30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Pendekatan dan Berbicara dari Hati ke Hati

KUNJUNGI:Tim
TP2TPA mengunjugi salah satu korban kekerasan seksual pada anak di Kota
Palangka Raya untuk melakukan bimbingan psikis. DOKUMEN TP2TPA KOTA UNTUK KALTENG POS

MEDIASI:Tim
TP2TPA melakukan mediasi dan pendekatan kepada keluarga korban yang mengalami
kekerasan di kediaman mereka.

PALANGKA
RAYA
-Kasus
kekerasan pada perempuan, remaja dan anak masih saja terjadi selama ini.
Diibaratkan kasus kekerasan ini seperti fenomena gunung es, tenang di permukaan
namun bergejolak di dalam.

Di Kota Palangka Raya sendiri kasus kekerasan
perempuan, remaja dan anakpun beragam mulai dari faktor ekonomi, sosial bahkan
hal-hal yang sepele bisa menjadi terjadinya kekerasan itu. serta penanganan
pendekatanpun tidaklah mudah.

Menurut anggota tim Tim
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (
TP2TPA) Kota
Palangka Raya Agustia Paramita, berbicara dengan penanganan kekerasan ini tidak
mudah secara kasat mata, karena berhubungan dengan kejiwaan dan psikis korban atau
pelaku.

Dalam hal ini, penanganan harus dilihat kasus
perkasus, apabila terjadi kekerasan pada anak maka penanganan ataupun
pendekatannya akan lebih sulit, karena untuk bercerita apa yang dialami tidaklah
mudah.

Baca Juga :  Produsen Elektronik Dituntut Seragamkan Port Charger

“Di sini kami sangat hati-hati, jangan sampai sang
anak malah tertekan untuk menceritakan apa yang dialaminya,” ucapnya saat
dibincangi Kalteng Pos, kemarin.

Agustia menjelaskan, perlu ada media sebagai
pendekatannya artinya bisa menggunakan hal-hal yang disukai oleh sang anak
sebagai korban atau pelaku dan proses pendekatan biasanya ada yang lama ada
juga yang cepat.

“Kenapa itu dilakukan? Agar sang anak tidak merasa
ditekan atau ketakutan ketika mengingat dan bercerita apa yang dialaminya,” terangnya.

Ungkapnya, untuk penanganan pemulihan traumatik yang
dialami sang anak biasanya cenderung lebih lama, karena pikiran yang masih
labil dengan usia yang masing muda, ditambah kekerasan yang dialam apakah parah
atau tidaknya.

“Dalam hal ini terapi psikis sangat penting dilakukan
untuk menghilangkan rasa takut ataupun mengembalikan rasa percaya diri sang
anak,” ujar Agustia.

Sementara itu, kalau berbicara kekerasan yang terjadi
para perempuan tentu bermacam-macam permasalahannya, di dalamnya ada KDRT, perdagangan
manusia atau perempuan, maupun faktor ekonomi sampai masalah asmara.

Baca Juga :  Jangan Berharap Dapat Maaf dari 4 Zodiak Ini Saat Ketahuan Selingkuh

Biasanya untuk kasus tersebut, pihaknya lebih
menyakinkan kepada korban untuk menceritakan ataupun melaporkan kekerasan yang
dideritanya. Dengan memberikan pengertian ataupun pendekatan berbicara dari
hati ke hati.

Walaupun terkadang itu bisa dikatakan terlambat,
setelah terjadi baru melapor atau terungkap terjadinya kekerasan yang dialami
perempuan. Sehingga rata-rata berujung di pihak kepolisian. “Harusnya kasus
kekerasan pada perempuan lebih bisa dicegah, misalnya pertengkaran dengan
pasangan, artinya bisa dihindari ketika sama-sama emosi yang nantinya menjurus
pada tindak kekerasan itu sendiri,” tambah Agustia.

Saat ini, terang Agustia untuk penangganan kasus
kekerasan perempuan dan anak sudah sangat getol mereka lakukan, mulai dari
pendekatan yang bersifat jemput bola artinya berkunjung ke rumah si korban atau
pelaku.

“Bahkan memberikan terapi ataupun bimbingan rutin kami
lakukan apabila dari keluarga meminta kami datang. Agar nantinya lebih memiliki
rasa percaya diri dan dapat diterima di masyarakat dan hidup bersosial,”
pungkasnya. (ari)

KUNJUNGI:Tim
TP2TPA mengunjugi salah satu korban kekerasan seksual pada anak di Kota
Palangka Raya untuk melakukan bimbingan psikis. DOKUMEN TP2TPA KOTA UNTUK KALTENG POS

MEDIASI:Tim
TP2TPA melakukan mediasi dan pendekatan kepada keluarga korban yang mengalami
kekerasan di kediaman mereka.

PALANGKA
RAYA
-Kasus
kekerasan pada perempuan, remaja dan anak masih saja terjadi selama ini.
Diibaratkan kasus kekerasan ini seperti fenomena gunung es, tenang di permukaan
namun bergejolak di dalam.

Di Kota Palangka Raya sendiri kasus kekerasan
perempuan, remaja dan anakpun beragam mulai dari faktor ekonomi, sosial bahkan
hal-hal yang sepele bisa menjadi terjadinya kekerasan itu. serta penanganan
pendekatanpun tidaklah mudah.

Menurut anggota tim Tim
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (
TP2TPA) Kota
Palangka Raya Agustia Paramita, berbicara dengan penanganan kekerasan ini tidak
mudah secara kasat mata, karena berhubungan dengan kejiwaan dan psikis korban atau
pelaku.

Dalam hal ini, penanganan harus dilihat kasus
perkasus, apabila terjadi kekerasan pada anak maka penanganan ataupun
pendekatannya akan lebih sulit, karena untuk bercerita apa yang dialami tidaklah
mudah.

Baca Juga :  Produsen Elektronik Dituntut Seragamkan Port Charger

“Di sini kami sangat hati-hati, jangan sampai sang
anak malah tertekan untuk menceritakan apa yang dialaminya,” ucapnya saat
dibincangi Kalteng Pos, kemarin.

Agustia menjelaskan, perlu ada media sebagai
pendekatannya artinya bisa menggunakan hal-hal yang disukai oleh sang anak
sebagai korban atau pelaku dan proses pendekatan biasanya ada yang lama ada
juga yang cepat.

“Kenapa itu dilakukan? Agar sang anak tidak merasa
ditekan atau ketakutan ketika mengingat dan bercerita apa yang dialaminya,” terangnya.

Ungkapnya, untuk penanganan pemulihan traumatik yang
dialami sang anak biasanya cenderung lebih lama, karena pikiran yang masih
labil dengan usia yang masing muda, ditambah kekerasan yang dialam apakah parah
atau tidaknya.

“Dalam hal ini terapi psikis sangat penting dilakukan
untuk menghilangkan rasa takut ataupun mengembalikan rasa percaya diri sang
anak,” ujar Agustia.

Sementara itu, kalau berbicara kekerasan yang terjadi
para perempuan tentu bermacam-macam permasalahannya, di dalamnya ada KDRT, perdagangan
manusia atau perempuan, maupun faktor ekonomi sampai masalah asmara.

Baca Juga :  Jangan Berharap Dapat Maaf dari 4 Zodiak Ini Saat Ketahuan Selingkuh

Biasanya untuk kasus tersebut, pihaknya lebih
menyakinkan kepada korban untuk menceritakan ataupun melaporkan kekerasan yang
dideritanya. Dengan memberikan pengertian ataupun pendekatan berbicara dari
hati ke hati.

Walaupun terkadang itu bisa dikatakan terlambat,
setelah terjadi baru melapor atau terungkap terjadinya kekerasan yang dialami
perempuan. Sehingga rata-rata berujung di pihak kepolisian. “Harusnya kasus
kekerasan pada perempuan lebih bisa dicegah, misalnya pertengkaran dengan
pasangan, artinya bisa dihindari ketika sama-sama emosi yang nantinya menjurus
pada tindak kekerasan itu sendiri,” tambah Agustia.

Saat ini, terang Agustia untuk penangganan kasus
kekerasan perempuan dan anak sudah sangat getol mereka lakukan, mulai dari
pendekatan yang bersifat jemput bola artinya berkunjung ke rumah si korban atau
pelaku.

“Bahkan memberikan terapi ataupun bimbingan rutin kami
lakukan apabila dari keluarga meminta kami datang. Agar nantinya lebih memiliki
rasa percaya diri dan dapat diterima di masyarakat dan hidup bersosial,”
pungkasnya. (ari)

Terpopuler

Artikel Terbaru