30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Pemangkasan Birokrasi sampai Daerah

JAKARTA – Wacana pemangkasan birokrasi dengan
menyederhanakan eselon terus menuai reaksi. Meski demikian, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) memastikan, realisasinya nanti bisa diterima
dan diterapkan hingga tingkat daerah.

Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kementerian Bappenas
Slamet Soedarsono mengatakan pemangkasan lapisan eselon bagian dari reformasi
birokrasi. Pada posisi ini akan muncul kompetisi, dan manfaat, pada sisi
penempatan, baik tingkat struktural maupun fungsional. ”Nanti akan dipahami
sendiri mengapa, dibuat seperti itu. Karena sejatinya jabatan dalam
pemerintahan cuma dua struktural dan fungsional,” terangnya, kemarin (21/10).

Struktural misalnya, lebih fokus pada pengambilan keputusan seperti
direktur dan kasubdit. Sementara fungsional lebih pada pengkaji, telaah,
berdasarkan spesialisasi background pendidikan atau sertifikasi. ”Artinya, ini
terpetakan. Jelas posisi kerjanya,” imbuh Slamet.

Saat ini, lanjut Slamet, fungsional semakin hari semakin besar perannya
baik melalui berbagai kompetensi dasar kepada profesi dan spesialisasi maka
mereka akan melengkapi fungsi birokrasi.”Ke depan posisinya lebih pada telaah
yang nantinya disampaikan ke pimpinan tertinggi. Gagasan bagian dari karya, ini
bentuk eksistensi di birokrasi,” ujarnya.

Selain itu, Slamet menuturkan bahwa perampingan struktur sebenarnya telah
ada dan dilakukan sejak kepemimpinan Jokowi jilid I namun skala kebijakan tersebut
tidak terlalu besar sehingga kurang diekspos. ”Ini diterapkan di Bappenas.
Strukturnya tidak sebanyak dulu yang ada eselon IV, sekarang di kedeputian itu
paling rendah eselon III. Kalau pusat saja bisa, artinya daerah sangat bisa,”
jelasnya.

Lalu kapan penerapannya? Slamet belum mengetahui. ”Kita tunggu saya
kabinetnya nanti. Kabinet itu akan melakukan perencanaan lebih terperinci
mengenai mana yang didahulukan dan dipercepat,” katanya.

Terpisah Pengamat Hukum Yusdiyanto Alam mengatakan penyederhanaan
eseloniasasi kecendrungannya memangkas birokrasi yang panjang. Birokrasi yang
kerap menuai kritik dari publik dan korup. ”Ini kan salah satu poinnya. Contoh
saja ketika Anda mengurus izin, berhari-hari dan harus menyiapkan anggaran yang
tidak sedikit. Alasannya belum dteken A, B maupun C. Ini yang tidak pas,”
terangnya.

Selama ini, sambung Dosen Hukum dan Tata Negara Universitas Lampung itu,
Aparatur Sipil Negara (ASN) bekerja untuk kepentingan pemerintah bukan kepala
daerah. “Termasuk kepala OPD harus mampu melaksanakan visi misi kepala daerah
yang direalisasikan dalam bentuk program pembangunan. Jadi yang ditonjolkan itu
kualitas kerja, bukan kedekatan kepada kepala daerah untuk mempertahankan
jabatan,” terangnya.

Baca Juga :  Airlangga: Realisasi PEN Sudah Mencapai 456 Triliun Lebih

Ditambahkannya, permasalahan ASN, terutama pejabat Eselon II-IV di hampir
seluruh Pemprov maupun daerah lainnya di wilayah itu hampir sama. Isu terkait
gerbong kepala daerah mengisi jabatan strategis di pemerintahan kerap bergema
seusai pilkada.

Semestinya, pola perekrutan ASN dilakukan secara profesional, berdasarkan
kualitas, profesional dan kapasitas, bukan berdasarkan kedekatan atau komitmen
tertentu yang sama sekali tidak berhubungan dengan kepentingan pemerintah dan
masyarakat. Para pejabat juga jangan pula tergiring oleh kepentingan politik
tertentu, misalnya menjelang pilkada. Mereka harus taat aturan dan tetap
netral.

“Kalau benar ada pejabat Eselon II yang tidak disiplin, semestinya diberi
sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, bukan disuruh mengundurkan diri. Atau ada
ASN karena adik iparnya Walikota eh, baru berapa tahun jadi ASN sudah bisa
menempati posisi sekretaris dinas, ini kan ga masuk akal. Maka pentingnya dipangkas
eselonisasi,” tegasnya.

Terpisah Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan pemangkasan
proses birokrasi seperti yang direncanakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan
Wakil Presiden Ma’ruf Amin harus turut meyentuh tataran birokrasi di
pemerintahan daerah karena justeru hambatan pemrosesan izin usaha dan investasi
selama ini banyak berhulu di daerah.

Kegusaran Presiden Jokowi mengenai sulitnya perizinan investasi, hingga
mandeknya pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) banyak disebabkan
rumitnya birokrasi di pemerintahan daerah.

Hambatan di birokrasi daerah itu membuat deregulasi kebijakan yang
dilakukan pemerintah pusat menjadi tidak efektif. “Yang perlu pemerintah
perhatikan juga ialah peraturan dan birokrasi di tingkat daerah, karena dalam
beberapa kasus, meskipun aturan pusat telah melakukan deregulasi, namun aturan
dan birokrasi daerah menjadi bottleneck (hambatan) investasi dan pengembangan
UMKM,” ujar dia.

Baca Juga :  Ternyata Ini Makna Filosofis Uang Pecahan Rp 75 Ribu, Kenali Juga Ci

Josua menanti gambaran detail mengenai rencana penyederhanaan birokrasi
yang digaungkan Presiden Jokowi saat pidato pelantikan Minggu (20/10). Upaya
perbaikan birokrasi yang telah dilakukan Presiden Jokowi dalam periode
pemerintahan 2014-2019tidak cukup untuk berkontribusi signifikan bagi reformasi
struktural perekonomian.

“Birokrasi ini sendiri kembali menjadi fokus pemerintah di periode kedua
kali ini karena meskipun perbaikan birokrasi telah berjalan dalam lima tahun
terakhir, tapi tidak cukup menarik investor di tengah isu perang dagang
AS-China dan tren perlambatan ekonomi global,” ujar dia.

Selain itu, rencana Presiden Jokowi untuk mengajak DPR dalam merumuskan dua
Undang-Undang (UU) yaitu UU Cipta Tenaga Kerja dan Pengembangan UMKM juga
sangat dinantikan realisasinya. “Diharapkan dalam kedua UU tersebut akan ada
peraturan terkait posisi pemerintah pusat terhadap intervensi peraturan daerah
terkait investasi dan usaha,” ujar dia.

Josua mengatakan dengan penciptaan lapangan kerja serta mendorong penguatan
UMKM, maka indeks kemudahan berbisnis (ease of doing business) serta tingkat
daya saing Indonesia akan meningkat dan mampu menyerap investasi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya, Minggu sore,
berjanji bakal memangkas jumlah eselon di pemerintahan. Hal itu bertujuan untuk
menyederhanakan birokrasi. “Penyederhanaan birokrasi harus terus kita lakukan
besar-besaran. Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan.
Prosedur yang panjang harus dipotong,” kata Jokowi saat pidato usai pelantikan
Presiden dan Wakil Presiden Periode 2019-2024 di Gedung MPR, Jakarta, Minggu
(20/8/2019).

Menurutnya saat ini jumlah eselon sudah terlalu banyak. Diketahui saat ini
terdapat empat level eselon dalam jabatan struktural di pemerintahan.
“Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa
tidak kebanyakan?” katanya.

Untuk itu, Jokowi bakal memotongnya hanya menjadi dua. Nantinya jabatan itu
akan diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keadilan dan kompetensi.
“Saya minta untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan
fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi,” katanya. (fin/ful/kpc)

JAKARTA – Wacana pemangkasan birokrasi dengan
menyederhanakan eselon terus menuai reaksi. Meski demikian, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) memastikan, realisasinya nanti bisa diterima
dan diterapkan hingga tingkat daerah.

Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kementerian Bappenas
Slamet Soedarsono mengatakan pemangkasan lapisan eselon bagian dari reformasi
birokrasi. Pada posisi ini akan muncul kompetisi, dan manfaat, pada sisi
penempatan, baik tingkat struktural maupun fungsional. ”Nanti akan dipahami
sendiri mengapa, dibuat seperti itu. Karena sejatinya jabatan dalam
pemerintahan cuma dua struktural dan fungsional,” terangnya, kemarin (21/10).

Struktural misalnya, lebih fokus pada pengambilan keputusan seperti
direktur dan kasubdit. Sementara fungsional lebih pada pengkaji, telaah,
berdasarkan spesialisasi background pendidikan atau sertifikasi. ”Artinya, ini
terpetakan. Jelas posisi kerjanya,” imbuh Slamet.

Saat ini, lanjut Slamet, fungsional semakin hari semakin besar perannya
baik melalui berbagai kompetensi dasar kepada profesi dan spesialisasi maka
mereka akan melengkapi fungsi birokrasi.”Ke depan posisinya lebih pada telaah
yang nantinya disampaikan ke pimpinan tertinggi. Gagasan bagian dari karya, ini
bentuk eksistensi di birokrasi,” ujarnya.

Selain itu, Slamet menuturkan bahwa perampingan struktur sebenarnya telah
ada dan dilakukan sejak kepemimpinan Jokowi jilid I namun skala kebijakan tersebut
tidak terlalu besar sehingga kurang diekspos. ”Ini diterapkan di Bappenas.
Strukturnya tidak sebanyak dulu yang ada eselon IV, sekarang di kedeputian itu
paling rendah eselon III. Kalau pusat saja bisa, artinya daerah sangat bisa,”
jelasnya.

Lalu kapan penerapannya? Slamet belum mengetahui. ”Kita tunggu saya
kabinetnya nanti. Kabinet itu akan melakukan perencanaan lebih terperinci
mengenai mana yang didahulukan dan dipercepat,” katanya.

Terpisah Pengamat Hukum Yusdiyanto Alam mengatakan penyederhanaan
eseloniasasi kecendrungannya memangkas birokrasi yang panjang. Birokrasi yang
kerap menuai kritik dari publik dan korup. ”Ini kan salah satu poinnya. Contoh
saja ketika Anda mengurus izin, berhari-hari dan harus menyiapkan anggaran yang
tidak sedikit. Alasannya belum dteken A, B maupun C. Ini yang tidak pas,”
terangnya.

Selama ini, sambung Dosen Hukum dan Tata Negara Universitas Lampung itu,
Aparatur Sipil Negara (ASN) bekerja untuk kepentingan pemerintah bukan kepala
daerah. “Termasuk kepala OPD harus mampu melaksanakan visi misi kepala daerah
yang direalisasikan dalam bentuk program pembangunan. Jadi yang ditonjolkan itu
kualitas kerja, bukan kedekatan kepada kepala daerah untuk mempertahankan
jabatan,” terangnya.

Baca Juga :  Airlangga: Realisasi PEN Sudah Mencapai 456 Triliun Lebih

Ditambahkannya, permasalahan ASN, terutama pejabat Eselon II-IV di hampir
seluruh Pemprov maupun daerah lainnya di wilayah itu hampir sama. Isu terkait
gerbong kepala daerah mengisi jabatan strategis di pemerintahan kerap bergema
seusai pilkada.

Semestinya, pola perekrutan ASN dilakukan secara profesional, berdasarkan
kualitas, profesional dan kapasitas, bukan berdasarkan kedekatan atau komitmen
tertentu yang sama sekali tidak berhubungan dengan kepentingan pemerintah dan
masyarakat. Para pejabat juga jangan pula tergiring oleh kepentingan politik
tertentu, misalnya menjelang pilkada. Mereka harus taat aturan dan tetap
netral.

“Kalau benar ada pejabat Eselon II yang tidak disiplin, semestinya diberi
sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, bukan disuruh mengundurkan diri. Atau ada
ASN karena adik iparnya Walikota eh, baru berapa tahun jadi ASN sudah bisa
menempati posisi sekretaris dinas, ini kan ga masuk akal. Maka pentingnya dipangkas
eselonisasi,” tegasnya.

Terpisah Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan pemangkasan
proses birokrasi seperti yang direncanakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan
Wakil Presiden Ma’ruf Amin harus turut meyentuh tataran birokrasi di
pemerintahan daerah karena justeru hambatan pemrosesan izin usaha dan investasi
selama ini banyak berhulu di daerah.

Kegusaran Presiden Jokowi mengenai sulitnya perizinan investasi, hingga
mandeknya pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) banyak disebabkan
rumitnya birokrasi di pemerintahan daerah.

Hambatan di birokrasi daerah itu membuat deregulasi kebijakan yang
dilakukan pemerintah pusat menjadi tidak efektif. “Yang perlu pemerintah
perhatikan juga ialah peraturan dan birokrasi di tingkat daerah, karena dalam
beberapa kasus, meskipun aturan pusat telah melakukan deregulasi, namun aturan
dan birokrasi daerah menjadi bottleneck (hambatan) investasi dan pengembangan
UMKM,” ujar dia.

Baca Juga :  Ternyata Ini Makna Filosofis Uang Pecahan Rp 75 Ribu, Kenali Juga Ci

Josua menanti gambaran detail mengenai rencana penyederhanaan birokrasi
yang digaungkan Presiden Jokowi saat pidato pelantikan Minggu (20/10). Upaya
perbaikan birokrasi yang telah dilakukan Presiden Jokowi dalam periode
pemerintahan 2014-2019tidak cukup untuk berkontribusi signifikan bagi reformasi
struktural perekonomian.

“Birokrasi ini sendiri kembali menjadi fokus pemerintah di periode kedua
kali ini karena meskipun perbaikan birokrasi telah berjalan dalam lima tahun
terakhir, tapi tidak cukup menarik investor di tengah isu perang dagang
AS-China dan tren perlambatan ekonomi global,” ujar dia.

Selain itu, rencana Presiden Jokowi untuk mengajak DPR dalam merumuskan dua
Undang-Undang (UU) yaitu UU Cipta Tenaga Kerja dan Pengembangan UMKM juga
sangat dinantikan realisasinya. “Diharapkan dalam kedua UU tersebut akan ada
peraturan terkait posisi pemerintah pusat terhadap intervensi peraturan daerah
terkait investasi dan usaha,” ujar dia.

Josua mengatakan dengan penciptaan lapangan kerja serta mendorong penguatan
UMKM, maka indeks kemudahan berbisnis (ease of doing business) serta tingkat
daya saing Indonesia akan meningkat dan mampu menyerap investasi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya, Minggu sore,
berjanji bakal memangkas jumlah eselon di pemerintahan. Hal itu bertujuan untuk
menyederhanakan birokrasi. “Penyederhanaan birokrasi harus terus kita lakukan
besar-besaran. Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan.
Prosedur yang panjang harus dipotong,” kata Jokowi saat pidato usai pelantikan
Presiden dan Wakil Presiden Periode 2019-2024 di Gedung MPR, Jakarta, Minggu
(20/8/2019).

Menurutnya saat ini jumlah eselon sudah terlalu banyak. Diketahui saat ini
terdapat empat level eselon dalam jabatan struktural di pemerintahan.
“Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa
tidak kebanyakan?” katanya.

Untuk itu, Jokowi bakal memotongnya hanya menjadi dua. Nantinya jabatan itu
akan diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keadilan dan kompetensi.
“Saya minta untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan
fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi,” katanya. (fin/ful/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru