30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Catat! Sekolah yang Rekrut Guru Honorer, Bakal Kena Sanksi

JAKARTA – Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) mengingatkan, bagi sekolah yang masih
merekrut tenaga guru honorer akan mendapatkan sanksi.

Seperti diketahui, Kemen PAN-RB akan menghapus tenaga honorer secara
bertahap, termasuk guru. Dalam hal ini, guru didorong untuk mengikuti seleksi
Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK).

Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB, Setiawan Wangsaatmaja
mengatakan, penghapusan tenaga honorer akan dilakukan secara bertahap dalam
lima tahun.

Untuk itu, Ia mengingatkan sekolah jangan sampai ada yang melanggar. Jika
hal itu tetap dilakukan, maka akan dikenakan sangsi sesuai pasal 96 Peraturan Pemerintah
nomor 49 tahun 2018.

Dalam pasal tersebut dinyatakan, bahwa PPK (termasuk pejabat lain di instansi
pemerintah) dilarang mengangkat pegawai nonPNS dan atau nonPPPK untuk mengisi
jabatan ASN. Kendati demikian, pihaknya masih belum menentukan sanksi apa yang
aka dijatuhkan kepada pelanggar.

“Dalam masa peralihan ini, kami akan mengawasi ketat sekolah jika masih
merekrut tenaga honorer. Akan kita sanksi sesuai pasal 96 Peraturan Pemerintah
nomor 49 tahun 2018 bagi yang melanggar,” kata Setiawan, Selasa (28/1).

Setiawan berharap, pada masa peralihan ini, para tenaga honorer dapat
mengikuti seleksi CPNS maupun PPPK. Setiap tenaga honorer dapat mengikuti
seleksi CPNS sesuai dengan peraturan perundangan.

Salah satu persyaratannya adalah batasan umur tidak melebihi 35 tahun dan
bagi tenaga honorer yang tidak memenuhi persyaratan CPNS, dapat mengikuti seleksi
PPPK.

Baca Juga :  Dirjen ILMATE Kemenperin Didesak Susun Road Map Penghiliran Logam Tanah Jarang

“Di atas 35 tahun otomatis masih bisa PPPK, di bawah 35 masih mungkin CPNS,
tapi basisnya fair dan mengikuti tata cara bagaimana direkrutnya,” tuturnya.

Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyid
menilai, sekolah akan lumpuh bila tenaga dan guru honorer dihapuskan oleh
pemerintah.

“Kalau enggak ada tenaga honorer hari ini sekolah lumpuh,” kata Unifah

Menurut Unifah, tenaga guru honorer masih dibutuhkan peranannya dalam
mendidik para murid di daerah yang belum terjangkau aksesnya. Pasalnya,
distribusi guru PNS belum merata hingga ke banyak daerah.

Parahnya lagi, kata Unifah, masih banyak daerah-daerah yang hanya ada satu
atau dua guru yang berstatus sebagai PNS di satu sekolah.

“Sekarang kalau honorer di satu daerah enggak ada itu lumpuh sekolah,
karena hanya ada satu-dua guru negeri PNS di sekolah, terbantu karena itu,”
kata dia.

Untuk itu, Unifah menyarankan pemerintah untuk tak tergesa-gesa menghapus
tenaga honorer tersebut. Ia pun meminta pemerintah membuat tahapan-tahapan
pasti kapan tenaga honorer itu dihapuskan.

Sementara itu, Menteri PANRB Tjahjo Kumolo menjelaskan alasan pihaknya
menghilangkan status honorer tersebut dari lingkungan pemerintahan maupun
sekolah (guru).

Menurut Tjahjo, hal itu di lakukan agar berhasil dalam mewujudkan visi
Indonesia Maju. Untuk itu, diperlukan restrukturisasi komposisi ASN agar
didominasi jabatan fungsional teknis berkeahlian sebagaimana visi Indonesia
Maju.

Baca Juga :  Mendagri Bentuk Tim Penyamar, Selidiki Kendala Pembuatan KTP-el

“Saat ini jumlah PNS Indonesia mencapai 4.286.918 orang, dan sekitar 70
persen berada di Pemerintah Daerah (Pemda). Namun demikian proporsinya masih
belum berimbang karena masih didominasi oleh jabatan pelaksana yang bersifat
administratif sebanyak 1,6 juta,” jelas Tjahjo.

Pada kurun waktu 2005 hingga 2014, pemerintah telah mengangkat 860.220
Tenaga Honorer Kategori I (THK I) dan 209.872 Tenaga Honorer Kategori II (THK
II), maka total tenaga honorer yang telah diangkat sebanyak 1.070.092 orang,
sehingga jumlahnya dinilai tidak imbang.

“Itu sepertiga jumlah total ASN nasional yang tidak sepenuhnya sesuai
dengan kebutuhan organisasi, sehingga rata-rata komposisi ASN di kantor-kantor
pemerintah sekitar 60 persen bersifat administratif,” ujarnya.

Alasan lainnya, menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018
tentang Manajemen PPPK (turunan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara), status kepegawaian pada Instansi pemerintah hanya 2,
yaitu PNS dan PPPK.

Adapun bagi pegawai non ASN yang berada di kantor pemerintah, diberikan
masa transisi selama 5 tahun sejak PP 49 diundangkan.

“Berdasarkan pasal 96 PP 49 Tahun 2018, PPK dan pejabat lain di lingkungan
instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai nonPNS dan nonPPPK untuk
mengisi jabatan ASN. PPK dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non PNS dan
non PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan,” pungkasnya. (der/fin/kpc)

JAKARTA – Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) mengingatkan, bagi sekolah yang masih
merekrut tenaga guru honorer akan mendapatkan sanksi.

Seperti diketahui, Kemen PAN-RB akan menghapus tenaga honorer secara
bertahap, termasuk guru. Dalam hal ini, guru didorong untuk mengikuti seleksi
Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK).

Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB, Setiawan Wangsaatmaja
mengatakan, penghapusan tenaga honorer akan dilakukan secara bertahap dalam
lima tahun.

Untuk itu, Ia mengingatkan sekolah jangan sampai ada yang melanggar. Jika
hal itu tetap dilakukan, maka akan dikenakan sangsi sesuai pasal 96 Peraturan Pemerintah
nomor 49 tahun 2018.

Dalam pasal tersebut dinyatakan, bahwa PPK (termasuk pejabat lain di instansi
pemerintah) dilarang mengangkat pegawai nonPNS dan atau nonPPPK untuk mengisi
jabatan ASN. Kendati demikian, pihaknya masih belum menentukan sanksi apa yang
aka dijatuhkan kepada pelanggar.

“Dalam masa peralihan ini, kami akan mengawasi ketat sekolah jika masih
merekrut tenaga honorer. Akan kita sanksi sesuai pasal 96 Peraturan Pemerintah
nomor 49 tahun 2018 bagi yang melanggar,” kata Setiawan, Selasa (28/1).

Setiawan berharap, pada masa peralihan ini, para tenaga honorer dapat
mengikuti seleksi CPNS maupun PPPK. Setiap tenaga honorer dapat mengikuti
seleksi CPNS sesuai dengan peraturan perundangan.

Salah satu persyaratannya adalah batasan umur tidak melebihi 35 tahun dan
bagi tenaga honorer yang tidak memenuhi persyaratan CPNS, dapat mengikuti seleksi
PPPK.

Baca Juga :  Dirjen ILMATE Kemenperin Didesak Susun Road Map Penghiliran Logam Tanah Jarang

“Di atas 35 tahun otomatis masih bisa PPPK, di bawah 35 masih mungkin CPNS,
tapi basisnya fair dan mengikuti tata cara bagaimana direkrutnya,” tuturnya.

Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyid
menilai, sekolah akan lumpuh bila tenaga dan guru honorer dihapuskan oleh
pemerintah.

“Kalau enggak ada tenaga honorer hari ini sekolah lumpuh,” kata Unifah

Menurut Unifah, tenaga guru honorer masih dibutuhkan peranannya dalam
mendidik para murid di daerah yang belum terjangkau aksesnya. Pasalnya,
distribusi guru PNS belum merata hingga ke banyak daerah.

Parahnya lagi, kata Unifah, masih banyak daerah-daerah yang hanya ada satu
atau dua guru yang berstatus sebagai PNS di satu sekolah.

“Sekarang kalau honorer di satu daerah enggak ada itu lumpuh sekolah,
karena hanya ada satu-dua guru negeri PNS di sekolah, terbantu karena itu,”
kata dia.

Untuk itu, Unifah menyarankan pemerintah untuk tak tergesa-gesa menghapus
tenaga honorer tersebut. Ia pun meminta pemerintah membuat tahapan-tahapan
pasti kapan tenaga honorer itu dihapuskan.

Sementara itu, Menteri PANRB Tjahjo Kumolo menjelaskan alasan pihaknya
menghilangkan status honorer tersebut dari lingkungan pemerintahan maupun
sekolah (guru).

Menurut Tjahjo, hal itu di lakukan agar berhasil dalam mewujudkan visi
Indonesia Maju. Untuk itu, diperlukan restrukturisasi komposisi ASN agar
didominasi jabatan fungsional teknis berkeahlian sebagaimana visi Indonesia
Maju.

Baca Juga :  Mendagri Bentuk Tim Penyamar, Selidiki Kendala Pembuatan KTP-el

“Saat ini jumlah PNS Indonesia mencapai 4.286.918 orang, dan sekitar 70
persen berada di Pemerintah Daerah (Pemda). Namun demikian proporsinya masih
belum berimbang karena masih didominasi oleh jabatan pelaksana yang bersifat
administratif sebanyak 1,6 juta,” jelas Tjahjo.

Pada kurun waktu 2005 hingga 2014, pemerintah telah mengangkat 860.220
Tenaga Honorer Kategori I (THK I) dan 209.872 Tenaga Honorer Kategori II (THK
II), maka total tenaga honorer yang telah diangkat sebanyak 1.070.092 orang,
sehingga jumlahnya dinilai tidak imbang.

“Itu sepertiga jumlah total ASN nasional yang tidak sepenuhnya sesuai
dengan kebutuhan organisasi, sehingga rata-rata komposisi ASN di kantor-kantor
pemerintah sekitar 60 persen bersifat administratif,” ujarnya.

Alasan lainnya, menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018
tentang Manajemen PPPK (turunan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara), status kepegawaian pada Instansi pemerintah hanya 2,
yaitu PNS dan PPPK.

Adapun bagi pegawai non ASN yang berada di kantor pemerintah, diberikan
masa transisi selama 5 tahun sejak PP 49 diundangkan.

“Berdasarkan pasal 96 PP 49 Tahun 2018, PPK dan pejabat lain di lingkungan
instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai nonPNS dan nonPPPK untuk
mengisi jabatan ASN. PPK dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non PNS dan
non PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan,” pungkasnya. (der/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru