Site icon Prokalteng

Perilaku Biasanya Ditampilkan Orang yang Terus Menerus Berdebat dengan Orang Asing di Medsos

Ilustrasi berdebat di medsos. (pexels)

Di era digital, media sosial telah menjadi sarana utama bagi kita untuk berkomunikasi, bertukar pendapat, dan berbagi informasi.Namun, dalam interaksi ini, tidak jarang orang menemukan diri mereka terlibat dalam perdebatan dengan orang asing.

Sering kali, perdebatan ini tampak seperti upaya untuk memenangkan argumen atau mempertahankan pendapat sendiri, tetapi sebenarnya ada pola perilaku tertentu yang sering kali dilakukan oleh orang yang terlibat dalam perdebatan berkepanjangan di media sosial.

Tanpa disadari, perilaku-perilaku ini muncul sebagai respons alami atau kebiasaan, namun dapat berdampak negatif pada emosi dan kesehatan mental mereka.

Dilansir dari Geediting pada Sabtu 99/11), terdapat tujuh perilaku yang biasanya tanpa disadari ditampilkan oleh orang yang terus-menerus berdebat dengan orang asing di media sosial:

  1. Merasa Selalu Benar dan Sulit Menerima Pendapat Lain

Orang yang suka berdebat biasanya memiliki pandangan kuat terhadap suatu topik, dan merasa bahwa pandangan tersebut adalah satu-satunya yang benar.

Mereka seringkali enggan menerima argumen yang berbeda atau melihat masalah dari sudut pandang lain.

Sikap ini membuat mereka terus-menerus berada dalam posisi defensif dan berusaha mencari cara untuk membuktikan pendapatnya benar, bahkan jika itu berarti terlibat dalam diskusi panjang dan melelahkan.

  1. Mencari Validasi Diri melalui ‘Like’ dan Dukungan Komentar

Ketika mereka berdebat di media sosial, seringkali tujuannya bukan hanya untuk menyampaikan opini, tetapi juga untuk mencari dukungan dari audiens lainnya.

Setiap ‘like’ atau komentar yang mendukung mereka dianggap sebagai validasi diri bahwa mereka berada di pihak yang benar.

Sayangnya, ini sering kali membuat mereka terus mengembangkan argumen demi mendapatkan lebih banyak dukungan, bukan untuk benar-benar menemukan solusi atau titik temu

  1. Sulit Melepaskan Diri dari Diskusi yang Sudah Tidak Produktif

Banyak orang yang berdebat di media sosial tidak sadar ketika sebuah diskusi sudah tidak produktif lagi. Mereka merasa harus memberikan “kata terakhir” atau menyelesaikan argumen hingga lawan bicara mengakui kekalahan, padahal sering kali lawan bicara juga tidak punya niat untuk menyerah. Hal ini membuat diskusi menjadi perdebatan panjang tanpa tujuan, yang hanya menguras energi dan waktu

  1. Sering Melibatkan Emosi yang Intens dalam Setiap Argumen

Perdebatan di media sosial sering kali menjadi tempat orang melampiaskan emosi, terutama jika topiknya sensitif atau sangat penting bagi mereka.

Orang yang berdebat tanpa henti di media sosial cenderung menunjukkan emosi yang intens, seperti marah atau frustrasi, terhadap pendapat lawan bicara yang tidak sejalan. Emosi ini bisa muncul dalam bentuk sindiran, sarkasme, atau bahkan kata-kata kasar, yang pada akhirnya hanya memperburuk hubungan antar pengguna media sosial.

  1. Merasa Ada Tanggung Jawab untuk ‘Membetulkan’ Orang Lain

Tidak sedikit orang yang merasa memiliki misi atau tanggung jawab untuk menyadarkan orang lain agar “berpikir dengan benar”.

Mereka beranggapan bahwa jika ada orang yang berbeda pendapat, itu karena orang tersebut tidak memiliki informasi yang cukup atau pemahaman yang salah. Sikap ini mendorong mereka untuk terus membalas argumen lawan bicara, meskipun sebenarnya orang tersebut mungkin sudah mantap dengan pandangannya sendiri.

  1. Menggunakan Pengalaman Pribadi sebagai Alasan Terkuat

Banyak orang yang berdebat di media sosial sering menggunakan pengalaman pribadi sebagai senjata utama dalam argumen mereka. Mereka merasa bahwa pengalaman pribadi adalah bukti yang sah dan harus diterima oleh orang lain.

Sayangnya, meskipun pengalaman pribadi dapat memberikan perspektif, itu tidak selalu relevan atau valid dalam semua konteks, terutama jika topiknya melibatkan data ilmiah atau pendapat umum.Namun, mereka tetap berpegang pada pengalaman pribadi ini sebagai bukti kebenaran, yang sering kali membuat perdebatan semakin tidak seimbang.

  1. Tidak Menyadari Dampak Negatif pada Kesehatan Mental Mereka Sendiri

Orang yang sering berdebat di media sosial cenderung tidak menyadari bahwa kebiasaan ini bisa berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. Ketika terlibat dalam perdebatan berkepanjangan, mereka bisa mengalami stres, kecemasan, dan bahkan kelelahan emosional.

Menghabiskan waktu untuk membaca komentar negatif, menjawab setiap argumen, dan merasakan tekanan untuk membela diri bisa sangat menguras energi. Tanpa disadari, hal ini dapat mengganggu kualitas hidup mereka di luar dunia maya

Mengatasi Kebiasaan Berdebat di Media Sosial

Jika Anda merasa menunjukkan beberapa perilaku di atas, penting untuk mengenali dampaknya pada kesehatan mental dan mencoba menguranginya. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil untuk membantu mengatasi kebiasaan berdebat di media sosial:

Sadari Kapan Diskusi Menjadi Tidak Produktif – Jika diskusi sudah tidak lagi membawa manfaat atau semakin emosional, mungkin saatnya untuk berhenti. Berhenti Menganggap Setiap Argumen sebagai Pertempuran – Anggaplah perdebatan sebagai kesempatan untuk belajar, bukan untuk memenangkan argumen.

Fokus pada Kesehatan Mental – Jangan ragu untuk beristirahat dari media sosial jika merasa stres.Gunakan Media Sosial untuk Hal Positif – Fokus pada hal-hal yang membuat Anda bahagia dan meningkatkan produktivitas, bukan pada perdebatan yang melelahkan.

Pada akhirnya, terlibat dalam diskusi di media sosial adalah hal yang wajar. Namun, jika hal ini dilakukan secara berlebihan dan terus-menerus, bisa jadi Anda sedang terjebak dalam kebiasaan yang merugikan.

Mengenali perilaku-perilaku ini adalah langkah pertama untuk mulai mengubah cara berinteraksi di media sosial, agar menjadi lebih sehat dan membawa dampak positif bagi kesejahteraan mental.(jpc)

Exit mobile version