33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Tahun Baru, Tarif Baru BPJS Kesehatan, Tol, dan Cukai Rokok Berlaku

Pergantian tahun
menandai berlakunya tarif baru sejumlah layanan publik. Sebut saja iuran Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, tarif sejumlah ruas tol, hingga
cukai rokok.

Sebagaimana diketahui,
pemerintah telah menetapkan perubahan tarif iuran BPJS Kesehatan pada Oktober
lalu.

Untuk kelas III,
tarifnya naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu per orang. Kemudian, tarif
kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu dan kelas I naik dari Rp 80
ribu menjadi Rp 160 ribu per orang. Kemudian, untuk kelompok penerima bantuan
iuran (PBI) yang iurannya dibiayai APBN, tarifnya naik dari Rp 23 ribu jadi Rp
42 ribu.

Kenaikan iuran BPJS
Kesehatan tersebut memicu sebagian besar peserta turun kelas. Akibatnya, rumah
sakit harus memiliki daya tampung lebih bagi peserta kelas III.

Ketua Bidang Advokasi
BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang
berlaku per Januari 2020 berdampak pada kepesertaan. Dia memperkirakan kenaikan
iuran itu bisa memicu 50 persen peserta kategori pekerja bukan penerima upah
(PBPU) atau mandiri bakal turun kelas. Selain itu, 60 persen peserta kategori
PBPU bakal nonaktif alias berhenti mengiur. ”Di Juni 2019 saja, PBPU yang
nonaktif ada 49 persen,” ungkapnya kemarin (31/12).

Timboel menyebutkan
bahwa kenaikan iuran itu memiliki dampak positif dan negatif. Dampak
positifnya, pendapatan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2020 akan
semakin besar. Meskipun kenaikan iuran tidak akan menjamin defisit bakal
teratasi.

Namun, kenaikan iuran
juga akan berdampak pada potensi peserta nonaktif yang semakin besar. Baik PBPU
maupun PBI yang bersumber dari APBD. Demikian juga masyarakat yang belum
terdaftar BPJS Kesehatan, akan enggan untuk mendaftar. Dengan adanya potensi itu,
UHC (universal health coverage) kepesertaan akan semakin sulit dicapai.

Di tengah perubahan
tarif iuran tersebut, Timboel berharap pemerintah dan BPJS Kesehatan bisa fokus
untuk mengatasi sejumlah persoalan. Juga memastikan layanan JKN atau BPJS
Kesehatan semakin baik. ”BPJS Kesehatan harus proaktif dan inovatif dalam
melayani peserta. Sehingga peserta PBPU yang nonaktif akan menjadi disiplin
membayar,” tuturnya. Masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan pun bisa
segera mendaftar.

Anggota Komisi IX DPR
Edy Wuryanto menuturkan, iuran peserta mandiri (bukan penerima upah dan bukan
pekerja) kelas III tetap naik menjadi Rp 42 ribu. Namun, pemerintah akan
memberikan subsidi untuk membayar kenaikan iuran tersebut. ’’Kami sudah sepakat
dengan Menkes dan BPJS yang kelas III mandiri tetap di angka Rp 25.500. Tidak
naik. Kenaikan iuran yang menanggung negara,’’ kata Edy kemarin.

Dia mengakui bahwa
kenaikan tersebut bisa membuat jumlah peserta kelas III meningkat tajam pada
2020. Karena itu, dia meminta Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk
meningkatkan kapasitas pelayanan di rumah sakit bagi peserta kelas III.

Baca Juga :  Pendaftaran CASN 2021 Diperpanjang 5 Hari

Selama ini, kata dia,
rumah sakit hanya menyediakan rata-rata 30 persen dari total kapasitas rawat
inap. ’’Harus dinaikkan menjadi 50–60 persen untuk layanan kesehatan kelas III.
Biar antrenya tidak terlalu panjang,’’ jelasnya. Selain itu, pemerintah harus
memperbanyak rumah sakit tipe D di daerah.

Pada bagian lain,
Deputi Direksi Bidang Layanan Peserta BPJS Kesehatan Arief Syaefudin mengakui
memang ada kunjungan yang cukup tinggi untuk urusan turun kelas baru-baru ini.
’’Cukup banyak telepon masuk yang ingin diproses untuk turun kelas,’’ ujarnya.
Mayoritas adalah peserta mandiri, baik dari kelas I maupun kelas II.

Direktur Perluasan dan
Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari menilai perubahan
tersebut wajar. Kondisi ekonomi orang bisa berubah. ’’Misalnya, ada 200 orang,
nggak banyak ya. Dari peserta 35 juta,’’ ungkapnya.

Andayani pun tak
khawatir soal potensi pendapatan yang berkurang. Risiko itu pasti ada. Namun,
sudah ada perhitungan pasti untuk biaya peserta mandiri kelas III. Artinya,
tidak ada tambahan beban.

BPJS Kesehatan
memberikan kemudahan khusus bagi peserta yang ingin turun kelas perawatan.
Terhitung sejak 9 Desember 2019 hingga 30 April 2020, peserta mandiri yang
ingin turun kelas rawatan bisa dilakukan tanpa perlu syarat yang berlaku
sebelumnya. Yakni, sudah berada di kelas yang lama selama setahun.

Tarif Tol

Tarif baru juga akan
dirasakan pengguna tol Surabaya-Mojokerto (Sumo). Tarif anyar akan berlaku per
3 Januari 2020. Kebijakan tersebut berdasar Surat Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 1220/KPTS/M/2019 tanggal 27 Desember
2019. Tarif tol Warugunung menuju Penompo atau sebaliknya kini Rp 38 ribu.

Kenaikan itu diikuti
dengan peningkatan pelayanan jalan tol. Misalnya penambahan gardu OAB (oblique
approach booth) di beberapa ruas. Yakni 5 OAB di exit dan 7 OAB di entrance
gerbang tol Warugunung. Lalu, ada penambahan 2 gardu entrance reversible di
gerbang tol Waru 5.

Peningkatan layanan
tersebut merupakan kompensasi dari penyesuaian tarif yang sebelumnya. Direktur
Utama PT Jasamarga Surabaya Mojokerto Roy Ardian melalui rilisnya menyampaikan,
penyesuaian tarif tol dilaksanakan dua tahun sekali. ’’Itu sesuai dengan
regulasi yang ada,’’ katanya.

Kebijakan baru itu
berorientasi pada kenyamanan pengguna jalan. Banyak catatan setelah PT
Jasamarga Surabaya Mojokerto melakukan evaluasi. Salah satunya, fasilitas
top-up yang sering dibutuhkan pengguna jalan.

Cukai Rokok

Pemerintah memastikan
bahwa kenaikan cukai rokok mulai berlaku hari ini (1/1). Dalam Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau,
diputuskan kenaikan tarif cukai rokok rata-rata 23 persen. Harga jual eceran
rokok juga dinaikkan hingga 35 persen.

”(Rokok yang
menggunakan pita cukai mulai, Red) 1 Januari 2020 pasti naik,” kata Kepala
Subdirektorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro
kepada Jawa Pos kemarin (31/12).

Baca Juga :  Ibunda Presiden Jokowi Meninggal Dunia

Rokok yang diproduksi
sebelum 1 Januari 2020 dan masih menggunakan cukai keluaran 2019 masih
diperbolehkan dipasarkan dengan harga lama. ”Untuk rokok lama dengan pita cukai
lama, itu masih boleh beredar,” ujarnya.

Kenaikan cukai rokok
tidak berlaku untuk semua jenis rokok. Kenaikan cukai rokok berlaku untuk rokok
sigaret keretek mesin (SKM) dengan kenaikan tarif 23,29 persen. Selain itu,
cukai rokok sigaret putih mesin (SPM) naik 29,95 persen dan cukai rokok sigaret
keretek tangan (SKT) naik 12,84 persen. ”Sedangkan jenis produk tembakau iris,
rokok daun, sigaret kelembek kemenyan, dan cerutu tidak mengalami kenaikan
tarif cukai,” terang Deni.

Soal kenaikan cukai
vape, Deni memastikan bahwa hal tersebut belum diputuskan. Padahal, pemerintah
sebelumnya menyatakan bakal menaikkan cukai untuk cairan rokok elektrik (vape)
mulai 1 Januari 2020. Berdasar PMK 152/PMK.010/2019, cukai vape akan naik 25
persen dari harga yang berlaku sekarang. Saat ini tarif cukai cairan vape
dikenai sebesar 57 persen dari harga jualnya.

Kepala Badan Pusat
Statistik (BPS) Suhariyanto mengakui potensi inflasi akibat kenaikan cukai
rokok. Saat ini kenaikan harga rokok keretek filter rata-rata menyumbang
inflasi 0,01 persen. ”Nanti kita lihat bulan Januari kalau ia (rokok) naik 35
persen seperti apa. Kalau (kenaikan) nggak seketika, nyebar ke bulan-bulan dan
naiknya halus, tentu dampaknya akan semakin kecil,” paparnya.

Pengamat ekonomi Indef
Bhima Yudhistira menilai kenaikan cukai rokok berdampak negatif karena tidak
sebanding dengan pendapatan masyarakat. Upah minimum hanya naik 8,51 persen,
sedangkan harga rokok naik 35 persen. Hal itu nanti berdampak ke penurunan daya
beli masyarakat, khususnya masyarakat rentan miskin dan miskin. Sebab, sebagian
besar konsumen rokok ada di kelompok tersebut.

”Sementara vape
sebagai alternatif rokok kan masih kecil share-nya, tapi sudah dibebani cukai
yang kelewat tinggi. Ujungnya, orang tetap beralih mengonsumsi rokok yang
risikonya lebih tinggi meski harganya sama-sama naik,” papar Bhima.

Keputusan pemerintah
menaikkan tarif cukai rokok dinilai cukup memberatkan pelaku usaha. Ketua Umum
Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengklaim
bahwa industri rokok mengalami tren yang stagnan, bahkan cenderung menurun,
dalam beberapa tahun terakhir. Produksi rokok pun turun rata-rata 1–2 persen per
tahun.

Imbasnya, pabrikan
rokok yang gulung tikar pun bertambah banyak. Pada 2012, ungkap Muhaimin,
jumlah pabrik rokok mencapai seribu. Saat ini hanya tersisa 456 pabrik.
Persoalannya adalah harga rokok terus naik mengikuti tarif cukai dan biaya
produksi. ”Mayoritas konsumen lebih memilih rokok-rokok value for money dengan
kisaran harga Rp 15.000 sampai Rp 20.000,” ujarnya.

Kenaikan cukai rokok
sebesar 23 persen dan harga jual eceran 35 persen diyakini akan mendorong
peredaran rokok ilegal. Muhaimin mengungkapkan, Malaysia merasakan imbas
kenaikan cukai rokok secara progresif pada 2015.(jpc)

Pergantian tahun
menandai berlakunya tarif baru sejumlah layanan publik. Sebut saja iuran Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, tarif sejumlah ruas tol, hingga
cukai rokok.

Sebagaimana diketahui,
pemerintah telah menetapkan perubahan tarif iuran BPJS Kesehatan pada Oktober
lalu.

Untuk kelas III,
tarifnya naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu per orang. Kemudian, tarif
kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu dan kelas I naik dari Rp 80
ribu menjadi Rp 160 ribu per orang. Kemudian, untuk kelompok penerima bantuan
iuran (PBI) yang iurannya dibiayai APBN, tarifnya naik dari Rp 23 ribu jadi Rp
42 ribu.

Kenaikan iuran BPJS
Kesehatan tersebut memicu sebagian besar peserta turun kelas. Akibatnya, rumah
sakit harus memiliki daya tampung lebih bagi peserta kelas III.

Ketua Bidang Advokasi
BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang
berlaku per Januari 2020 berdampak pada kepesertaan. Dia memperkirakan kenaikan
iuran itu bisa memicu 50 persen peserta kategori pekerja bukan penerima upah
(PBPU) atau mandiri bakal turun kelas. Selain itu, 60 persen peserta kategori
PBPU bakal nonaktif alias berhenti mengiur. ”Di Juni 2019 saja, PBPU yang
nonaktif ada 49 persen,” ungkapnya kemarin (31/12).

Timboel menyebutkan
bahwa kenaikan iuran itu memiliki dampak positif dan negatif. Dampak
positifnya, pendapatan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2020 akan
semakin besar. Meskipun kenaikan iuran tidak akan menjamin defisit bakal
teratasi.

Namun, kenaikan iuran
juga akan berdampak pada potensi peserta nonaktif yang semakin besar. Baik PBPU
maupun PBI yang bersumber dari APBD. Demikian juga masyarakat yang belum
terdaftar BPJS Kesehatan, akan enggan untuk mendaftar. Dengan adanya potensi itu,
UHC (universal health coverage) kepesertaan akan semakin sulit dicapai.

Di tengah perubahan
tarif iuran tersebut, Timboel berharap pemerintah dan BPJS Kesehatan bisa fokus
untuk mengatasi sejumlah persoalan. Juga memastikan layanan JKN atau BPJS
Kesehatan semakin baik. ”BPJS Kesehatan harus proaktif dan inovatif dalam
melayani peserta. Sehingga peserta PBPU yang nonaktif akan menjadi disiplin
membayar,” tuturnya. Masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan pun bisa
segera mendaftar.

Anggota Komisi IX DPR
Edy Wuryanto menuturkan, iuran peserta mandiri (bukan penerima upah dan bukan
pekerja) kelas III tetap naik menjadi Rp 42 ribu. Namun, pemerintah akan
memberikan subsidi untuk membayar kenaikan iuran tersebut. ’’Kami sudah sepakat
dengan Menkes dan BPJS yang kelas III mandiri tetap di angka Rp 25.500. Tidak
naik. Kenaikan iuran yang menanggung negara,’’ kata Edy kemarin.

Dia mengakui bahwa
kenaikan tersebut bisa membuat jumlah peserta kelas III meningkat tajam pada
2020. Karena itu, dia meminta Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk
meningkatkan kapasitas pelayanan di rumah sakit bagi peserta kelas III.

Baca Juga :  Pendaftaran CASN 2021 Diperpanjang 5 Hari

Selama ini, kata dia,
rumah sakit hanya menyediakan rata-rata 30 persen dari total kapasitas rawat
inap. ’’Harus dinaikkan menjadi 50–60 persen untuk layanan kesehatan kelas III.
Biar antrenya tidak terlalu panjang,’’ jelasnya. Selain itu, pemerintah harus
memperbanyak rumah sakit tipe D di daerah.

Pada bagian lain,
Deputi Direksi Bidang Layanan Peserta BPJS Kesehatan Arief Syaefudin mengakui
memang ada kunjungan yang cukup tinggi untuk urusan turun kelas baru-baru ini.
’’Cukup banyak telepon masuk yang ingin diproses untuk turun kelas,’’ ujarnya.
Mayoritas adalah peserta mandiri, baik dari kelas I maupun kelas II.

Direktur Perluasan dan
Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari menilai perubahan
tersebut wajar. Kondisi ekonomi orang bisa berubah. ’’Misalnya, ada 200 orang,
nggak banyak ya. Dari peserta 35 juta,’’ ungkapnya.

Andayani pun tak
khawatir soal potensi pendapatan yang berkurang. Risiko itu pasti ada. Namun,
sudah ada perhitungan pasti untuk biaya peserta mandiri kelas III. Artinya,
tidak ada tambahan beban.

BPJS Kesehatan
memberikan kemudahan khusus bagi peserta yang ingin turun kelas perawatan.
Terhitung sejak 9 Desember 2019 hingga 30 April 2020, peserta mandiri yang
ingin turun kelas rawatan bisa dilakukan tanpa perlu syarat yang berlaku
sebelumnya. Yakni, sudah berada di kelas yang lama selama setahun.

Tarif Tol

Tarif baru juga akan
dirasakan pengguna tol Surabaya-Mojokerto (Sumo). Tarif anyar akan berlaku per
3 Januari 2020. Kebijakan tersebut berdasar Surat Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 1220/KPTS/M/2019 tanggal 27 Desember
2019. Tarif tol Warugunung menuju Penompo atau sebaliknya kini Rp 38 ribu.

Kenaikan itu diikuti
dengan peningkatan pelayanan jalan tol. Misalnya penambahan gardu OAB (oblique
approach booth) di beberapa ruas. Yakni 5 OAB di exit dan 7 OAB di entrance
gerbang tol Warugunung. Lalu, ada penambahan 2 gardu entrance reversible di
gerbang tol Waru 5.

Peningkatan layanan
tersebut merupakan kompensasi dari penyesuaian tarif yang sebelumnya. Direktur
Utama PT Jasamarga Surabaya Mojokerto Roy Ardian melalui rilisnya menyampaikan,
penyesuaian tarif tol dilaksanakan dua tahun sekali. ’’Itu sesuai dengan
regulasi yang ada,’’ katanya.

Kebijakan baru itu
berorientasi pada kenyamanan pengguna jalan. Banyak catatan setelah PT
Jasamarga Surabaya Mojokerto melakukan evaluasi. Salah satunya, fasilitas
top-up yang sering dibutuhkan pengguna jalan.

Cukai Rokok

Pemerintah memastikan
bahwa kenaikan cukai rokok mulai berlaku hari ini (1/1). Dalam Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau,
diputuskan kenaikan tarif cukai rokok rata-rata 23 persen. Harga jual eceran
rokok juga dinaikkan hingga 35 persen.

”(Rokok yang
menggunakan pita cukai mulai, Red) 1 Januari 2020 pasti naik,” kata Kepala
Subdirektorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro
kepada Jawa Pos kemarin (31/12).

Baca Juga :  Ibunda Presiden Jokowi Meninggal Dunia

Rokok yang diproduksi
sebelum 1 Januari 2020 dan masih menggunakan cukai keluaran 2019 masih
diperbolehkan dipasarkan dengan harga lama. ”Untuk rokok lama dengan pita cukai
lama, itu masih boleh beredar,” ujarnya.

Kenaikan cukai rokok
tidak berlaku untuk semua jenis rokok. Kenaikan cukai rokok berlaku untuk rokok
sigaret keretek mesin (SKM) dengan kenaikan tarif 23,29 persen. Selain itu,
cukai rokok sigaret putih mesin (SPM) naik 29,95 persen dan cukai rokok sigaret
keretek tangan (SKT) naik 12,84 persen. ”Sedangkan jenis produk tembakau iris,
rokok daun, sigaret kelembek kemenyan, dan cerutu tidak mengalami kenaikan
tarif cukai,” terang Deni.

Soal kenaikan cukai
vape, Deni memastikan bahwa hal tersebut belum diputuskan. Padahal, pemerintah
sebelumnya menyatakan bakal menaikkan cukai untuk cairan rokok elektrik (vape)
mulai 1 Januari 2020. Berdasar PMK 152/PMK.010/2019, cukai vape akan naik 25
persen dari harga yang berlaku sekarang. Saat ini tarif cukai cairan vape
dikenai sebesar 57 persen dari harga jualnya.

Kepala Badan Pusat
Statistik (BPS) Suhariyanto mengakui potensi inflasi akibat kenaikan cukai
rokok. Saat ini kenaikan harga rokok keretek filter rata-rata menyumbang
inflasi 0,01 persen. ”Nanti kita lihat bulan Januari kalau ia (rokok) naik 35
persen seperti apa. Kalau (kenaikan) nggak seketika, nyebar ke bulan-bulan dan
naiknya halus, tentu dampaknya akan semakin kecil,” paparnya.

Pengamat ekonomi Indef
Bhima Yudhistira menilai kenaikan cukai rokok berdampak negatif karena tidak
sebanding dengan pendapatan masyarakat. Upah minimum hanya naik 8,51 persen,
sedangkan harga rokok naik 35 persen. Hal itu nanti berdampak ke penurunan daya
beli masyarakat, khususnya masyarakat rentan miskin dan miskin. Sebab, sebagian
besar konsumen rokok ada di kelompok tersebut.

”Sementara vape
sebagai alternatif rokok kan masih kecil share-nya, tapi sudah dibebani cukai
yang kelewat tinggi. Ujungnya, orang tetap beralih mengonsumsi rokok yang
risikonya lebih tinggi meski harganya sama-sama naik,” papar Bhima.

Keputusan pemerintah
menaikkan tarif cukai rokok dinilai cukup memberatkan pelaku usaha. Ketua Umum
Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengklaim
bahwa industri rokok mengalami tren yang stagnan, bahkan cenderung menurun,
dalam beberapa tahun terakhir. Produksi rokok pun turun rata-rata 1–2 persen per
tahun.

Imbasnya, pabrikan
rokok yang gulung tikar pun bertambah banyak. Pada 2012, ungkap Muhaimin,
jumlah pabrik rokok mencapai seribu. Saat ini hanya tersisa 456 pabrik.
Persoalannya adalah harga rokok terus naik mengikuti tarif cukai dan biaya
produksi. ”Mayoritas konsumen lebih memilih rokok-rokok value for money dengan
kisaran harga Rp 15.000 sampai Rp 20.000,” ujarnya.

Kenaikan cukai rokok
sebesar 23 persen dan harga jual eceran 35 persen diyakini akan mendorong
peredaran rokok ilegal. Muhaimin mengungkapkan, Malaysia merasakan imbas
kenaikan cukai rokok secara progresif pada 2015.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru