30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Bawaslu Temukan 1.096 Pelanggaran Netralitas Pemilu oleh ASN-Polri dan

BADAN Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) men‎emukan aparatur sipil
negara (ASN), TNI, dan Polri yang tidak netral dalam penyelenggaran pemilu 2019
yang telah digelar. Padahal, orang-orang ini seharusnya menjunjung netralitas
dalam penyelenggaraan pemilu.

Ketua Bawaslu, Abhan mengatakan,
pihaknya menemukan 1.096 pelanggaran netralitas pemilu oleh ASN, TNI, dan
Polri. Sementara itu, sebanyak 162 kasus merupakan dugaan pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh anggota KPU dan/atau Bawaslu.

Menyusul temuan tersebut, Abhan
berharap sanksi bagi pelanggar bisa diperketat. “Supaya tidak terjadi
mobilisasi birokrasi. Apalagi ke depan tahun 2020 ada pilkada serentak. Tentu
harus ada aturan jelas dan tegas mengenai persoalan netralitas ASN,” ujar Abhan
dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (10/6).

Data Bawaslu menyebut, hingga 28
April 2019, ada 227 kasus pelanggaran netralitas pemilu oleh ASN yang tersebar
di 24 provinsi. Provinsi dengan pelanggaran terbanyak yakni Jawa Tengah (43),
Jawa Barat (33), dan Sulawesi Selatan (29).

Bentuk pelanggaran yang dilakukan
ASN di antaranya yakni, mencalonkan diri sebagai calon legislatif (caleg),
namun belum mengundurkan diri sebagai ASN. Bisa pula melakukan tindakan yang
menguntungkan peserta atau calon, melakukan tindakan menguntungkan peserta atau
calon di media sosial.

Baca Juga :  Ben-Ujang Pasangan Paling Ideal untuk Memimpin Kalteng

“Contoh bentuk pelanggaran
lainnya yakni hadir dalam kampanye, menggunakan atribut peserta pemilu atau
membagikan alat peraga kampanye, keterlibatan ASN sebagai tim kampanye peserta
pemilu, menghadiri kegiatan peserta pemilu (nonkampanye) dan menjadi anggota
partai politik,” katanya.‎

Dalam Perbawaslu Nomor 6 Tahun
2018 disampaikan cara hingga rekomendasi yang bisa diberikan Bawaslu ketika
menemukan temuan dugaan pelanggaran netralitas di lingkungan ASN, TNI, maupun
Polri. Penanganan dugaan pelanggaran berasal dari temuan dan laporan pada
setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.

Bawaslu lantas membuat kajian
dugaan dari setiap temuan yang ada hingga tersusun rekomendasi dengan
melampirkan kronologis dan hasil kajian. “Lalu, rekomendasi dapat dilanjutkan
ke KASN dengan melampirkan berkas. Setelah itu, dilakukan pengawasan atas
rekomendasi oleh instansi yang berwenang,” ungkapnya.

Dalam pengawasan pelanggaran
hukum terkait netralitas pihak ASN, Bawaslu mendapat mandat mengawasi.
Perbawaslu Nomor 6 Tahun 2018 merupakan acuan dalam menjalankan tugas secara
lugas. Tugas Bawaslu ini pun mendapat bantuan dari pihak pengawas Ad Hoc
(sementara) seperti Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN,
dan pengawas TPS.

Baca Juga :  Pemkab Sukamara Sambut Positif TMMD 108

Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014
Pasal 2 huruf f tentang ASN jelas tertera, asas, prinsip, nilai dasar, kode
etik, dan kode perilaku penyelenggaraan kebijakan, manajemen ASN salah satunya
berdasarkan asas netralitas.

Bahkan dalam Pasal 280 Ayat (2)
UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan, selain ASN, pimpinan MA atau MK
sampai perangkat desa dan kelurahan dilarang diikutsertakan dalam kegiatan
kampanye. Jika pihak-pihak tersebut tetap diikutsertakan dalam kampanye, maka
akan dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda.

Sanksi tersebut tertuang dalam
Pasal 494 UU 7 Tahun 2017 yang menyebutkan, setiap ASN, anggota TNI, dan Polri,
kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang
terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal
280 Ayat (3) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan
denda paling banyak Rp 12 juta. (JPC/KPC)

BADAN Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) men‎emukan aparatur sipil
negara (ASN), TNI, dan Polri yang tidak netral dalam penyelenggaran pemilu 2019
yang telah digelar. Padahal, orang-orang ini seharusnya menjunjung netralitas
dalam penyelenggaraan pemilu.

Ketua Bawaslu, Abhan mengatakan,
pihaknya menemukan 1.096 pelanggaran netralitas pemilu oleh ASN, TNI, dan
Polri. Sementara itu, sebanyak 162 kasus merupakan dugaan pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh anggota KPU dan/atau Bawaslu.

Menyusul temuan tersebut, Abhan
berharap sanksi bagi pelanggar bisa diperketat. “Supaya tidak terjadi
mobilisasi birokrasi. Apalagi ke depan tahun 2020 ada pilkada serentak. Tentu
harus ada aturan jelas dan tegas mengenai persoalan netralitas ASN,” ujar Abhan
dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (10/6).

Data Bawaslu menyebut, hingga 28
April 2019, ada 227 kasus pelanggaran netralitas pemilu oleh ASN yang tersebar
di 24 provinsi. Provinsi dengan pelanggaran terbanyak yakni Jawa Tengah (43),
Jawa Barat (33), dan Sulawesi Selatan (29).

Bentuk pelanggaran yang dilakukan
ASN di antaranya yakni, mencalonkan diri sebagai calon legislatif (caleg),
namun belum mengundurkan diri sebagai ASN. Bisa pula melakukan tindakan yang
menguntungkan peserta atau calon, melakukan tindakan menguntungkan peserta atau
calon di media sosial.

Baca Juga :  Ben-Ujang Pasangan Paling Ideal untuk Memimpin Kalteng

“Contoh bentuk pelanggaran
lainnya yakni hadir dalam kampanye, menggunakan atribut peserta pemilu atau
membagikan alat peraga kampanye, keterlibatan ASN sebagai tim kampanye peserta
pemilu, menghadiri kegiatan peserta pemilu (nonkampanye) dan menjadi anggota
partai politik,” katanya.‎

Dalam Perbawaslu Nomor 6 Tahun
2018 disampaikan cara hingga rekomendasi yang bisa diberikan Bawaslu ketika
menemukan temuan dugaan pelanggaran netralitas di lingkungan ASN, TNI, maupun
Polri. Penanganan dugaan pelanggaran berasal dari temuan dan laporan pada
setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.

Bawaslu lantas membuat kajian
dugaan dari setiap temuan yang ada hingga tersusun rekomendasi dengan
melampirkan kronologis dan hasil kajian. “Lalu, rekomendasi dapat dilanjutkan
ke KASN dengan melampirkan berkas. Setelah itu, dilakukan pengawasan atas
rekomendasi oleh instansi yang berwenang,” ungkapnya.

Dalam pengawasan pelanggaran
hukum terkait netralitas pihak ASN, Bawaslu mendapat mandat mengawasi.
Perbawaslu Nomor 6 Tahun 2018 merupakan acuan dalam menjalankan tugas secara
lugas. Tugas Bawaslu ini pun mendapat bantuan dari pihak pengawas Ad Hoc
(sementara) seperti Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN,
dan pengawas TPS.

Baca Juga :  Pemkab Sukamara Sambut Positif TMMD 108

Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014
Pasal 2 huruf f tentang ASN jelas tertera, asas, prinsip, nilai dasar, kode
etik, dan kode perilaku penyelenggaraan kebijakan, manajemen ASN salah satunya
berdasarkan asas netralitas.

Bahkan dalam Pasal 280 Ayat (2)
UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan, selain ASN, pimpinan MA atau MK
sampai perangkat desa dan kelurahan dilarang diikutsertakan dalam kegiatan
kampanye. Jika pihak-pihak tersebut tetap diikutsertakan dalam kampanye, maka
akan dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda.

Sanksi tersebut tertuang dalam
Pasal 494 UU 7 Tahun 2017 yang menyebutkan, setiap ASN, anggota TNI, dan Polri,
kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang
terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal
280 Ayat (3) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan
denda paling banyak Rp 12 juta. (JPC/KPC)

Terpopuler

Artikel Terbaru