PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Sidang kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) dugaan gratifikasi. Dan meminta uang ke sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang melibatkan terdakwa mantan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahny Ben Bahat masih berlanjut di tahapan pembuktian.
Tiga saksi a de charge atau saksi meringankan dihadirkan Penasehat Hukum Mantan Bupati Kapuas Ben Brahim dan Istri Ary Egahni untuk memberikan keterangan pada persidangan di Pengadilan Tipikor Palangkaraya, Kamis (26/10).
Tommy sendiri merupakan koordinator tim relawan saat terdakwa Ben mencalon sebagai calon Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) tahun 2020. Kemudian Rinto yang merupakan staf honorer di Pemerintah Kabupaten Kapuas dan juga sopir pribadi terdakwa Ary. Terakhir Yanuar Yasin Anwar yang merupakan anak dari kakak kandung dari terdakwa Ary
Ketua Majelis Hakim mengingatkan ketiga saksi untuk memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya. Karena jika ada indikasi saksi memberikan keterangan palsu maka dapat diancam hukuman penjara.
“Hati-hati kalau ngomong (di persidangan). Kalau kau (saksi) sudah indikasi berbohong itu memberatkan. Langsung atau tidak langsung. Maksudmu baik, dari awal sudah saya ingatkan,” ujar Ketua Majelis Hakim, Achmad Peten Sili.
Ketua Majelis Hakim mempertanyakan kesaksian yang disampaikan oleh Tommy Saputra di dalam persidangan. Peten Sili beberapa kali mengkonfirmasi kepada Tommy Saputra terkait dengan apakah ada sumbangan dana dari pihak ketiga untuk pembiayaan kampanye Ben sewaktu mencalon sebagai calon Gubernur Kalteng.
“Tidak ada yang mulia,” jawab Tommy Saputra menjawab pertanyaan hakim ketua.
“Benar tidak ada apa tidak tahu? Karena kalau tidak ada saudara bisa saudara pastikan itu?,” tegas hakim ketua menanyakan kembali kepada Tommy Saputra.
Tommy Saputra tetap menjawab tidak ada. Ia menjelaskan bahwa seluruh pendanaan kampanye untuk di wilayah Kabupaten Kapuas, seluruhnya menggunakan dana dari uang pribadi terdakwa Ben Brahim. Tidak ada sumbangan ataupun bantuan dari pihak lainnya, terkhusus Adi Chandra yang juga telah disebut-sebut dalam persidangan sebelumnya.
“Soal sumbangan-sumbangan kita tidak tahu. Kita tahunya semuanya dari pasangan calon,” ungkap Tommy Saputra.
Selan majelis hakim, pertanyaan terkait pendanaan kampanye Ben kepada Tommy Saputra juga dilontarkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa menanyakan apakah saksi mengetahui adanya transaksi antara Ben dengan Adi Chandra melalui rekening terdakwa.
“Saya tidak tahu,” jawab Tommy Saputra.
“Tidak tahukan bukannya tidak ada. Beda tidak tahu dan tidak ada ya. Kan bisa jadi Adi Chandra transfer ke pasangan calon (Ben),” lanjut JPU KPK.
Setelah Tommy Saputra, saksi berikutnya yang memberikan keterangan adalah Rinto. Ia menerangkan bahwa dirinya mengenal ajudan Ary yakni Debby Marcela Hutapea dan sopir pribadi Ben yakni Kristian Adinata.
Rinto mengungkapkan, Kristian Adinata sering menjual nama terdakwa Ben untuk meminta-minta uang kepada kepala organisasi perangkat daerah di Pemerintah Kabupaten Kapuas untuk kepentingan pribadinya. Kristian Adinata juga disebut pernah meminta uang kepada bendahara Pemerintah Kabupaten Kapuas untuk perbaikan mobil.
“Kristian Adinata sering jual nama bapak (Ben). Dia sering jual, harus sekarang diperbaikin (mobil), dengan nominal sekian,” terang Rinto.
Majelis hakim memberikan kesempatan kepada kedua terdakwa untuk menanggapi keterangan yang disampaikan saksi dalam persidangan. Terdakwa berterima kasih kepada seluruh saksi yang telah memberikan keterangan yang tidak menfitnah.
“Terima kasih kepada saudara dalam hal ini. Tidak memberikan keterangan yang memfitnah orang. Tuhan memberkatimu,” kata Ben.
Terkait dengan Kristian Adinata yang sering menjual nama terdakwa Ben sewaktu masih menjabat sebagai Bupati Kapuas. Ben membenarkan hal tersebut. Ia menyebutkan hal tersebut menjadi alasan dirinya memberhentikan Kristian Adinata sebagai supir pribadinya.
Kerabat Terdakwa Hadir sebagai Saksi
Selain koordinator relawan Ben saat pencalonan sebagai calon Gubernur Kalteng tahun 2020 dan sopir pribadi terdakwa Ary, Penasehat Hukum juga menghadirkan kerabat dekat Ary yakni Yanuar Yasin Anwar. Yanuar merupakan anak dari kakak kandung terdakwa Ary.
Di awal persidangan hakim ketua Achmad Peten Sili sempat mengingatkan Yanuar terkait dengan ketentuan undang-undang yang menyebutkan bahwa saksi yang memiliki hubungan kekerabatan untuk dapat mundur dan tidak memberikan keterangan dalam persidangan. Namun Yanuar tetap kekeh untuk memberikan keterangan.
Di hadapan majelis hakim, pria yang berprofesi sebagai pengusaha kontraktor ini menjelaskan terkait dengan kepemilikan rumah di Jalan Hangjebat, di Jakarta, yang saat ini statusnya masih dalam penyitaan KPK. Yanuar menyebutkan bahwa rumah tersebut bukan milik terdakwa Ary.
Yanuar menjelaskan. Bahwa rumah tersebut telah dibelinya dari Prilia Sasro dengan total harga Rp9 miliar pada tahun 2014. Dalam pembelian tersebut Ary tidak ada bantuan uang untuk pembayaran pembelian rumah tersebut. Setelah proses akad jual beli selesai, rumah tersebut langsung dialih namanya dari Prilia Sasro menjadi Yanuar Yasin Anwar.
Yanuar menyangkan terkait dengan penyitaan rumah tersebut. Dirinya mengatakan bahwa rumah tersebut merupakan hak milik dirinya. Terdakwa Ary tidak ada keterkaitan sekalipun dengan kepemilikan rumah tersebut.
Mendengarkan keterangan dari Yanuar Yasin Anwar, terdakwa Ary tidak membantah kesaksian yang disampaikan oleh anak kakaknya tersebut. Ia membenarkan bahwa dirinya hanya menumpang menginap saja di sana pada saat menjalankan tugasnya sebagai anggota DPR RI di Jakarta.(hfz/ind)