30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

70 Persen APBD untuk Birokrasi, Hanya Sisanya Untuk Rakyat

JAKARTA – Gubernur diminta bisa menempatkan diri pada dua posisi.
Yakni sebagai wakil pemerintah pusat dan pembina di daerah. Tujuannya agar bisa
mengakomodir program-program pusat untuk dimasukkan dalam rencana program di
daerahnya. Sebab, hingga saat ini masih ada anggaran tidak tepat sasaran.
Seharusnya masyarakat yang menikmati. Namun faktanya, aparatur atau birokrasi
yang merasakan.

“Tolong juga dorong
kabupaten/kota untuk membuat program-program yang paralel dengan program pusat.
Sehingga paralel juga dengan provinsi. Fokus pemerintah saat ini adalah
meningkatkan sumber daya manusia,” ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito
Karnavian dalam Rakornas Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI)
di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (26/11).

Dengan kondisi infrastruktur yang
baik serta SDM unggul plus memanfaatkan bonus demografi, pada 2050 mendatang
Indonesia mendominasi ekonomi dunia bukan lagi impian belaka. Tito juga
berpesan agar gubernur bisa menjaga stabilitas keamanan. Targetnya
merealisasikan program-program yang telah direncanakan selama lima tahun ke
depan.

Baca Juga :  Panglima Larang Prajurit TNI Jadi Pengamanan Proyek

“Tidak akan bisa membangun dan
mengeksekusi program kalau situasi di daerahnya kacau,” papar mantan Kapolri
ini.

Selain itu, Tito juga menyinggung
ketimpangan anggaran provinsi yang belum tepat sasaran. Dia menyebut program
yang sampai menyentuh masyarakat tidak sampai 20 persen di beberapa daerah.
Sementara anggaran untuk aparaturnya 50-60 persen. Seharusnya, lanjut Tito,
anggaran kesehatan jumlah alokasi setidaknya 15 persen dari total APBD dan
pendidikan 20 persen.

Anggaran kesehatan dan pendidikan
tersebut mestinya bisa langsung menyentuh dan dirasakan dampaknya oleh
masyarakat. “Kita mendorong supaya pendidikan dan kesehatan jangan hanya
membuat program yang hanya ada. Tetapi benar-benar sampai terasa oleh
masyarakat,” terang mantan Kapolda Metro Jaya ini.

Dia mencontohkan realisasi
anggaran yang hanya untuk memenuhi serapan anggaran saja. Seperti pengadaan
peralatan kesehatan. Sebenarnya alat tersebut tidak dibutuhkan. “Ada yang
membeli alat kesehatan. Seolah-olah masuk prioritas kesehatan. Tetapi ternyata
alatnya nggak dipakai, nggak digunakan. Tolong gubernur, pada waktu penyusunan
APBD betul-betul menyisir dan mengoreksi anggaran,” tukasnya.

Baca Juga :  Putusan Terbaru MK, Jabatan Kepala Desa Maksimal 3 Periode

Sementara itu, mantan Menko
Bidang Kemaritiman Rizal Ramli sangat menyesalnya porsi APBD terbanyak untuk
birokrasi. Dia menilai sistem pengelolaan anggaran yang dilakukan pemerintah
daerah harus diperbaiki. Saat ini 70 persen APBD habis untuk birokrasi dan
legislatif. Di antaranya untuk membiayai gaji serta penunjang lainnya.
Sedangkan, masyarakat hanya menikmati porsi anggaran 30 persen. “Pola
pengelolaan ini harus diubah. Minimal 60 persen anggaran buat rakyat. Sisanya
buat birokrasi, legislatif dan sebagainya,” ujar Rizal Ramli.

Selain itu, pemerintah saat ini
bisa melakukan transformasi alokasi keuangan daerah. Karena pengelolaan dinilai
tidak tepat sasaran. “Harus bisa rumuskan alokasi keuangan daerah. Bagaimana
cara membagi uang dari pusat ke daerah. Apa standarnya. Pada dasarnya
sederhana. Itu bisa dilihat dari jumlah penduduk dan luas wilayah,” bebernya. (rh/fin/kpc)

JAKARTA – Gubernur diminta bisa menempatkan diri pada dua posisi.
Yakni sebagai wakil pemerintah pusat dan pembina di daerah. Tujuannya agar bisa
mengakomodir program-program pusat untuk dimasukkan dalam rencana program di
daerahnya. Sebab, hingga saat ini masih ada anggaran tidak tepat sasaran.
Seharusnya masyarakat yang menikmati. Namun faktanya, aparatur atau birokrasi
yang merasakan.

“Tolong juga dorong
kabupaten/kota untuk membuat program-program yang paralel dengan program pusat.
Sehingga paralel juga dengan provinsi. Fokus pemerintah saat ini adalah
meningkatkan sumber daya manusia,” ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito
Karnavian dalam Rakornas Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI)
di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (26/11).

Dengan kondisi infrastruktur yang
baik serta SDM unggul plus memanfaatkan bonus demografi, pada 2050 mendatang
Indonesia mendominasi ekonomi dunia bukan lagi impian belaka. Tito juga
berpesan agar gubernur bisa menjaga stabilitas keamanan. Targetnya
merealisasikan program-program yang telah direncanakan selama lima tahun ke
depan.

Baca Juga :  Panglima Larang Prajurit TNI Jadi Pengamanan Proyek

“Tidak akan bisa membangun dan
mengeksekusi program kalau situasi di daerahnya kacau,” papar mantan Kapolri
ini.

Selain itu, Tito juga menyinggung
ketimpangan anggaran provinsi yang belum tepat sasaran. Dia menyebut program
yang sampai menyentuh masyarakat tidak sampai 20 persen di beberapa daerah.
Sementara anggaran untuk aparaturnya 50-60 persen. Seharusnya, lanjut Tito,
anggaran kesehatan jumlah alokasi setidaknya 15 persen dari total APBD dan
pendidikan 20 persen.

Anggaran kesehatan dan pendidikan
tersebut mestinya bisa langsung menyentuh dan dirasakan dampaknya oleh
masyarakat. “Kita mendorong supaya pendidikan dan kesehatan jangan hanya
membuat program yang hanya ada. Tetapi benar-benar sampai terasa oleh
masyarakat,” terang mantan Kapolda Metro Jaya ini.

Dia mencontohkan realisasi
anggaran yang hanya untuk memenuhi serapan anggaran saja. Seperti pengadaan
peralatan kesehatan. Sebenarnya alat tersebut tidak dibutuhkan. “Ada yang
membeli alat kesehatan. Seolah-olah masuk prioritas kesehatan. Tetapi ternyata
alatnya nggak dipakai, nggak digunakan. Tolong gubernur, pada waktu penyusunan
APBD betul-betul menyisir dan mengoreksi anggaran,” tukasnya.

Baca Juga :  Putusan Terbaru MK, Jabatan Kepala Desa Maksimal 3 Periode

Sementara itu, mantan Menko
Bidang Kemaritiman Rizal Ramli sangat menyesalnya porsi APBD terbanyak untuk
birokrasi. Dia menilai sistem pengelolaan anggaran yang dilakukan pemerintah
daerah harus diperbaiki. Saat ini 70 persen APBD habis untuk birokrasi dan
legislatif. Di antaranya untuk membiayai gaji serta penunjang lainnya.
Sedangkan, masyarakat hanya menikmati porsi anggaran 30 persen. “Pola
pengelolaan ini harus diubah. Minimal 60 persen anggaran buat rakyat. Sisanya
buat birokrasi, legislatif dan sebagainya,” ujar Rizal Ramli.

Selain itu, pemerintah saat ini
bisa melakukan transformasi alokasi keuangan daerah. Karena pengelolaan dinilai
tidak tepat sasaran. “Harus bisa rumuskan alokasi keuangan daerah. Bagaimana
cara membagi uang dari pusat ke daerah. Apa standarnya. Pada dasarnya
sederhana. Itu bisa dilihat dari jumlah penduduk dan luas wilayah,” bebernya. (rh/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru