MENARIK mencermati dinamika politik menjelang perhelatan politik 2024, khususnya masa transisi di mana UU No 10 tahun 2016 pasal 201 point 9 mengatakan kekosongan jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota diisi penjabat (Pj) sampai terpilihnya kepala daerah dalam pemilihan serentak nasional 2024.
Dan pasal 10 ayat 11 mengatakan bahwa penjabat dimaksud diisi oleh Pimpinan Tinggi Madya untuk gubernur (dalam jabatan setingkat ESELON I) dan Penjabat bupati dan wali kota diisi oleh pimpinan tinggi pratama (Dalam Jabatan setingkat ESELON II), artinya jelas bahwa untuk mengisi Jabatan Pj. kepala daerah adalah dari ASN, walaupun secara kekhususan dijelaskan boleh dari TNI dan Polri apabila daerah tersebut dianggap rawan kondisi sosial politiknya.
Untuk Pj. gubernur diusulkan oleh Mendagri kepada presiden, sedangan untuk bupati dan wali kota diusulkan oleh gubernur kepada Mendagri (dan tidak disebutkan secara khusus bahwa hanya berasal dan ASN Pemprov, artinya ada ruang diisi oleh ASN dari kabupaten/kota yang memenuhi syarat sepanjang diusulkan oleh gubernur) dan ditetapkan presiden.
Ada 49 kepala daerah yang berahir masa Jabatan sebelum 2024, yakni 5 gubernur dan 44 Bupati dan wali kota se Indonesia. Pengusulan oleh Mendagri untuk Pj. gubernur dan bupati dan wali kota oleh gubernur menjadi isu menarik, misalnya Mendagri dituding ikut bermain dalam menentukan siapa Pj. gubernur, walaupun sudah dikatakan bahwa penunjukkan ini sesuai dengan mekanisme dan melalui proses penjaringan dengan melihat integritas, kapabalitas, leadership yang kuat, dan bahkan rekam jejak pengalaman dalam jabatan di bidang pemerintahan serta MENDENGARKAN pendapat para tokoh masyarakat di wilayahnya masing-masing, dan tentu gubenur pun dalam mengusulkan Pj. bupati dan Pj. Wali kota pun memperhatikan hal yang sama.
Ada resistensi dari berbagai kalangan itu adalah dinamika demokrasi, akan tetapi penunjukkan ASN oleh sebagai Pj. kepala daerah dalam waktu yang relatif lama adalah kejanggalan dalam demokrasi, sebab mereka mengelola pemerintahan (walau terbatas masa transisi) tanpa mandat dari pemilik demokrasi (mengutip pendapat Abdul Gaffar Karim, Dosen UGM).Terlepas dari persoalan ada mandat atau tidak UU sudah mensyaratkan demikian, tinggal kita lihat apakah kepemimpinan model seperti ini dalam tempo relatif lama tidak akan menimbullkan gejolak politik diaras lokal, karna Pj. kepala derah tidak sekadar mengelola teknis administrasi pemerintahan tapi juga mengelola dinamika politik yang syarat akan kepentingan, sehingga jabatan itu bisa menjadi berkah dan amanah jika pejabat yang ditunjuk mampu mengelola pemerintahan dan dinamika politiknya.
Tapi bisa jadi musibah jika gagal menjalankan fungsi pemerintahan, disadari atau tidak dinamika politik lokal sangat menentukan keberlangsungannya, apakah suatu ketika ditolak oleh masa politik dan DPRD, karena terus bergejolak atau terus berlangsung dan ASN yang menjabat akan tersandra kepentingan politik, karena sejatinya ASN hanyalah penyelengara urusan birokrasi. Itu kenapa salah satu syarat penting ASN yang diusulkan menjadi Pj. kepala daerah memiliki kemampuan yang baik serta pengalaman di bidang pemerintahan, karena rentang masa jabatan yang diamanahkan cukup lama hampir dua tahun berjalan jika dilantik jabatan Pj. mulai sekarang.
Mengingat penting dan strategisnya jabatan Pj. kepala daerah agar tugas dan fungsinya berjalan dengan baik, efektif dan fokus menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah, serta mampu mengelola dinamika politik di daerah, maka mereka yang ditunjuk menjadi Pj. kepala daerah patut untuk dipertimbangkan agar Mendagri atau gubernur menerbitkan Permendagri atau Pergub yang substansinya dapat menonaktifkan jabatan strukturalnya sementara, dan dapat dikembalikan apabila berakhir Jabatan Pj. kepala daerah agar Pj. dimaksud dapat lebih fokus terhadap beratnya tugas yang diembanya dan dalam rentang waktu yang cukup lama.
Beratnya tugas seorang Pj. kepala dearah hampir sama tugas dan kewenangannya dengan kepala daerah hasil Pilkada, hanya bedanya ketika kepala daerah hasil Pilkada sudah mendapat mandat dari rakyat ketika membuat kebijakan pembangunan maupun anggaran tentu akan mendapat dukungan dari rakyat dan sepenuhnya didukung oleh anggota DPRD pengusung, sehingga LPJ nya pun pada akhir tahun anggaran akan diterima walau kadang dengan catatan. Lalu bagaimana dengan ASN yang ditunjuk menjadi Pj. kepala daerah apakah ada kekhususan, jawabanya TIDAK.
Karena fungsi dan kewenangan yang diberikan sama, setiap kebijakan yang diambil, baik kebijakan pembangunan maupun anggaran akan berpotensi menjadi tarik menarik kepentingan karena tidak didukung oleh kekuatan politik (parpol) dan tidak ada mandat dari masyarakat (tidak melalui Pilkada dan ditunjuk langsung) sebagai penopang kekuatan politik, dan bahkan bisa jadi LPJ ditolak, apa yang akan terjadi?, bisa jadi satu ketika akan menjadi bumerang dan bahkan bisa jadi karna resistensi masyarakat nya tinggi maka kondisi sosial politiknya akan bergejolak, dan masing-masing daerah akan menolak dan terus minta dilakukan pergantian.
*) ROJIKINNOR, APARATUR SIPIL NEGARA PEMERINTAH PROVINSI KALTENG