33 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Sekolah Tatap Muka, KPAI: Jangan Jadikan Anak Kelinci Percobaan

KALTENGPOS.CO – Sekolah-sekolah yang berada di zona hijau maupun
kuning di seluruh daerah di Indonesia dinilai belum siap untuk melakukan
pembelajaran tatap muka di tengah pandemi Covid-19. Hal itu menyusul, keputusan
pemerintah yang mengizinkan pembukaan sekolah di zona kuning.

Komisioner Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan, belum siapnya sekolah-sekolah
untuk melakukan pembelajaran tatap muka karena banyak sekolah yang belum
membentuk tim gugus tugas Covid-19 di sekolahnya.

“Mayoritas sekolah masih bingung
mempersiapkan apa saja untuk menuju kenormalan baru, mereka butuh bimbingan dan
pengawasan,” kata Retno Listyarti di Jakarta, Selasa (11/8).

Retno menuturkan, bahwa KPAI
telah mengadakan pengawasan langsung ke sejumlah sekolah di berbagai tingkatan
seperti di Bekasi, Bogor, Depok, Bandung, Subang, Tangerang, Tangsel dan
Jakarta. Hasilnya, banyak sekolah yang tidak maksimal dalam memenuhi protokoler
kesehatan Covid-19.

“Melindungi anak bukan dengan
zona tapi dengan persiapan pencegahan bahaya penularan yang ketat,” ujarnya.

Menurut Retno, keadaan anak tetap
sehat saat dilepas kembali ke sekolah sangat tergantung persiapan sekolah yang
didukung semua stakeholder pendidikan.

“Artinya, kepercayaan dan
keberanian orang tua melepas anak kembali belajar tatap muka di sekolah sangat
tergantung dari persiapan regulasi dan praktek nyata sistem pencegahan bahaya
Covid-19 di sekolah,” tuturnya.

Penolakan kebijakan pembelajaran
tatap muka di sekolah juga diutarakan Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA).
Menurut pihaknya sepanjang vaksin korona (covid-19) belum ditemukan, maka anak
masih harus melanjutkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

“Jangan jadikan anak sebagai
Kelinci percobaan untuk virus corona. Saya menolak pembelajaran tatap muka,”
kata Ketua KNPA, Arist Merdeka Sirait dalam keterangannya.

Baca Juga :  Cium Aroma Korupsi di Kemenkum HAM, KPK Mulai Kumpulkan Bukti

Menurut Arist, apapun alasannya,
membuka sekolah untuk tatap muka di tengah pandemi tak bisa ditolerir. Tak ada
jaminan zona aman virus corona, meski telah memiliki status warna hijau
sekalipun.

“Hari ini situasinya hijau,
hitungan detik bisa berubah, begitu cepat menjadi merah atau kuning. Maka
menjadi pertanyaan siapa sesungguhnya yang menentukan suatu wilayah mempunyai
predikat sebagai zona hijau, merah, kuning dan oranye itu,” terangnya.

Pertimbangan lain, kata Arist,
ada dalam konteks hak asasi. Setiap anak mempunyai hak hidup dan hak atas
kesehatan. Menurutnya, dalam kondisi seperti ini pemerintah harusnya dituntut
hadir untuk memberikan perlindungan kepada anak dalam situasi darurat
pendidikan.

“Masalah pendidikan tahun 2020
bukanlah hanya masalah bangsa kita, namun telah menjadi persoalan global
education. Demikian juga jika dilihat dalam sudut pandang Konvensi PBB tentang
hak anak, situasi pendidikan kita saat ini dalam situasi darurat pendikan,”
tuturnya.

Sementara itu, Juru bicara Satgas
Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, untuk lembaga pendidikan untuk membuka
kegiatan belajar tatap muka harus memenuhi persyaratan yang ketat. Salah
satunya, sekolah wajib menjalankan simulasi dan harus menyediakan fasilitas
mencuci tangan.

“Satuan pendidikan tidak dapat
melakukan pembelajaran tatap muka tanpa adanya persetujuan dari pemda atau
kantor wilayah, kepala sekolah, dan komite sekolah,” ujar Wiku.

Terlebih, Wiku menegaskan, bahwa
keputusan akhir berangkat atau tidaknya peserta didik ke sekolah harus seizin
orang tua siswa. Artinya, jika orang siswa tua tidak setuju atau belum setuju,
peserta didik diperbolehkan belajar dari rumah. “Ini tidak dapat dipaksakan,”
tegasnya.

Baca Juga :  Cek Ini, Link Pendaftaran CPNS 2021 Formasi Lulusan SMA dan SMK

Selain itu, lajnjut Wiki,
kapasitas pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap, dengan jumlah
40 persen sampai 50 persen. Bila wilayah berubah menjadi zona risiko sedang
atau tinggi, pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan tersebut.

“Namun, proses tersebut harus
dilakukan bertahap dengan evaluasi. Bagi daerah yang akan tatap muka perlu
pengawalan dengan ketat protokol kesehatannya,” terangnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Nadiem Makarim menambahkan, bahwa pembukaan sekolah tatap muka
menggunakan sistem buka tutup. Artinya, jika sekolah di zona kuning atau hijau
terdapat warga sekolah yang terpapar Covid-19 maka pembelajaran tatap muka
harus langsung ditiadakan kembali.

“Jika terjadi perubahan status
zona maka pembelajaran tatap muka tidak boleh dilakukan lagi. Jika terbukti ada
kasus terpapar dalam satuan sekolah,” kata Nadiem.

Nadiem menuturkan, meskipun
sekolah di zona hijau sudah sejak lama diizinkan dibuka, hanya sekitar 15-25
persen saja yang melakukan pembelajaran tatap muka. Sebab, protokol kesehatan
yang diterapkan sangat ketat dan tidak semua sekolah mampu memenuhinya.

“Dibukanya sekolah di zona kuning
ini akan terus diobservasi oleh Kemendikbud. Jadi kebijakan ini jangan ada
mispersepsi. Jadi dari pusat, karena sekolah itu dimiliki daerah, dari pusat
kami hanya memperbolehkan pemda dan komite sekolah mengambil keputusan,”
pungkasnya.

Seperti diketahui, pemerintah
melakukan revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri Tentang Panduan
Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Baru 2020/2021 Masa Pandemi
Covid-19. Revisi tersebut yaitu memperbolehkan sekolah tatap muka di zona
kuning dan hijau.

KALTENGPOS.CO – Sekolah-sekolah yang berada di zona hijau maupun
kuning di seluruh daerah di Indonesia dinilai belum siap untuk melakukan
pembelajaran tatap muka di tengah pandemi Covid-19. Hal itu menyusul, keputusan
pemerintah yang mengizinkan pembukaan sekolah di zona kuning.

Komisioner Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan, belum siapnya sekolah-sekolah
untuk melakukan pembelajaran tatap muka karena banyak sekolah yang belum
membentuk tim gugus tugas Covid-19 di sekolahnya.

“Mayoritas sekolah masih bingung
mempersiapkan apa saja untuk menuju kenormalan baru, mereka butuh bimbingan dan
pengawasan,” kata Retno Listyarti di Jakarta, Selasa (11/8).

Retno menuturkan, bahwa KPAI
telah mengadakan pengawasan langsung ke sejumlah sekolah di berbagai tingkatan
seperti di Bekasi, Bogor, Depok, Bandung, Subang, Tangerang, Tangsel dan
Jakarta. Hasilnya, banyak sekolah yang tidak maksimal dalam memenuhi protokoler
kesehatan Covid-19.

“Melindungi anak bukan dengan
zona tapi dengan persiapan pencegahan bahaya penularan yang ketat,” ujarnya.

Menurut Retno, keadaan anak tetap
sehat saat dilepas kembali ke sekolah sangat tergantung persiapan sekolah yang
didukung semua stakeholder pendidikan.

“Artinya, kepercayaan dan
keberanian orang tua melepas anak kembali belajar tatap muka di sekolah sangat
tergantung dari persiapan regulasi dan praktek nyata sistem pencegahan bahaya
Covid-19 di sekolah,” tuturnya.

Penolakan kebijakan pembelajaran
tatap muka di sekolah juga diutarakan Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA).
Menurut pihaknya sepanjang vaksin korona (covid-19) belum ditemukan, maka anak
masih harus melanjutkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

“Jangan jadikan anak sebagai
Kelinci percobaan untuk virus corona. Saya menolak pembelajaran tatap muka,”
kata Ketua KNPA, Arist Merdeka Sirait dalam keterangannya.

Baca Juga :  Cium Aroma Korupsi di Kemenkum HAM, KPK Mulai Kumpulkan Bukti

Menurut Arist, apapun alasannya,
membuka sekolah untuk tatap muka di tengah pandemi tak bisa ditolerir. Tak ada
jaminan zona aman virus corona, meski telah memiliki status warna hijau
sekalipun.

“Hari ini situasinya hijau,
hitungan detik bisa berubah, begitu cepat menjadi merah atau kuning. Maka
menjadi pertanyaan siapa sesungguhnya yang menentukan suatu wilayah mempunyai
predikat sebagai zona hijau, merah, kuning dan oranye itu,” terangnya.

Pertimbangan lain, kata Arist,
ada dalam konteks hak asasi. Setiap anak mempunyai hak hidup dan hak atas
kesehatan. Menurutnya, dalam kondisi seperti ini pemerintah harusnya dituntut
hadir untuk memberikan perlindungan kepada anak dalam situasi darurat
pendidikan.

“Masalah pendidikan tahun 2020
bukanlah hanya masalah bangsa kita, namun telah menjadi persoalan global
education. Demikian juga jika dilihat dalam sudut pandang Konvensi PBB tentang
hak anak, situasi pendidikan kita saat ini dalam situasi darurat pendikan,”
tuturnya.

Sementara itu, Juru bicara Satgas
Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, untuk lembaga pendidikan untuk membuka
kegiatan belajar tatap muka harus memenuhi persyaratan yang ketat. Salah
satunya, sekolah wajib menjalankan simulasi dan harus menyediakan fasilitas
mencuci tangan.

“Satuan pendidikan tidak dapat
melakukan pembelajaran tatap muka tanpa adanya persetujuan dari pemda atau
kantor wilayah, kepala sekolah, dan komite sekolah,” ujar Wiku.

Terlebih, Wiku menegaskan, bahwa
keputusan akhir berangkat atau tidaknya peserta didik ke sekolah harus seizin
orang tua siswa. Artinya, jika orang siswa tua tidak setuju atau belum setuju,
peserta didik diperbolehkan belajar dari rumah. “Ini tidak dapat dipaksakan,”
tegasnya.

Baca Juga :  Cek Ini, Link Pendaftaran CPNS 2021 Formasi Lulusan SMA dan SMK

Selain itu, lajnjut Wiki,
kapasitas pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap, dengan jumlah
40 persen sampai 50 persen. Bila wilayah berubah menjadi zona risiko sedang
atau tinggi, pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan tersebut.

“Namun, proses tersebut harus
dilakukan bertahap dengan evaluasi. Bagi daerah yang akan tatap muka perlu
pengawalan dengan ketat protokol kesehatannya,” terangnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Nadiem Makarim menambahkan, bahwa pembukaan sekolah tatap muka
menggunakan sistem buka tutup. Artinya, jika sekolah di zona kuning atau hijau
terdapat warga sekolah yang terpapar Covid-19 maka pembelajaran tatap muka
harus langsung ditiadakan kembali.

“Jika terjadi perubahan status
zona maka pembelajaran tatap muka tidak boleh dilakukan lagi. Jika terbukti ada
kasus terpapar dalam satuan sekolah,” kata Nadiem.

Nadiem menuturkan, meskipun
sekolah di zona hijau sudah sejak lama diizinkan dibuka, hanya sekitar 15-25
persen saja yang melakukan pembelajaran tatap muka. Sebab, protokol kesehatan
yang diterapkan sangat ketat dan tidak semua sekolah mampu memenuhinya.

“Dibukanya sekolah di zona kuning
ini akan terus diobservasi oleh Kemendikbud. Jadi kebijakan ini jangan ada
mispersepsi. Jadi dari pusat, karena sekolah itu dimiliki daerah, dari pusat
kami hanya memperbolehkan pemda dan komite sekolah mengambil keputusan,”
pungkasnya.

Seperti diketahui, pemerintah
melakukan revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri Tentang Panduan
Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Baru 2020/2021 Masa Pandemi
Covid-19. Revisi tersebut yaitu memperbolehkan sekolah tatap muka di zona
kuning dan hijau.

Terpopuler

Artikel Terbaru