33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Jangan Mendadak, Susun Persiapan Matang

Oleh AKH. MUZAKKI*


Kemendikbud harus bijak merespons daerah
dalam menyikapi PPDB tahun pelajaran 2019-2020. Pemberian sanksi kepada daerah
bukan solusi. Kementerian harus memberikan ruang kepada daerah untuk
modifikasi. Setidaknya untuk tahun ini.

Imbauan kementerian agar daerah saklek dengan
Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB hanya akan menimbulkan gejolak.

Terutama di lingkungan dinas pendidikan
(dispendik) daerah sebagai penyelenggara di lapangan.

Semangat Permendikbud 51/ 2018 tentang PPDB
sudah sangat bagus. Permendikbud tersebut memberikan akses kemudahan bagi
siswa. Terutama lewat sistem zonasi yang mendekatkan sekolah dengan rumah.

Permendikbud juga memberikan ruang terciptanya
pemerataan pendidikan. Lewat zonasi, ke depan tidak ada satu atau dua sekolah
saja yang unggul di setiap daerah. Sebab, input murid tersebar merata lewat
zonasi.

Tapi, semangat itu ternyata menemui jalan
berliku. Terutama di berbagai daerah di Indonesia. Yang mempunyai perbedaan
kualitas dan ruang pendidikan. Di DKI Jakarta, misalnya. Kuota zonasi telah
dimodifikasi.

Di Jatim, terutama di sekolah boarding school
seperti di pondok pesantren, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa juga telah
membuat kebijakan tambahan. Yakni, membuat surat keterangan pengasuh untuk
menggantikan kartu keluarga (KK).

Baca Juga :  Kotim Bercahaya Siap Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih

Itu dikeluarkan karena permendikbud hanya
mensyaratkan surat hasil ujian nasional (SHUN) dan KK. Padahal, kalau dibuat
saklek, semua pondok pesantren akan mengeluh. Sebab, banyak santri mereka yang
memang tidak tinggal di sekitar pondok. Tapi, dari luar daerah hingga luar
provinsi.

Di lapangan, permasalahan juga timbul. Aturan
juknis yang keluar mepet pelaksanaan. Itu membuat guru kalang kabut. Para wali
murid pun ribut. Saya melihat sendiri, ketika sidak ke beberapa sekolah dan
menyaksikan betapa susahnya mereka.

Para guru di hari Minggu di beberapa sekolah
harus masuk untuk mempersiapkan pengambilan PIN. Sementara itu, orang tua tak
kalah bingungnya. Mereka harap-harap cemas. Menanti aturan final
PPBD
. Yang dikeluarkan pemerintah atau sekolah.

Timbulnya permasalahan PPDB tahun ini tidak
terlepas dari kurangnya persiapan. Terutama di pemerintah pusat sebagai
pengambil keputusan. Permendikbud baru yang mengatur PPDB dikeluarkan Desember.
Sedangkan juknisnya rata-rata baru dikeluarkan bulan Mei di berbagai daerah.

Baca Juga :  Angka Kematian Tinggi, Pemkab Kapuas Sudah Melakukan 2.500 Rapid Test

Juknis yang dikeluarkan pun telah
dimodifikasi. Ada yang sedikit diubah. Ada pula yang banyak. Semua itu tidak
terlepas dari masukan dari banyak pihak. Kemudian, kini Mendikbud menegaskan
agar daerah tetap patuh sesuai permendikbud. Dari fenomena tersebut, berarti
ada yang tidak sinkron antara pengambil keputusan dan pihak yang melaksanakan.

Solusi dari permasalahan tersebut adalah
persiapan yang matang. Mulai Juli nanti, pemerintah pusat harus segera
menyiapkan PPDB tahun pelajaran 2020-2021. Pusat harus memerintah daerah.
Memberikan usulan dan masukan soal kekhasan wilayah masing-masing.

Setelah itu, pemerintah pusat melakukan
sinkronisasi. Meramu semua masukan. Dari berbagai usulan yang disampaikan oleh
wilayah untuk menjadi kebijakan secara nasional. Yang bisa menampung semua
variasi wilayah.

Selain mengeluarkan permendikbud, pemerintah bisa
juga mengeluarkan juknisnya. Sebagai panduan ke daerah secara terperinci dan
teknis. Dengan begitu, semangat Kemendikbud mengenai pemerataan pendidikan ke
depan tidak hanya baik secara filosofis. Tapi, juga diterima secara teknis dan
praktis oleh semua kalangan. (*)

*) Guru besar UINSA, ketua Dewan
Pendidikan Jawa Timur

 

Oleh AKH. MUZAKKI*


Kemendikbud harus bijak merespons daerah
dalam menyikapi PPDB tahun pelajaran 2019-2020. Pemberian sanksi kepada daerah
bukan solusi. Kementerian harus memberikan ruang kepada daerah untuk
modifikasi. Setidaknya untuk tahun ini.

Imbauan kementerian agar daerah saklek dengan
Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB hanya akan menimbulkan gejolak.

Terutama di lingkungan dinas pendidikan
(dispendik) daerah sebagai penyelenggara di lapangan.

Semangat Permendikbud 51/ 2018 tentang PPDB
sudah sangat bagus. Permendikbud tersebut memberikan akses kemudahan bagi
siswa. Terutama lewat sistem zonasi yang mendekatkan sekolah dengan rumah.

Permendikbud juga memberikan ruang terciptanya
pemerataan pendidikan. Lewat zonasi, ke depan tidak ada satu atau dua sekolah
saja yang unggul di setiap daerah. Sebab, input murid tersebar merata lewat
zonasi.

Tapi, semangat itu ternyata menemui jalan
berliku. Terutama di berbagai daerah di Indonesia. Yang mempunyai perbedaan
kualitas dan ruang pendidikan. Di DKI Jakarta, misalnya. Kuota zonasi telah
dimodifikasi.

Di Jatim, terutama di sekolah boarding school
seperti di pondok pesantren, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa juga telah
membuat kebijakan tambahan. Yakni, membuat surat keterangan pengasuh untuk
menggantikan kartu keluarga (KK).

Baca Juga :  Kotim Bercahaya Siap Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih

Itu dikeluarkan karena permendikbud hanya
mensyaratkan surat hasil ujian nasional (SHUN) dan KK. Padahal, kalau dibuat
saklek, semua pondok pesantren akan mengeluh. Sebab, banyak santri mereka yang
memang tidak tinggal di sekitar pondok. Tapi, dari luar daerah hingga luar
provinsi.

Di lapangan, permasalahan juga timbul. Aturan
juknis yang keluar mepet pelaksanaan. Itu membuat guru kalang kabut. Para wali
murid pun ribut. Saya melihat sendiri, ketika sidak ke beberapa sekolah dan
menyaksikan betapa susahnya mereka.

Para guru di hari Minggu di beberapa sekolah
harus masuk untuk mempersiapkan pengambilan PIN. Sementara itu, orang tua tak
kalah bingungnya. Mereka harap-harap cemas. Menanti aturan final
PPBD
. Yang dikeluarkan pemerintah atau sekolah.

Timbulnya permasalahan PPDB tahun ini tidak
terlepas dari kurangnya persiapan. Terutama di pemerintah pusat sebagai
pengambil keputusan. Permendikbud baru yang mengatur PPDB dikeluarkan Desember.
Sedangkan juknisnya rata-rata baru dikeluarkan bulan Mei di berbagai daerah.

Baca Juga :  Angka Kematian Tinggi, Pemkab Kapuas Sudah Melakukan 2.500 Rapid Test

Juknis yang dikeluarkan pun telah
dimodifikasi. Ada yang sedikit diubah. Ada pula yang banyak. Semua itu tidak
terlepas dari masukan dari banyak pihak. Kemudian, kini Mendikbud menegaskan
agar daerah tetap patuh sesuai permendikbud. Dari fenomena tersebut, berarti
ada yang tidak sinkron antara pengambil keputusan dan pihak yang melaksanakan.

Solusi dari permasalahan tersebut adalah
persiapan yang matang. Mulai Juli nanti, pemerintah pusat harus segera
menyiapkan PPDB tahun pelajaran 2020-2021. Pusat harus memerintah daerah.
Memberikan usulan dan masukan soal kekhasan wilayah masing-masing.

Setelah itu, pemerintah pusat melakukan
sinkronisasi. Meramu semua masukan. Dari berbagai usulan yang disampaikan oleh
wilayah untuk menjadi kebijakan secara nasional. Yang bisa menampung semua
variasi wilayah.

Selain mengeluarkan permendikbud, pemerintah bisa
juga mengeluarkan juknisnya. Sebagai panduan ke daerah secara terperinci dan
teknis. Dengan begitu, semangat Kemendikbud mengenai pemerataan pendidikan ke
depan tidak hanya baik secara filosofis. Tapi, juga diterima secara teknis dan
praktis oleh semua kalangan. (*)

*) Guru besar UINSA, ketua Dewan
Pendidikan Jawa Timur

 

Terpopuler

Artikel Terbaru