Site icon Prokalteng

Dokter Gizi Tegaskan Diet Tanpa Sayur A la Tya Ariesta Berbahaya

dokter-gizi-tegaskan-diet-tanpa-sayur-a-la-tya-ariesta-berbahaya

PROKALTENG.CO
– Ahli gizi lulusan Universitas Indonesia sekaligus ketua Indonesia Sport
Nutrisionis Association (ISNA) Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes mengatakan diet
ekstrem yang tidak menyertakan serat di dalam menu harian sangat berbahaya bagi
kesehatan tubuh.

“Salah
kalau dikatakan sayur menghambat penurunan berat badan. Secara kimia tubuh,
justru sayur yang membantu jika terjadinya kerusakan metabolik ketika kita
melakukan defisit energi,” kata Dr. Rita.

Lebih
lanjut, Rita menjelaskan bahwa tubuh akan memakai energi secara 24 jam tanpa
bergerak, terlebih untuk menggerakkan organ-organ tubuh yang tidak diperintah;
seperti jantung berdetak, kerja ginjal, hati, usus, dan lambung. Organ-organ
ini membutuhkan energi untuk bekerja.

“Ketika
kita mendefisitkan energi, kemudian mikronutrien (seperti vitamin dan mineral)
dan seratnya tidak dicukupi, itu akan membuat sistem kerja metabolik energi itu
berlangsung tidak sempurna, dan itu tubuh membutuhkan serat dari sayuran,”
jelasnya.

Selain
itu, sayur memiliki serat yang fungsi utamanya adalah untuk menjaga
keseimbangan mikrobiota dalam tubuh. Dr. Rita memaparkan, mikrobiota di tubuh
memakan serat. Mikrobiota ini memiliki peran penting terhadap imunitas tubuh.

Jika
tidak ada serat yang masuk, maka mikrobiota akan mati, dan menyebabkan antibodi
tidak terbentuk, sehingga imunitas melemah.

Selanjutnya,
sayur dan serat juga berfungsi untuk mengontrol kolesterol dan menstabilkan
kadar glukosa darah. Jika hanya memakan nasi dengan lauk tanpa serat, maka
kadar glukosa akan naik dan merangsang insulin.

“Insulin,
kalau diproduksi dalam jumlah yang tinggi, bisa terjadi proses inflamasi atau
peradangan dalam waktu yang singkat. Dalam waktu panjang, itu beresiko
hiperglikemi dan diabetes meritus,” kata wanita yang juga merupakan Konsultan
Gizi Royal Sport Performance Center Senayan City itu.

Serat
dari sayuran juga menggerakkan peristaltik usus besar yang berfungsi memuluskan
pekerjaannya untuk mengeluarkan zat toksik di dalam tubuh. Jika tidak didukung
oleh serat, maka bisa timbul resiko kanker kolon.

Terakhir,
sayur menghasilkan sisa basa yang sesuai dengan pH tubuh yang juga merupakan
basa.

“Tubuh
kita pH-nya basa. Jadi kalau kita mengonsumsi makanan lalu hasilnya asam, maka
ginjal, hati dan paru-paru langsung bekerja untuk membasakan,” kata Dr. Rita.

“Orang
yang misalnya hanya makan protein saja bisa gagal ginjal karena ginjalnya
bekerja keras untuk membasakan. Kalau kita makan sayur, maka itu akan
membasakan dan kerja tubuh kita jadi tidak berat,” imbuhnya.

Untuk
diketahui, beberapa hari belakangan warganet dihebohkan dengan buku tips diet
dari selebritas Tya Ariestya. Ia mengaku berhasil menurunkan berat badannya
secara drastis melalui diet ketat selama beberapa bulan.

Tya
berhasil memangkas berat badannya hingga 25 kilogram dalam kurun waktu empat
bulan. Ia juga mengatakan dirinya tidak memakan sayur selama diet karena
dianggap menghambat penurunan berat badan.

Selain
tidak memakan sayur, diet ala Tya Ariestya juga disorot karena asupan kalori
hariannya kurang dari 500 kalori (Very Low Calorie Diet/VLCD). Menurut Dr.
Rita, hal ini membahayakan kesehatan dan memiliki dampak jangka pendek hingga
panjang.

Dampak
jangka pendeknya dengan defisit energi tersebut menyebabkan proporsi tubuhnya
akan menjadi tidak bagus. Jadi, komposisi tubuhnya tidak hanya lemak saja yang
hilang, tapi juga penurunan massa otot, tulang, dan total air dalam tubuh.

Sementara,
untuk jangka menengah, nantinya akan menjadi tidak cukup untuk memberikan
energi ke kerja basa dan imunitas, dan bisa jatuh ke malnutrisi. “Imunitas
terganggu, dan kalau terekspos virus dan bakteri akan lebih mudah terpapar,”
jelasnya.

Lebih
lanjut, untuk efek jangka panjangnya, akan terjadi resiko gagal ginjal,
gangguan fungsi hati, gangguan lambung, hingga irama denyut jantung.

“Penyakit-penyakit
ini adalah penyakit yang irreversible (tidak bisa diperbaiki,Red). Perbaikan
pola hidup, pemberian obat, mereka tidak mengembalikan (organ) ke fungsinya
hingga 100 persen seperti semula. Jadi, jangan coba-coba lakukan diet ekstrem
ini,” kata Rita.

Exit mobile version