30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Hidupkan Tradisi yang Mulai Ditinggalkan

Di jantung kota: Lapangan Murjani. Event besar
sedang dihelat. Setiap hari disambangi ratusan pengunjung. Namun jauh di
pinggiran kota, sebuah pesta kecil juga digelar. Tajuknya Badamaran.
MUHAMMAD RIFANI,  Banjarbaru
Badamaran mirip kirab obor. Bedanya, Badamaran di Desa Batu Ampar Kecamatan
Cempaka Banjarbaru tidak diadakan pawai. Obor-obor hanya dibentuk atau
diletakkan di depan rumah. Menambah estetika pemandangan keheningan
kampung.
Dari pusat kota, Desa Batu Ampar lumayan jauh. Kurang lebih 20 kilometer.
Kurang lebih 1,5 jam. Bisa melalui dua jalur. Jalur Sungai Ulin ataupun lewat
Cempaka. Medannya cukup mudah. Sudah beraspal. Meskipun gelap gulita, dan
beberapa titik jalan masih belum mulus.
Festival Badamaran yang dihelat pada Jumat (24/5) ini sebenarnya garapan
Pemerintah Kota Banjarbaru dan yayasan Pondok Pesantren Al Fatih Wal Imdad Batu
Ampar. Dinas Pemuda, Olah Raga, Budaya & Pariwisata (Disporabudpar) yang
menggarapnya bersama tokoh warga sekitar.
Secara umum, Badamaran merupakan tradisi masyarakat suku Banjar menyambut bulan
Ramadan sejak dulu. Asal muasalnya ditujukan untuk mengagungkan bulan puasa.
Serta mempercantik pemandangan desa.
Sesuai namanya yang mencatut nama Damar. Badamaran menggunakan getah pohon
Damar sebagai bahan utama nyala api. Maklum saat dahulu kala, minyak tanah
belum begitu mudah didapat.
 Di era sekarang, Badamaran hampir tak
terlihat lagi. Digerus oleh kemudahan jaringan listrik. Yang jelas terangnya
melebihi cahaya api dari obor. Tak heran, Badamaran mulai ditinggalkan.
Di desa Batu Ampar, tradisi Badamaran juga mulai meredup. Hanya beberapa buah
rumah yang masih mempertahankannya. Tepat rasanya apabila Pemerintah daerah
juga membangkitkannya.

Baca Juga :  Terkesan dengan Batik dan Busana Etnik, Rencankaan Hadir di FBIM 2021

Menariknya, di Festival Badamaran kemarin.
Beberapa obor-obor menggunakan getah damar sebagai sumbunya. Akan tetapi karena
damar susah diperoleh. Damar ini didatangkan dari daerah tetangga, Buntok,
Kalteng.
“Memang sudah langka. Kita datangkan dari Buntok. Tapi untuk mengakalinya
sekarang pakai minyak tanah dan dicampur solar,” kata Ahmad Syamsuri
Barak, ketua yayasan ponpes dan juga tokoh masyarakat sekitar.
Menurut Ahmad, Badamaran telah ada sejak zaman dahulu. Apalagi desa Batu Ampar
terangnya merupakan peradaban lama. Jadi tak heran di desa Batu Ampar tak bisa
lepas dari budaya lawas.

“Kalau yang diadakan festival sudah dua
tahun terakhir. Ini yang kedua, Alhamdulillah warga antusias dan banyak yang
hadir,” ujarnya.

Dalam perhelatan acara, selain menampilkan
obor-obor. Tampak juga disajikan masakan khas Banjar. Lontong dan apam serabi
dihidangkan. Attaksi bela diri Kuntau juga disuguhkan.
Selain kaya pencahayaan obor di pusat acara yakni di Ponpes Al Fatih, sepanjang
jalan menuju acara juga dihias. Beberapa halaman depan rumah warga dipasang
obor berbagai bentuk.
Walikota Banjarbaru, Nadjmi Adhani beserta wakilnya, Darmawan Jaya turut
datang. Didampingi beberapa pejabat dinas di lingkup Pemko Banjarbaru.
Walikota mengklaim bahwa Badamaran masuk dalam salah satu kalender event Kota
Banjarbaru. Tahun ini festival yang unik ini telah dipromosikannya di tingkat
nasional.
“Iya, ini salah satu kalender event kita. Kita ingin mengangkat budaya
Banjar yang sudah jarang. Harapannya, dengan diagendakan seperti ini, bisa
menarik tamu dari luar untuk datang,” jelas Walikota.
Untuk menularkan tradisi yang redup ini, Nadjmi berniat  mewacanakan tiap kelurahan menampilkan
Badamaran ketika bulan Ramadan. Nantinya hasil karya warga tiap-tiap kelurahan
akan dikurasi dan ditentukan pemenangnya. “Jadi tidak hanya di Cempaka.
Kita ingin bisa menyeluruh, sehingga semangat Badamaran ini bisa
menyebar,” unhkapnya.

Baca Juga :  Menikmati Wisata Sei Gohong, Dekat dan Murah Tidak Murahan

Secara teknis, Festival Badamaran versi modern
ini tak sekadar memeriahkan bulan Ramadan. Tapi Disporabudpar memperlombakan
tiap-tiap obor warga.  “Malam ini
kan pembukaan. Nah nanti akan kita nilai dan ada piala serta hadiahnya.
Harapannya ini bisa memotivasi warga untuk terus mempertahankan tradisi
ini,” kata Kepala Disporabudpar Banjarbaru, Hidayaturrahman.
 

 

Lantas bagaimana nasib Badamaran di tahun
depan? Dayat memastikan kalau Badamaran akan selalu diupayakan digelar. Bahkan
ia berniat membuat tradisi tua ini bisa lebih berkembang. “Insya Allah
tetap, karena ini tradisi yang mulai hilang jadi tentu diperhatikan. Seperti
kata Pak Wali, kita akan coba promosikan ini ke luar,” bebernya.

Acara Festival Badamaran ditutup dengan makan
bersama secara lesehan. Baik warga, pejabat Pemko serta tamu undangan menikmati
hidangan khas banjar bersama-sama. (rvn/by/ran)

Di jantung kota: Lapangan Murjani. Event besar
sedang dihelat. Setiap hari disambangi ratusan pengunjung. Namun jauh di
pinggiran kota, sebuah pesta kecil juga digelar. Tajuknya Badamaran.
MUHAMMAD RIFANI,  Banjarbaru
Badamaran mirip kirab obor. Bedanya, Badamaran di Desa Batu Ampar Kecamatan
Cempaka Banjarbaru tidak diadakan pawai. Obor-obor hanya dibentuk atau
diletakkan di depan rumah. Menambah estetika pemandangan keheningan
kampung.
Dari pusat kota, Desa Batu Ampar lumayan jauh. Kurang lebih 20 kilometer.
Kurang lebih 1,5 jam. Bisa melalui dua jalur. Jalur Sungai Ulin ataupun lewat
Cempaka. Medannya cukup mudah. Sudah beraspal. Meskipun gelap gulita, dan
beberapa titik jalan masih belum mulus.
Festival Badamaran yang dihelat pada Jumat (24/5) ini sebenarnya garapan
Pemerintah Kota Banjarbaru dan yayasan Pondok Pesantren Al Fatih Wal Imdad Batu
Ampar. Dinas Pemuda, Olah Raga, Budaya & Pariwisata (Disporabudpar) yang
menggarapnya bersama tokoh warga sekitar.
Secara umum, Badamaran merupakan tradisi masyarakat suku Banjar menyambut bulan
Ramadan sejak dulu. Asal muasalnya ditujukan untuk mengagungkan bulan puasa.
Serta mempercantik pemandangan desa.
Sesuai namanya yang mencatut nama Damar. Badamaran menggunakan getah pohon
Damar sebagai bahan utama nyala api. Maklum saat dahulu kala, minyak tanah
belum begitu mudah didapat.
 Di era sekarang, Badamaran hampir tak
terlihat lagi. Digerus oleh kemudahan jaringan listrik. Yang jelas terangnya
melebihi cahaya api dari obor. Tak heran, Badamaran mulai ditinggalkan.
Di desa Batu Ampar, tradisi Badamaran juga mulai meredup. Hanya beberapa buah
rumah yang masih mempertahankannya. Tepat rasanya apabila Pemerintah daerah
juga membangkitkannya.

Baca Juga :  Terkesan dengan Batik dan Busana Etnik, Rencankaan Hadir di FBIM 2021

Menariknya, di Festival Badamaran kemarin.
Beberapa obor-obor menggunakan getah damar sebagai sumbunya. Akan tetapi karena
damar susah diperoleh. Damar ini didatangkan dari daerah tetangga, Buntok,
Kalteng.
“Memang sudah langka. Kita datangkan dari Buntok. Tapi untuk mengakalinya
sekarang pakai minyak tanah dan dicampur solar,” kata Ahmad Syamsuri
Barak, ketua yayasan ponpes dan juga tokoh masyarakat sekitar.
Menurut Ahmad, Badamaran telah ada sejak zaman dahulu. Apalagi desa Batu Ampar
terangnya merupakan peradaban lama. Jadi tak heran di desa Batu Ampar tak bisa
lepas dari budaya lawas.

“Kalau yang diadakan festival sudah dua
tahun terakhir. Ini yang kedua, Alhamdulillah warga antusias dan banyak yang
hadir,” ujarnya.

Dalam perhelatan acara, selain menampilkan
obor-obor. Tampak juga disajikan masakan khas Banjar. Lontong dan apam serabi
dihidangkan. Attaksi bela diri Kuntau juga disuguhkan.
Selain kaya pencahayaan obor di pusat acara yakni di Ponpes Al Fatih, sepanjang
jalan menuju acara juga dihias. Beberapa halaman depan rumah warga dipasang
obor berbagai bentuk.
Walikota Banjarbaru, Nadjmi Adhani beserta wakilnya, Darmawan Jaya turut
datang. Didampingi beberapa pejabat dinas di lingkup Pemko Banjarbaru.
Walikota mengklaim bahwa Badamaran masuk dalam salah satu kalender event Kota
Banjarbaru. Tahun ini festival yang unik ini telah dipromosikannya di tingkat
nasional.
“Iya, ini salah satu kalender event kita. Kita ingin mengangkat budaya
Banjar yang sudah jarang. Harapannya, dengan diagendakan seperti ini, bisa
menarik tamu dari luar untuk datang,” jelas Walikota.
Untuk menularkan tradisi yang redup ini, Nadjmi berniat  mewacanakan tiap kelurahan menampilkan
Badamaran ketika bulan Ramadan. Nantinya hasil karya warga tiap-tiap kelurahan
akan dikurasi dan ditentukan pemenangnya. “Jadi tidak hanya di Cempaka.
Kita ingin bisa menyeluruh, sehingga semangat Badamaran ini bisa
menyebar,” unhkapnya.

Baca Juga :  Menikmati Wisata Sei Gohong, Dekat dan Murah Tidak Murahan

Secara teknis, Festival Badamaran versi modern
ini tak sekadar memeriahkan bulan Ramadan. Tapi Disporabudpar memperlombakan
tiap-tiap obor warga.  “Malam ini
kan pembukaan. Nah nanti akan kita nilai dan ada piala serta hadiahnya.
Harapannya ini bisa memotivasi warga untuk terus mempertahankan tradisi
ini,” kata Kepala Disporabudpar Banjarbaru, Hidayaturrahman.
 

 

Lantas bagaimana nasib Badamaran di tahun
depan? Dayat memastikan kalau Badamaran akan selalu diupayakan digelar. Bahkan
ia berniat membuat tradisi tua ini bisa lebih berkembang. “Insya Allah
tetap, karena ini tradisi yang mulai hilang jadi tentu diperhatikan. Seperti
kata Pak Wali, kita akan coba promosikan ini ke luar,” bebernya.

Acara Festival Badamaran ditutup dengan makan
bersama secara lesehan. Baik warga, pejabat Pemko serta tamu undangan menikmati
hidangan khas banjar bersama-sama. (rvn/by/ran)

Terpopuler

Artikel Terbaru