33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Sisi Lain Pandemi Covid-19, Momentum Berbenah Layanan Kesehatan

DUNIA saat ini disibukkan dengan kehadiran virus korona SARS-CoV-2
yang mengakibatkan pandemi global yang lebih dikenal dengan nama Covid-19
(coronavirus disease 2019). Virus ini tidak hanya memengaruhi dunia kesehatan,
tetapi juga aspek lain seperti ekonomi, pendidikan, pariwisata, dan politik.

Data dari Kementerian Kesehatan
menyebutkan, hingga September 2020, jumlah kasus yang terkonfirmasi telah
melebihi angka 200.000. Tentu saja harus menjadi perhatian serius bagi
pemerintah dan seluruh masyarakat.

Pada awal September, masyarakat
dikejutkan dengan berita tentang larangan kunjungan warga negara Indonesia
(WNI) ke 59 negara. Antara lain negara-negara tetangga seperti Singapura dan
Malaysia serta negara-negara lain di Benua Asia, Amerika, Eropa, dan Afrika.
Keputusan negara-negara tersebut didasari pertimbangan kasus Covd-19 yang masih
tinggi di Indonesia.

Dampak dari larangan ini
diprediksi cukup merugikan, terutama di bidang ekonomi. Akibat langsung dari
larangan ini pasti dirasakan WNI yang akan berkunjung ke negara-negara
tersebut, baik untuk perjalanan bisnis maupun sebagai pekerja.

Dari kacamata kesehatan, dampak
lain dari larangan ini adalah makin terbatasnya pilihan masyarakat untuk
mencari layanan kesehatan ke luar negeri. Mengutip data yang dihimpun dari
Patients Beyond Borders, BBC Indonesia, dan The ASEAN Post, terdapat
peningkatan jumlah pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri hampir 100
persen dalam satu dekade terakhir (350.000 pada 2006 menjadi 600.000 pasien
pada 2015).

Negara-negara tujuan utama adalah
Malaysia dan Singapura. Data dari Malaysia Healthcare Travel Council menyebutkan,
ada sekitar 670.000 orang Indonesia yang berobat ke rumah sakit-rumah sakit di
Malaysia pada 2018. Pasien dari Indonesia mendominasi, yakni 60 persen, dari
jumlah pasien asing yang berobat ke Malaysia.

Jenis pengobatan yang dicari juga
bervariasi. Misalnya, bedah kosmetik, pengobatan kanker, pengobatan tulang,
bedah tulang belakang, dan pengobatan jantung.

Baca Juga :  Pelayanan DPMPTSP Tetap Normal di Bulan Ramadan

Terdapat berbagai alasan pasien
Indonesia memilih berobat ke luar negeri. Alasan yang cukup dominan adalah
mencari pelayanan dengan teknologi yang lebih baru yang belum tersedia di
Indonesia. Tak sedikit masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri karena
menganggap pelayanan serta kualitas pengobatan di luar negeri lebih unggul.

Alasan lainnya bisa berupa
keinginan pasien untuk mencari second opinion atas penyakitnya atau anggapan
bahwa akomodasi rumah sakit luar negeri lebih menyenangkan. Alasan terakhir ini
yang memunculkan suatu istilah medical tourism, di mana pasien dapat berobat
sekaligus berlibur.

Apa pun alasan pasien Indonesia
berobat ke luar negeri haruslah menjadi perhatian pemerintah dan stakeholder
tentang pelayanan kesehatan di Indonesia. Larangan kunjungan WNI ke beberapa
negara seperti Singapura dan Malaysia tentu merugikan masyarakat yang ingin
mencari pengobatan ke luar negeri.

Di balik musibah ini, akan lebih
bijak bila kita bersama-sama dapat mengambil hikmah. Pemerintah justru harus
melihat ini sebagai momentum untuk bersama-sama meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan yang lebih baik daripada pelayanan di luar negeri.

Langkah nyata pertama yang dapat
dilakukan, pemerintah bersama-sama dengan stakeholder seperti pengelola rumah
sakit terus meningkatkan promosi kesehatan kepada masyarakat. Promosi ini
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang layanan kesehatan apa saja
yang sebenarnya sudah bisa dilakukan di Indonesia sekaligus meyakinkan bahwa
layanan kesehatan yang ada di Indonesia tidak tertinggal dari luar negeri.

Upaya ini dapat dilakukan melalui
berbagai media, baik cetak maupun digital. Promosi kesehatan dapat berisi hal
spesifik yang menyangkut edukasi preventif suatu penyakit dan tata laksana
terkini suatu penyakit.

Langkah selanjutnya adalah
menjembatani kebutuhan masyarakat dan rumah sakit, salah satunya dalam hal
pembiayaan. Salah satu alasan pasien kita berobat ke luar negeri adalah biaya
yang lebih murah dengan tindakan serupa. Sebagai contoh, untuk operasi
penggantian sendi, beberapa rumah sakit di Malaysia berani mempromosikan paket
operasi dengan harga yang lebih terjangkau daripada yang ada di kota besar
seperti Jakarta, Medan, atau Surabaya.

Baca Juga :  Pemko Terus Meminimalkan Penyebaran Covid-19

Perbedaan biaya ini disebabkan
banyak faktor seperti harga alat implan (yang sampai saat ini kita masih harus
impor). Alternatif solusi masalah ini, pajak untuk alat implan perlu ditinjau
ulang agar harga yang harus ditanggung pasien lebih terjangkau. Peran
pemerintah sebagai pembuat kebijakan sangat diperlukan di sini.

Promosi dan regulasi pemerintah
yang sudah disebutkan sebelumnya perlu didukung kemampuan rumah sakit dan
tenaga kesehatan sebagai garda pelayanan kesehatan. Rumah sakit dan dokter
berkewajiban untuk terus meningkatkan hard skill dan soft skill. Yang dimaksud
hard skill di sini adalah pengetahuan dan keterampilan yang selalu mengikuti
perkembangan temuan ilmiah baru, baik dalam hal diagnostik, terapetik, maupun
rehabilitasi. Dengan kemudahan akses informasi saat ini, hal ini bukanlah
sesuatu yang mustahil sehingga wajib dilakukan semua tenaga kesehatan.

Rumah sakit juga harus terus berupaya
meningkatkan fasilitas diagnostik dan terapetik sesuai dengan perkembangan
teknologi. Dukungan pemerintah di sektor ini juga penting dalam memberikan
regulasi yang mengatur harga alat-alat kesehatan sehingga mampu dimiliki semua
rumah sakit di Indonesia.

Sinergi antara tenaga kesehatan,
rumah sakit, dan pemerintah tentu akan makin meyakinkan masyarakat bahwa
layanan kesehatan di Indonesia tidak kalah atau bahkan lebih baik daripada di
luar negeri. Semua hal konkret ini harus didukung service excellence. Karena
itu, semua tenaga kesehatan wajib meningkatkan soft skill, antara lain
kemampuan berkomunkasi kepada pasien, keterbukaan informasi terhadap pasien,
dan profesionalitas dalam setiap tindakan.***

(Dwikora Novembri Utomo, Guru besar ortopedi dan traumatologi FK Unair)

DUNIA saat ini disibukkan dengan kehadiran virus korona SARS-CoV-2
yang mengakibatkan pandemi global yang lebih dikenal dengan nama Covid-19
(coronavirus disease 2019). Virus ini tidak hanya memengaruhi dunia kesehatan,
tetapi juga aspek lain seperti ekonomi, pendidikan, pariwisata, dan politik.

Data dari Kementerian Kesehatan
menyebutkan, hingga September 2020, jumlah kasus yang terkonfirmasi telah
melebihi angka 200.000. Tentu saja harus menjadi perhatian serius bagi
pemerintah dan seluruh masyarakat.

Pada awal September, masyarakat
dikejutkan dengan berita tentang larangan kunjungan warga negara Indonesia
(WNI) ke 59 negara. Antara lain negara-negara tetangga seperti Singapura dan
Malaysia serta negara-negara lain di Benua Asia, Amerika, Eropa, dan Afrika.
Keputusan negara-negara tersebut didasari pertimbangan kasus Covd-19 yang masih
tinggi di Indonesia.

Dampak dari larangan ini
diprediksi cukup merugikan, terutama di bidang ekonomi. Akibat langsung dari
larangan ini pasti dirasakan WNI yang akan berkunjung ke negara-negara
tersebut, baik untuk perjalanan bisnis maupun sebagai pekerja.

Dari kacamata kesehatan, dampak
lain dari larangan ini adalah makin terbatasnya pilihan masyarakat untuk
mencari layanan kesehatan ke luar negeri. Mengutip data yang dihimpun dari
Patients Beyond Borders, BBC Indonesia, dan The ASEAN Post, terdapat
peningkatan jumlah pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri hampir 100
persen dalam satu dekade terakhir (350.000 pada 2006 menjadi 600.000 pasien
pada 2015).

Negara-negara tujuan utama adalah
Malaysia dan Singapura. Data dari Malaysia Healthcare Travel Council menyebutkan,
ada sekitar 670.000 orang Indonesia yang berobat ke rumah sakit-rumah sakit di
Malaysia pada 2018. Pasien dari Indonesia mendominasi, yakni 60 persen, dari
jumlah pasien asing yang berobat ke Malaysia.

Jenis pengobatan yang dicari juga
bervariasi. Misalnya, bedah kosmetik, pengobatan kanker, pengobatan tulang,
bedah tulang belakang, dan pengobatan jantung.

Baca Juga :  Pelayanan DPMPTSP Tetap Normal di Bulan Ramadan

Terdapat berbagai alasan pasien
Indonesia memilih berobat ke luar negeri. Alasan yang cukup dominan adalah
mencari pelayanan dengan teknologi yang lebih baru yang belum tersedia di
Indonesia. Tak sedikit masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri karena
menganggap pelayanan serta kualitas pengobatan di luar negeri lebih unggul.

Alasan lainnya bisa berupa
keinginan pasien untuk mencari second opinion atas penyakitnya atau anggapan
bahwa akomodasi rumah sakit luar negeri lebih menyenangkan. Alasan terakhir ini
yang memunculkan suatu istilah medical tourism, di mana pasien dapat berobat
sekaligus berlibur.

Apa pun alasan pasien Indonesia
berobat ke luar negeri haruslah menjadi perhatian pemerintah dan stakeholder
tentang pelayanan kesehatan di Indonesia. Larangan kunjungan WNI ke beberapa
negara seperti Singapura dan Malaysia tentu merugikan masyarakat yang ingin
mencari pengobatan ke luar negeri.

Di balik musibah ini, akan lebih
bijak bila kita bersama-sama dapat mengambil hikmah. Pemerintah justru harus
melihat ini sebagai momentum untuk bersama-sama meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan yang lebih baik daripada pelayanan di luar negeri.

Langkah nyata pertama yang dapat
dilakukan, pemerintah bersama-sama dengan stakeholder seperti pengelola rumah
sakit terus meningkatkan promosi kesehatan kepada masyarakat. Promosi ini
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang layanan kesehatan apa saja
yang sebenarnya sudah bisa dilakukan di Indonesia sekaligus meyakinkan bahwa
layanan kesehatan yang ada di Indonesia tidak tertinggal dari luar negeri.

Upaya ini dapat dilakukan melalui
berbagai media, baik cetak maupun digital. Promosi kesehatan dapat berisi hal
spesifik yang menyangkut edukasi preventif suatu penyakit dan tata laksana
terkini suatu penyakit.

Langkah selanjutnya adalah
menjembatani kebutuhan masyarakat dan rumah sakit, salah satunya dalam hal
pembiayaan. Salah satu alasan pasien kita berobat ke luar negeri adalah biaya
yang lebih murah dengan tindakan serupa. Sebagai contoh, untuk operasi
penggantian sendi, beberapa rumah sakit di Malaysia berani mempromosikan paket
operasi dengan harga yang lebih terjangkau daripada yang ada di kota besar
seperti Jakarta, Medan, atau Surabaya.

Baca Juga :  Pemko Terus Meminimalkan Penyebaran Covid-19

Perbedaan biaya ini disebabkan
banyak faktor seperti harga alat implan (yang sampai saat ini kita masih harus
impor). Alternatif solusi masalah ini, pajak untuk alat implan perlu ditinjau
ulang agar harga yang harus ditanggung pasien lebih terjangkau. Peran
pemerintah sebagai pembuat kebijakan sangat diperlukan di sini.

Promosi dan regulasi pemerintah
yang sudah disebutkan sebelumnya perlu didukung kemampuan rumah sakit dan
tenaga kesehatan sebagai garda pelayanan kesehatan. Rumah sakit dan dokter
berkewajiban untuk terus meningkatkan hard skill dan soft skill. Yang dimaksud
hard skill di sini adalah pengetahuan dan keterampilan yang selalu mengikuti
perkembangan temuan ilmiah baru, baik dalam hal diagnostik, terapetik, maupun
rehabilitasi. Dengan kemudahan akses informasi saat ini, hal ini bukanlah
sesuatu yang mustahil sehingga wajib dilakukan semua tenaga kesehatan.

Rumah sakit juga harus terus berupaya
meningkatkan fasilitas diagnostik dan terapetik sesuai dengan perkembangan
teknologi. Dukungan pemerintah di sektor ini juga penting dalam memberikan
regulasi yang mengatur harga alat-alat kesehatan sehingga mampu dimiliki semua
rumah sakit di Indonesia.

Sinergi antara tenaga kesehatan,
rumah sakit, dan pemerintah tentu akan makin meyakinkan masyarakat bahwa
layanan kesehatan di Indonesia tidak kalah atau bahkan lebih baik daripada di
luar negeri. Semua hal konkret ini harus didukung service excellence. Karena
itu, semua tenaga kesehatan wajib meningkatkan soft skill, antara lain
kemampuan berkomunkasi kepada pasien, keterbukaan informasi terhadap pasien,
dan profesionalitas dalam setiap tindakan.***

(Dwikora Novembri Utomo, Guru besar ortopedi dan traumatologi FK Unair)

Terpopuler

Artikel Terbaru