Site icon Prokalteng

Soekarno Bapakku

soekarno-bapakku

Soekarno
Bapakku

 

Soekarno
Bapakku

Soekarno
bapakku,

bangunlah
kau dari istirahat panjangmu

perhatikanlah
tanah airmu

yang
sekarang menjadi tanah airku

tanah
air yang pernah engkau menderita,

karena
engkau telah memperjuangkan kemerdekaannya

Soekarno
bapakku,

engkau
memang telah lama wafat

tapi
detak detik jantungmu terus melantunkan irama

dan
meyakinkan kami

bahwa
perjuanganmu tidak sia-sia

Engkau
memang manusia

tapi
jiwamu laksana malaikat

memancarkan
cahaya keemasan,

api
nan tak kunjung padam

akan
terus berkobar dalam nurani sang garuda

berapa
generasi telah lewat

patah
tumbuh hilang berganti

sejak
zaman Empu Tantular dengan

Sutasomanya
sakti dan penuh hikmah kearifan

bahwa
dalam warna-warni kita tetap tunggal

dengan
keindahan dan cita mulia

Soekarno,

meskipun
tantangan dan cobaan datang bertubi- tubi

bumi
Tuhan Indonesia dan beribu-ribu pulau

tetap
bertahan dengan kehijauannya

bintang-bintang
tetap tekun dengan gemerlapannya,

padi-padi
menguning melambaikan selamat datang

pada
setiap musim apa pun,

semua
musim disambut dengan gairah,

walaupun
di desa, di bukit, di batas-batas pulau

terhapuslah
suara tangisan kesedihan membaur

jadi
satu dengan zikir mereka yang panjang dan tidak berujung

Soekarno,

saya
tidak mengerti kapan ini berakhir

begitulah
pertanyaan demi pertanyaan seterusnya

jawabannya
berada dalam jiwa

dalam
watak kesetiaan kepada Indonesia

yang
lahir dari rahim bumi pertiwi

Soekarno
bapakku,

kami
terima titipanmu bumi Indonesia

tanah
air terindah yang diperjuang dengan darah

dan
tak terhitung dengan tetesan air mata

di
bawah sumpah untuk berjuang

dan
berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa

Soekarno,

Indonesia
adalah kehormatanku, kehormatan kami,

dan
kehormatan seluruh bangsa Indonesia

 

—

 

Indonesia
Adalah Saraswati

Indonesia
adalah saraswati

menunggang
angsa menyeberangi laut teduh

di
bawah bulan purnama ”bulat perak”

angsa-angsa
kecil ikut berbaris di belakangnya

dari
jauh bulu-bulu mereka berkilau-kilau putih salju

bayangannya
menuding ke bumi

menggaris
tegak lurus, menuliskan cinta yang agung,

mengabarkan
keperkasaan Indonesia

Indonesia
adalah saraswati

tempat
ibu menanak ilmu,

membentang
dari Sabang sampai Merauke

Indonesia
adalah sarawati,

tempat
padi tumbuh subur dan berbulir penuh

tempat
sungai mengalir deras berair sebening kaca

tempat
anak-anak bertanam dan menjaring

akar-akar
budaya

lantas
menetaskannya dalam tempayan-tempayan

kebermaknaan

di
tepian pesisir

anak-anak
bersorak-sorai menyambut kedatangan ayah

meluapkan
kegembiraan setelah semalam

membasuh
muka ”basah air laut”

diterkam
ombak, memeluk erat setiap angin sakal

berkali-kali
menyeberangi ombak

Saraswati
berparas tak berpeluh tersenyum tak berkerut

berbedak
sari melati tipis memancarkan Indonesia

berpantun
kedamaian abadi

bersumpah
palapa

sumpah
Gajah Mada: akan melepaskan puasa

jika
telah menundukkan seluruh Nusantara,

di
bawah kekuasaan Majapahit

”Jika
telah mengalahkan Gurun, Seran, Tanjung Pura,

Haru
Butuni, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan

Tumasik”

amboi…

sungguh
perkawinan saraswati telah melahirkan

anugerah
Indonesia baru,

segerombolan
elang terbang rendah dari utara

Saraswati
berdiri tegak di atas bulan

sesekali
menundukkan kepala sambil melambaikan tangan

untuk
ribuan elang

Saraswati,
aku tak punya sayap untuk terbang mengejarmu

tapi
senyummu menebar wangi madu

Nusantara
teduh walau jauh di awan lepas

kau
payungi kami dengan bayangan rerimbun dedaunan

tak
ada hati yang kosong

tak
ada jarak yang terbentang walau kita jauh

itulah
Indonesia yang sebenarnya

Indonesia
yang tanpa darah dan air mata

Indonesia
yang mengibarkan Merah Putih di dadanya

Indonesia
yang beribu bernama pertiwi

 

—

 

Musim
Gugur di Negeri Matahari

Inilah
musim gugur

di
negeri matahari

suami
tak lagi bertaji

istri-istri
jadi pewaris dinasti

adalah
boneka kampiun

berbaris
berebut memanjat tinggi

menari-nari
di ujung cemara

menggerus
demokrasi yang terluka

karena
suami-suami mereka

masih
sembunyikan pisau di meja

kekuasaan

inilah
musim gugur di negeri matahari

mereka
berbaring di langit

bersama
jelata

di
saat mesin politik sedang diaduk

hanya
sekadar menggugurkan

kelamin
ketemu kelamin

adalah
onani kekuasaan yang

menyeramkan

mencemaskan
bagi kemiskinan semakin

menderita

 

M.
ROHANUDIN, direktur utama LPP RRI. Lahir di Sumenep, Madura. Alumnus
Universitas Wijaya Putra Surabaya.

Exit mobile version