itu, masa kampanye Pilkada serentak 2020 sudah dibuat
sependek mungkin dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ia mengingatkan Pemilu 2019
punya masa kampanye 203 hari, Pilkada 2018 selama 98 hari dan Pilkada 2017 107
hari.

Baca Juga :  Lakukan Penghijauan Di Lokasi Embung

Meski begitu, Arief tak menutup
kemungkinan jika memang masa kampanye harus dipersingkat. Akan tetapi, dia
meminta harus ada aturan yang lebih rinci. Sebab aturan saat ini hanya menyebut
masa kampanye dimulai tiga hari setelah penetapan calon hingga tiga hari
sebelum pencoblosan.

“Langsung disebut eksplisit.
Kampanye dilakukan selama 21 hari, berakhir sebelum dimulainya masa tenang,
jelas. KPU tinggal menyusun jadwal 21 hari,” ucapnya.

Sebelumnya, Sekretaris Fraksi PAN
DPR RI, Yandri Susanto mengusulkan KPU memperpendek masa kampanye Pilkada 2020.
Ia bahkan meminta waktu pencoblosan dimajukan ke awal September 2020.

Yandri beralasan masa kampanye
yang panjang menyedot dana kampanye yang besar. Selain itu, akan berdampak pada
suasana di masyarakat. “Kenapa masa kampanye harus sampai tiga bulan? Saya usul
60 hari. Sekali lagi ini untuk menghindari hal yang saya sebutkan. Yakni pemborosan
biaya, ketegangan sosial, termasuk biaya yang ditanggung oleh peserta Pilkada,”
ujar Yandri. (khf/fin/rh/kpc)

JAKARTA – Wacana pemangkasan masa kampanye Pilkada Serentak 2020
ramai diperbincangkan. Ada yang setuju, ada pula yang menolak. Komisi Pemilihan
Umum (KPU) menilai pemangkasan waktu penuh risiko. Sedangkan pengamat
menganggap pemangkasan justru menguntungkan semua pihak.

Direktur Eksekutif Indonesia
Political Review Ujang Komarudin mengatakan, apabila wacana pemangkasan
diamini, hal ini justru lebih baik ketimbang masa kampanye yang panjang.
Menurutnya, dengan ada pemangkasan, biaya kampanye yang dikeluarkan peserta
pemilu l;e lebih efisien.

Pengeluaran terbesar bagi peserta
pemilu adalah logistik. Jika masa kampanye lebih lama, biaya yang dikeluarkan
untuk tentu akan membengkak. Selain peserta pemilu, penyelenggara pemilu baik
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) juga
diuntungkan.

“KPU memiliki waktu kerja yang
lebih singkat. Sedangkan Bawaslu juga mengawasi tidak terlalu lama. Saya rasa
ini justru lebih baik. Selain biaya, kerja mereka juga lebih singkat. Jika
diarahkan dengan jumlah suara, saya rasa itu jauh dari konteks,” kata Ujang
kepada Fajar Indonesia Network (FIN) (Group kaltengpos.co) di Jakarta, Kamis (11/7).

Dia menerangkan, jika di satu
daerah ada dua kandidat. Petahana dan pendatang baru, seharusnya tidak ada yang
mempersoalkan masa kampanye. Untuk petahana misalnya. Kinerja selama lima tahun
sudah menjadi modal utama jika ingin maju dalam kontestasi lima tahunan
tersebut. “Sedangkan untuk pendatang baru, saya yakin tidak muncul tiba-tiba.
Karena mereka pasti sudah menyiapkan diri sejak lama. Bahkan dua tahun
sebelumnya sudah harus dipersiapkan. Saya rasa waktu kampanye yang dipersingkat
tidak masalah,” bebernya.

Baca Juga :  Wuhan Gembira

Terpisah, Ketua KPU Arief Budiman
menilai usul legislatif untuk memangkas masa kampanye dinilai penuh risiko.
Usulan tersebut muncul dari Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN)
Yandri Susanto. Ia mengusulkan masa kampanye dipangkas dari 81 hari menjadi 60
hari.

“Jarak antara penetapan calon
dengan hari pemungutan suara sudah sangat mepet. Kalau misalnya ada sengketa
dan itu selesainya mendekati hari pemungutan suara, jelas berisiko juga bagi
KPU,” kata Arief di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (11/7).

Arief mengatakan, masa kampanye
yang direncanakan pada 16 Juni-19 September 2020 sudah mempertimbangkan
berbagai skenario. Mulai dari terkait sengketa pencalonan, distribusi logistik,
dan sosialiasi. Selain itu, masa kampanye Pilkada serentak 2020 sudah dibuat
sependek mungkin dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ia mengingatkan Pemilu 2019
punya masa kampanye 203 hari, Pilkada 2018 selama 98 hari dan Pilkada 2017 107
hari.

Baca Juga :  Lakukan Penghijauan Di Lokasi Embung

Meski begitu, Arief tak menutup
kemungkinan jika memang masa kampanye harus dipersingkat. Akan tetapi, dia
meminta harus ada aturan yang lebih rinci. Sebab aturan saat ini hanya menyebut
masa kampanye dimulai tiga hari setelah penetapan calon hingga tiga hari
sebelum pencoblosan.

“Langsung disebut eksplisit.
Kampanye dilakukan selama 21 hari, berakhir sebelum dimulainya masa tenang,
jelas. KPU tinggal menyusun jadwal 21 hari,” ucapnya.

Sebelumnya, Sekretaris Fraksi PAN
DPR RI, Yandri Susanto mengusulkan KPU memperpendek masa kampanye Pilkada 2020.
Ia bahkan meminta waktu pencoblosan dimajukan ke awal September 2020.

Yandri beralasan masa kampanye
yang panjang menyedot dana kampanye yang besar. Selain itu, akan berdampak pada
suasana di masyarakat. “Kenapa masa kampanye harus sampai tiga bulan? Saya usul
60 hari. Sekali lagi ini untuk menghindari hal yang saya sebutkan. Yakni pemborosan
biaya, ketegangan sosial, termasuk biaya yang ditanggung oleh peserta Pilkada,”
ujar Yandri. (khf/fin/rh/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru