27.3 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Sang Juara Balet Dunia

Tarian yang dibawakan tahun
ini menuntut Rebecca Alexandria Hadibroto banyak berputar, sesuatu yang
sebenarnya dia takuti. Karena perfeksionis, beberapa kali menangis akibat
merasa selalu ada yang kurang dengan tariannya.

GADIS itu mencoba beberapa
gerakan balet. Salah satunya tilt. Satu kaki diangkat hingga 180 derajat.

“Kebiasaan latihan sore
soalnya,” kata Rebecca Alexandria Hadibroto, gadis tersebut, saat ditemui Jawa
Pos seusai latihan di Marlupi Dance Academy Tebet, Jakarta Selatan, baru-baru
ini.

Kerja keras seperti itulah
yang telah mendatangkan banyak prestasi bagi pebalet 12 tahun tersebut. Bulan
lalu, misalnya, Rebecca sukses meraih medali emas Youth America Grand Prix
(YAGP) 2019 di New York.

Itu merupakan kali kedua dia
meraih medali emas di ajang yang berlangsung di Lincoln Center tersebut. Event
tersebut bisa dibilang sebagai kejuaraan balet dunia.

Tahun ini Rebecca menang di
kategori women junior yang diperuntukkan remaja usia 12 hingga 14 tahun. “Kalau
tahun lalu di kategori pre-competitive, untuk usia 9 sampai 11 tahun,” katanya.

Keberhasilan Rebecca
berprestasi puncak di YAGP selama dua tahun berturut-turut itu tak terlepas
dari gurunya, Claresta Alim, cucu Marlupi Sijangga, founder Marlupi Dance
Academy. Setelah menang di kategori termuda di YAGP 2018, Rebecca ditawari Tata
-panggilan akrab Claresta- untuk ikut lagi di kategori yang berbeda. Selain
karena usianya sudah menginjak 12 tahun, mengikuti kategori yang lebih tinggi
berarti kesempatan bagi Rebecca untuk naik kelas.

Menurut Rebecca, semakin
tinggi kategori, tarian yang ditampilkan semakin kompleks atau sulit. Baik dari
segi teknis maupun cara pembawaan. Agar sesuai dengan tingkatan yang diikuti,
Tata memberikan daftar tarian balet yang bisa dipelajari Rebecca. Selanjutnya,
tarian itu dibawakan di panggung YAGP.

Dari hasil diskusi dengan
Tata, Rebecca memilih tarian bertajuk Harlequinade. Tarian balet tersebut
terinspirasi cerita seorang pemuda bernama Harlequin yang jatuh cinta kepada
gadis bangsawan yang bernama Columbine. Sayang, cinta mereka terhalang ayah
Columbine yang tak suka kepada Harlequin. Nah, di tarian itu, Rebecca berperan
sebagai Columbine.

Menurut Rebecca,
Harlequinade lebih menantang daripada Fairy Doll, tarian yang dia bawakan di
YAGP tahun lalu. Fairy Doll lebih kalem dan punya lebih banyak gerakan releve
(menjinjit dengan dua kaki, dua tangan di atas).

Di Harlequinade, Rebecca
berputar lebih banyak. Tarian pun lebih upbeat dan lincah. “Sebenarnya, aku
takut kalau harus muter,” ungkap Rebecca.

Putri tunggal pasangan Irman
Yanuar Hadibroto dan Joe Shia itu mengungkapkan, gerakan berputar dalam balet
atau pirouette tidak semudah kelihatannya. Ujung kaki harus kuat untuk
menunjang perputaran tubuh.

Baca Juga :  Widih, Ramalan Mbah Mijan Lebih Mengerikan dari BNPB

Punggung juga harus tegak
lurus. Posisi tangan dan lengan mesti seimbang. Hal tersebut, menurut Rebecca,
cukup membebaninya. “Dulu pernah jatuh pas latihan pirouette,” ungkapnya.

Namun, pada akhirnya Rebecca
menyanggupi. Bagi remaja pengagum pebalet Svetlana Zakharova itu, YAGP 2019 dan
Harlequinade menjadi kesempatannya untuk menguji diri di level yang lebih
tinggi. Juga, keluar dari zona nyamannya dalam menari balet.

“Aku juga mau nunjukin bahwa
aku sudah lebih baik dari sebelumnya,” kata Rebecca.

Persiapan berat pun dia
lakukan. Setiap hari Rebecca berlatih balet selama empat jam. Dua jam untuk
pemanasan, dua jam untuk latihan inti. Durasi itu bisa lebih lama.

Rebecca harus berlatih
gerakan memutar yang selama ini menjadi ketakutannya. Saking seringnya latihan,
jari kaki Rebecca sakit. Bahkan, ujung kukunya patah karena terlalu sering
berjinjit dengan pointe shoes atau sepatu balet.

Latihan fisik yang berat
juga dijalani Rebecca. Untuk itu, ada senam khusus yang membuat otot-otot
tubuhnya kuat sekaligus lentur. Rebecca pun harus terbiasa berputar
berkali-kali. Dia juga mesti menjaga asupan makanan. “Nggak boleh yang
manis-manis dan harus banyakin makan sayur dan buah biar tetap sehat,” katanya.

Untuk Harlequinade pula,
Rebecca belajar mimik dan akting. Yang membedakan Harlequinade dan Fairy Doll
adalah adanya unsur drama. Untuk itu, Rebecca menonton banyak pertunjukan
Harlequinade di YouTube dan mempraktikkannya sembari berlatih tari.

Itu baru beban fisik. Tata
mengungkapkan, beberapa kali Rebecca bahkan menangis. “Dia ini anaknya
perfeksionis. Saya juga,” ungkap perempuan asal Surabaya tersebut.

Di sela-sela sesi latihan,
Tata sering mengajak ngobrol anak didiknya itu. Rebecca mengungkapkan bahwa
dirinya selalu merasa ada yang kurang dengan tariannya.

Setelah latihan beberapa
bulan, akhirnya tibalah saat Rebecca menampilkan Harlequinade untuk kali
pertama. Juni 2018, gadis yang ikut homeschooling sejak kelas VI SD itu
membawakan Harlequinade secara pas de deux (berpasangan dengan penari pria) di
Gedung Kesenian Jakarta. Dari situ, dia mendapat sambutan hangat.

Selanjutnya, selama paro
kedua 2018, Rebecca membawakan Harlequinade di beberapa kompetisi balet.
Misalnya di The Australian Teachers of Dancing dan Taiwan Grand Prix. Di dua
ajang itu, Rebecca sukses menjadi pemenang utama.

Namun, itu baru pemanasan.
Sebab, pada Oktober 2018, Rebecca mengikuti semifinal YAGP 2019 di Jakarta.
Tepatnya di Taman Ismail Marzuki.

Dari babak tersebut, Rebecca
berhasil terpilih sebagai perwakilan Indonesia di YAGP 2019. Bersama dia, ada
dua balerina lain yang juga lolos. Yakni, Freya Zaviera dari Surabaya dan Ilona
Tjahja dari Jakarta.

Baca Juga :  Shaheer Sheikh dan Ruchikaa Kapoor Dikabarkan Bakal Menikah Akhir Tahu

Langkah Rebecca menuju YAGP
2019 semakin dekat. Mulai Januari 2019, Tata melatihnya dengan lebih intens.
Latihan demi latihan Rebecca jalani. Mulai 4 jam hingga 6 jam.

Beberapa kali Rebecca
menangis karena merasa tak cukup bagus untuk tampil lagi di YAGP. Di
momen-momen galau seperti itu, Tata hadir sebagai penyemangat.

Putri Fifi Sijangga,
artistic director Marlupi Dance Academy, itu berkali-kali mengingatkan Rebecca
bahwa dirinya harus tetap optimistis dan percaya diri. Tak perlu terbebani
dengan ekspektasi. Yang perlu Rebecca lakukan adalah menari sepenuh hati.

Akhirnya, 10 April lalu,
Rebecca, Freya, dan Ilona berangkat ke New York. Tata ikut mendampingi sebagai
mentor mereka. Sebelum tampil di YAGP 2019, pada 15 April, Rebecca kembali
berlatih intens di Studio Joffrey, sebuah studio balet di Long Island City.

Semua kegalauan Rebecca baru
benar-benar sirna pada 15 April. Tepat di semifinal YAGP 2019 di New York yang
diikuti 158 penari dari 41 negara. Begitu bangun dari tidur, dia merasa sangat
bersemangat dan ceria. Rebecca punya feeling bahwa hari itu tariannya sebagai
Columbine pasti bagus.

Ternyata benar. Saat
membawakan Harlequinade di hadapan juri dan para penonton, dia menari dengan
semangat. Tugas dia saat itu adalah menjaga agar semangatnya tidak berlebih
sehingga merusak komposisi tarian.

Seusai dia membawakan
tarian, seantero Lincoln Center riuh dengan tepuk tangan. “Bahkan, ada yang
teriak bravo ke panggung,” kata Tata, yang ikut menyaksikan semifinal itu.

Di akhir acara, nama Rebecca
lolos ke babak final bersama 37 penari lain. Mereka kemudian tampil di babak
final pada 17 April. Hasilnya, Rebecca keluar sebagai peringkat I alias gold
medalist di kategori women junior YAGP 2019.

“Aduh, gimana ya rasanya,
seneng deh pokoknya,” kata Rebecca, lantas tertawa.

Prestasi Rebecca masih
berlanjut. Panitia YAGP 2019 menunjuk dia untuk menari di event Gala YAGP 2019.
Itu adalah sebuah acara yang dihadiri para petinggi dan dewan juri. Juga,
penikmat seni kelas atas.

“Dengan ditunjuk langsung,
itu berarti Rebecca punya nilai lebih. Soalnya, yang mau datang ke gala itu
selera seninya tinggi,” papar Tata.

Rebecca kini punya satu
impian besar. “Mau ikut Prix de Lausanne di Swiss,” katanya, menyebut kejuaraan
balet untuk penari nonprofesional. Namun, Rebecca baru bisa ikut tiga tahun
lagi, saat usianya menginjak 15 tahun. “Sampai hari itu, aku mau terus mengasah
bakatku,” pungkasnya.(jpc/ila)

Tarian yang dibawakan tahun
ini menuntut Rebecca Alexandria Hadibroto banyak berputar, sesuatu yang
sebenarnya dia takuti. Karena perfeksionis, beberapa kali menangis akibat
merasa selalu ada yang kurang dengan tariannya.

GADIS itu mencoba beberapa
gerakan balet. Salah satunya tilt. Satu kaki diangkat hingga 180 derajat.

“Kebiasaan latihan sore
soalnya,” kata Rebecca Alexandria Hadibroto, gadis tersebut, saat ditemui Jawa
Pos seusai latihan di Marlupi Dance Academy Tebet, Jakarta Selatan, baru-baru
ini.

Kerja keras seperti itulah
yang telah mendatangkan banyak prestasi bagi pebalet 12 tahun tersebut. Bulan
lalu, misalnya, Rebecca sukses meraih medali emas Youth America Grand Prix
(YAGP) 2019 di New York.

Itu merupakan kali kedua dia
meraih medali emas di ajang yang berlangsung di Lincoln Center tersebut. Event
tersebut bisa dibilang sebagai kejuaraan balet dunia.

Tahun ini Rebecca menang di
kategori women junior yang diperuntukkan remaja usia 12 hingga 14 tahun. “Kalau
tahun lalu di kategori pre-competitive, untuk usia 9 sampai 11 tahun,” katanya.

Keberhasilan Rebecca
berprestasi puncak di YAGP selama dua tahun berturut-turut itu tak terlepas
dari gurunya, Claresta Alim, cucu Marlupi Sijangga, founder Marlupi Dance
Academy. Setelah menang di kategori termuda di YAGP 2018, Rebecca ditawari Tata
-panggilan akrab Claresta- untuk ikut lagi di kategori yang berbeda. Selain
karena usianya sudah menginjak 12 tahun, mengikuti kategori yang lebih tinggi
berarti kesempatan bagi Rebecca untuk naik kelas.

Menurut Rebecca, semakin
tinggi kategori, tarian yang ditampilkan semakin kompleks atau sulit. Baik dari
segi teknis maupun cara pembawaan. Agar sesuai dengan tingkatan yang diikuti,
Tata memberikan daftar tarian balet yang bisa dipelajari Rebecca. Selanjutnya,
tarian itu dibawakan di panggung YAGP.

Dari hasil diskusi dengan
Tata, Rebecca memilih tarian bertajuk Harlequinade. Tarian balet tersebut
terinspirasi cerita seorang pemuda bernama Harlequin yang jatuh cinta kepada
gadis bangsawan yang bernama Columbine. Sayang, cinta mereka terhalang ayah
Columbine yang tak suka kepada Harlequin. Nah, di tarian itu, Rebecca berperan
sebagai Columbine.

Menurut Rebecca,
Harlequinade lebih menantang daripada Fairy Doll, tarian yang dia bawakan di
YAGP tahun lalu. Fairy Doll lebih kalem dan punya lebih banyak gerakan releve
(menjinjit dengan dua kaki, dua tangan di atas).

Di Harlequinade, Rebecca
berputar lebih banyak. Tarian pun lebih upbeat dan lincah. “Sebenarnya, aku
takut kalau harus muter,” ungkap Rebecca.

Putri tunggal pasangan Irman
Yanuar Hadibroto dan Joe Shia itu mengungkapkan, gerakan berputar dalam balet
atau pirouette tidak semudah kelihatannya. Ujung kaki harus kuat untuk
menunjang perputaran tubuh.

Baca Juga :  Widih, Ramalan Mbah Mijan Lebih Mengerikan dari BNPB

Punggung juga harus tegak
lurus. Posisi tangan dan lengan mesti seimbang. Hal tersebut, menurut Rebecca,
cukup membebaninya. “Dulu pernah jatuh pas latihan pirouette,” ungkapnya.

Namun, pada akhirnya Rebecca
menyanggupi. Bagi remaja pengagum pebalet Svetlana Zakharova itu, YAGP 2019 dan
Harlequinade menjadi kesempatannya untuk menguji diri di level yang lebih
tinggi. Juga, keluar dari zona nyamannya dalam menari balet.

“Aku juga mau nunjukin bahwa
aku sudah lebih baik dari sebelumnya,” kata Rebecca.

Persiapan berat pun dia
lakukan. Setiap hari Rebecca berlatih balet selama empat jam. Dua jam untuk
pemanasan, dua jam untuk latihan inti. Durasi itu bisa lebih lama.

Rebecca harus berlatih
gerakan memutar yang selama ini menjadi ketakutannya. Saking seringnya latihan,
jari kaki Rebecca sakit. Bahkan, ujung kukunya patah karena terlalu sering
berjinjit dengan pointe shoes atau sepatu balet.

Latihan fisik yang berat
juga dijalani Rebecca. Untuk itu, ada senam khusus yang membuat otot-otot
tubuhnya kuat sekaligus lentur. Rebecca pun harus terbiasa berputar
berkali-kali. Dia juga mesti menjaga asupan makanan. “Nggak boleh yang
manis-manis dan harus banyakin makan sayur dan buah biar tetap sehat,” katanya.

Untuk Harlequinade pula,
Rebecca belajar mimik dan akting. Yang membedakan Harlequinade dan Fairy Doll
adalah adanya unsur drama. Untuk itu, Rebecca menonton banyak pertunjukan
Harlequinade di YouTube dan mempraktikkannya sembari berlatih tari.

Itu baru beban fisik. Tata
mengungkapkan, beberapa kali Rebecca bahkan menangis. “Dia ini anaknya
perfeksionis. Saya juga,” ungkap perempuan asal Surabaya tersebut.

Di sela-sela sesi latihan,
Tata sering mengajak ngobrol anak didiknya itu. Rebecca mengungkapkan bahwa
dirinya selalu merasa ada yang kurang dengan tariannya.

Setelah latihan beberapa
bulan, akhirnya tibalah saat Rebecca menampilkan Harlequinade untuk kali
pertama. Juni 2018, gadis yang ikut homeschooling sejak kelas VI SD itu
membawakan Harlequinade secara pas de deux (berpasangan dengan penari pria) di
Gedung Kesenian Jakarta. Dari situ, dia mendapat sambutan hangat.

Selanjutnya, selama paro
kedua 2018, Rebecca membawakan Harlequinade di beberapa kompetisi balet.
Misalnya di The Australian Teachers of Dancing dan Taiwan Grand Prix. Di dua
ajang itu, Rebecca sukses menjadi pemenang utama.

Namun, itu baru pemanasan.
Sebab, pada Oktober 2018, Rebecca mengikuti semifinal YAGP 2019 di Jakarta.
Tepatnya di Taman Ismail Marzuki.

Dari babak tersebut, Rebecca
berhasil terpilih sebagai perwakilan Indonesia di YAGP 2019. Bersama dia, ada
dua balerina lain yang juga lolos. Yakni, Freya Zaviera dari Surabaya dan Ilona
Tjahja dari Jakarta.

Baca Juga :  Shaheer Sheikh dan Ruchikaa Kapoor Dikabarkan Bakal Menikah Akhir Tahu

Langkah Rebecca menuju YAGP
2019 semakin dekat. Mulai Januari 2019, Tata melatihnya dengan lebih intens.
Latihan demi latihan Rebecca jalani. Mulai 4 jam hingga 6 jam.

Beberapa kali Rebecca
menangis karena merasa tak cukup bagus untuk tampil lagi di YAGP. Di
momen-momen galau seperti itu, Tata hadir sebagai penyemangat.

Putri Fifi Sijangga,
artistic director Marlupi Dance Academy, itu berkali-kali mengingatkan Rebecca
bahwa dirinya harus tetap optimistis dan percaya diri. Tak perlu terbebani
dengan ekspektasi. Yang perlu Rebecca lakukan adalah menari sepenuh hati.

Akhirnya, 10 April lalu,
Rebecca, Freya, dan Ilona berangkat ke New York. Tata ikut mendampingi sebagai
mentor mereka. Sebelum tampil di YAGP 2019, pada 15 April, Rebecca kembali
berlatih intens di Studio Joffrey, sebuah studio balet di Long Island City.

Semua kegalauan Rebecca baru
benar-benar sirna pada 15 April. Tepat di semifinal YAGP 2019 di New York yang
diikuti 158 penari dari 41 negara. Begitu bangun dari tidur, dia merasa sangat
bersemangat dan ceria. Rebecca punya feeling bahwa hari itu tariannya sebagai
Columbine pasti bagus.

Ternyata benar. Saat
membawakan Harlequinade di hadapan juri dan para penonton, dia menari dengan
semangat. Tugas dia saat itu adalah menjaga agar semangatnya tidak berlebih
sehingga merusak komposisi tarian.

Seusai dia membawakan
tarian, seantero Lincoln Center riuh dengan tepuk tangan. “Bahkan, ada yang
teriak bravo ke panggung,” kata Tata, yang ikut menyaksikan semifinal itu.

Di akhir acara, nama Rebecca
lolos ke babak final bersama 37 penari lain. Mereka kemudian tampil di babak
final pada 17 April. Hasilnya, Rebecca keluar sebagai peringkat I alias gold
medalist di kategori women junior YAGP 2019.

“Aduh, gimana ya rasanya,
seneng deh pokoknya,” kata Rebecca, lantas tertawa.

Prestasi Rebecca masih
berlanjut. Panitia YAGP 2019 menunjuk dia untuk menari di event Gala YAGP 2019.
Itu adalah sebuah acara yang dihadiri para petinggi dan dewan juri. Juga,
penikmat seni kelas atas.

“Dengan ditunjuk langsung,
itu berarti Rebecca punya nilai lebih. Soalnya, yang mau datang ke gala itu
selera seninya tinggi,” papar Tata.

Rebecca kini punya satu
impian besar. “Mau ikut Prix de Lausanne di Swiss,” katanya, menyebut kejuaraan
balet untuk penari nonprofesional. Namun, Rebecca baru bisa ikut tiga tahun
lagi, saat usianya menginjak 15 tahun. “Sampai hari itu, aku mau terus mengasah
bakatku,” pungkasnya.(jpc/ila)

Terpopuler

Artikel Terbaru